Mataram, 12/11 (ANTARA) - Petani tembakau di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar konvoi kendaraan pengangkut puluhan ton tembakau virginia yang telah dipanaskan (omprong) saat berunjuk rasa di Kota Mataram, Senin.
Sekitar 40 ton tembakau kering diangkut oleh lebih dari 20 unit mobil "pick up" dari Lombok Timur ke Kota Mataram, untuk ditunjukkan kepada pejabat Pemerintah Provinsi NTB, bahwa tembakau mereka belum diserap perusahaan pengelola tembakau virginia yang beroperasi di Lombok.
Aparat kepolisian terlibat aktif mengatur kelancaran lalu lintas, dan mengarahkan puluhan mobil "pick up" pengangkut tembakau itu untuk berlabuh di Lapangan Umum Mataram, agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan protokoler Kota Mataram itu. Sementara pengemudi dan massa aksi berjalan kaki menuju Kantor Gubernur NTB.
Aksi massa yang dikoordinir Fatahillah itu berlangsung dalam pengawalan ketat aparat kepolisian, karena dilaporkan akan ada aksi anarkis, meskipun akhirnya berlangsung aman.
Saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur NTB, lebih dari 60 orang petani tembakau yang berasal dari Lombok Timur itu, mendesak Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, agar mengintervensi perusahaan pengelola tembakau yang beroperasi di Lombok, untuk membeli tembakau mereka dengan harga yang layak.
Mereka menginginkan tembakau kering yang dibawa konvoi itu dibeli perusahaan dengan harga sedikitnya Rp30 ribu/kilogram atau Rp3 juta perkwintal.
Asisten II Setda NTB H Abdul Haris yang mewakili Gubernur NTB tampil di hadapan pengunjuk rasa, dan berupaya menjelaskan hasil rapat koordinasi terkait permasalahan tembakau virginia itu, yang digelar Jumat (9/11) di Kantor Gubernur NTB.
"Saya hadir di sini (depan pengunjung rasa) karena diperintahkan Pak Gubernur untuk menjelaskan upaya penyelesaian permasalahan tembakau. Dalam rapat terakhir (Jumat, 9/11) pemerintah telah meminta perusahaan untuk membeli tembakau petani sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Belum selesai bicara, para pengunjuk rasa meneriaki Asistan II Setda NTB itu dan mengatakan pemerintah tidak memihak petani, karena perusahaan mau membeli tembakau kering itu dengan harga yang tidak dikehendaki petani.
Haris kemudian menjelaskan bahwa masalah harga, pemerintah tidak bisa mengintervensi perusahaan, karena harga tembakau telah disepakati dalam musyawarah mufakat yang difasilitasi pemerintah daerah sebelum musim panen.
Meskipun terus berupaya menjelaskan pola penyelesaiannya, para pengunjuk rasa tetap bersikeras untuk meminta pemerintah mendesak perusahaan agar memberi tembakau kering yang mereka bawa dalam konvoi saat berunjuk rasa itu.
Unjuk rasa akhirnya bubar dengan sendirinya, setelah lebih dari dua jam menunggu sikap Pemerintah Provinsi NTB yang juga enggan mengintervensi perusahaan.
Informasi yang dihimpun dari berbagai pihak, kelompok petani tembakau virginia yang berunjuk rasa itu bukan petani binaan perusahaan pengelola tembakau yang beroperasi di Lombok.
Mereka hanya petani swadaya yang tidak bermitra dengan perusahaan, namun memaksakan kehendak agar tembakau hasil produksinya dibeli perusahaan.
Perusahaan pengelola tembakau virginia yang beroperasi di Pulau Lombok dan yang masih aktif tercatat sebanyak 21 perusahaan, diantara PT Sadhana Arifnusa atau perusahaan milik Sampoerna Group selaku perusahaan mitra petani tembakau di Pulau Lombok yang terbesar, CVTresno Adi , CV Nyoto Permadi, PT Supriyanto, PT Cakrawala, dan PT Export Leaf Indonesia (ELI).
Pihak perusahaan pun sudah menyatakan kepada Gubernur NTB beserta jajaran teknisnya bahwa mereka tetap akan membeli tembakau petani Lombok sesuai target pembelian. Bahkan, sejumlah perusahaan sudah membeli diatas target pembelian.
Pembelian tembakau virginia Lombok itu, diprioritaskan kepada petani binaan perusahaan masing-masing, meskipun tetap menerima tembakau petani swadaya asalkan melalui petani mitra.
Solusi atas sekitar 40 ton tembakau virginia milik petani swadaya yang belum terserap itu, sebenarnya sudah ada, yakni PT Sadhana Arifnusa yang bersedia menyerap tembakau itu, namun harganya Rp15 ribu hingga Rp20 ribu/kilogram atau Rp1,5 juta hingga Rp2 juta perkwintal.
Namun, petani swadaya menghendaki dibeli dengan harga Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram, atau Rp2,5 juta per kwintal hingga Rp3 juta perkwintal.
PT ELI pernah bersedia membeli dengan harga harga Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram, atau Rp2,5 juta per kwintal hingga Rp3 juta perkwintal, namun kini tidak membeli lagi karena sudah melebihi target pembelian.
Karena itu, puluhan petani swadaya yang melakukan konvoi mobil pengangkut tembakau kering dan berunjuk rasa itu, menghendaki Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, mengintervensi PT ALI agar mau membeli tembakau mereka dengan harga Rp30 ribu perkilogram atau Rp3 juta perkwintal. (*)
Sekitar 40 ton tembakau kering diangkut oleh lebih dari 20 unit mobil "pick up" dari Lombok Timur ke Kota Mataram, untuk ditunjukkan kepada pejabat Pemerintah Provinsi NTB, bahwa tembakau mereka belum diserap perusahaan pengelola tembakau virginia yang beroperasi di Lombok.
Aparat kepolisian terlibat aktif mengatur kelancaran lalu lintas, dan mengarahkan puluhan mobil "pick up" pengangkut tembakau itu untuk berlabuh di Lapangan Umum Mataram, agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan protokoler Kota Mataram itu. Sementara pengemudi dan massa aksi berjalan kaki menuju Kantor Gubernur NTB.
Aksi massa yang dikoordinir Fatahillah itu berlangsung dalam pengawalan ketat aparat kepolisian, karena dilaporkan akan ada aksi anarkis, meskipun akhirnya berlangsung aman.
Saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur NTB, lebih dari 60 orang petani tembakau yang berasal dari Lombok Timur itu, mendesak Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, agar mengintervensi perusahaan pengelola tembakau yang beroperasi di Lombok, untuk membeli tembakau mereka dengan harga yang layak.
Mereka menginginkan tembakau kering yang dibawa konvoi itu dibeli perusahaan dengan harga sedikitnya Rp30 ribu/kilogram atau Rp3 juta perkwintal.
Asisten II Setda NTB H Abdul Haris yang mewakili Gubernur NTB tampil di hadapan pengunjuk rasa, dan berupaya menjelaskan hasil rapat koordinasi terkait permasalahan tembakau virginia itu, yang digelar Jumat (9/11) di Kantor Gubernur NTB.
"Saya hadir di sini (depan pengunjung rasa) karena diperintahkan Pak Gubernur untuk menjelaskan upaya penyelesaian permasalahan tembakau. Dalam rapat terakhir (Jumat, 9/11) pemerintah telah meminta perusahaan untuk membeli tembakau petani sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Belum selesai bicara, para pengunjuk rasa meneriaki Asistan II Setda NTB itu dan mengatakan pemerintah tidak memihak petani, karena perusahaan mau membeli tembakau kering itu dengan harga yang tidak dikehendaki petani.
Haris kemudian menjelaskan bahwa masalah harga, pemerintah tidak bisa mengintervensi perusahaan, karena harga tembakau telah disepakati dalam musyawarah mufakat yang difasilitasi pemerintah daerah sebelum musim panen.
Meskipun terus berupaya menjelaskan pola penyelesaiannya, para pengunjuk rasa tetap bersikeras untuk meminta pemerintah mendesak perusahaan agar memberi tembakau kering yang mereka bawa dalam konvoi saat berunjuk rasa itu.
Unjuk rasa akhirnya bubar dengan sendirinya, setelah lebih dari dua jam menunggu sikap Pemerintah Provinsi NTB yang juga enggan mengintervensi perusahaan.
Informasi yang dihimpun dari berbagai pihak, kelompok petani tembakau virginia yang berunjuk rasa itu bukan petani binaan perusahaan pengelola tembakau yang beroperasi di Lombok.
Mereka hanya petani swadaya yang tidak bermitra dengan perusahaan, namun memaksakan kehendak agar tembakau hasil produksinya dibeli perusahaan.
Perusahaan pengelola tembakau virginia yang beroperasi di Pulau Lombok dan yang masih aktif tercatat sebanyak 21 perusahaan, diantara PT Sadhana Arifnusa atau perusahaan milik Sampoerna Group selaku perusahaan mitra petani tembakau di Pulau Lombok yang terbesar, CVTresno Adi , CV Nyoto Permadi, PT Supriyanto, PT Cakrawala, dan PT Export Leaf Indonesia (ELI).
Pihak perusahaan pun sudah menyatakan kepada Gubernur NTB beserta jajaran teknisnya bahwa mereka tetap akan membeli tembakau petani Lombok sesuai target pembelian. Bahkan, sejumlah perusahaan sudah membeli diatas target pembelian.
Pembelian tembakau virginia Lombok itu, diprioritaskan kepada petani binaan perusahaan masing-masing, meskipun tetap menerima tembakau petani swadaya asalkan melalui petani mitra.
Solusi atas sekitar 40 ton tembakau virginia milik petani swadaya yang belum terserap itu, sebenarnya sudah ada, yakni PT Sadhana Arifnusa yang bersedia menyerap tembakau itu, namun harganya Rp15 ribu hingga Rp20 ribu/kilogram atau Rp1,5 juta hingga Rp2 juta perkwintal.
Namun, petani swadaya menghendaki dibeli dengan harga Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram, atau Rp2,5 juta per kwintal hingga Rp3 juta perkwintal.
PT ELI pernah bersedia membeli dengan harga harga Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram, atau Rp2,5 juta per kwintal hingga Rp3 juta perkwintal, namun kini tidak membeli lagi karena sudah melebihi target pembelian.
Karena itu, puluhan petani swadaya yang melakukan konvoi mobil pengangkut tembakau kering dan berunjuk rasa itu, menghendaki Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, mengintervensi PT ALI agar mau membeli tembakau mereka dengan harga Rp30 ribu perkilogram atau Rp3 juta perkwintal. (*)