Mataram, 31/1 (ANTARA) - Para pemegang tiket penerbangan Batavia Air di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) diminta bersabar menunggu keputusan Kementerian Perhubungan terkait pailitnya manajemen maskapai penerbangan itu.
"Mohon bersabar, sedang dikoordinasikan dengan Kementerian Perhubungan, dan pihak PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok, terkait tiket yang sudah dipegang namun tidak ada penerbangan Batavia itu," kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi NTB Ridwan Syah, di Mataram, Kamis.
Ridwan mengatakan, ia pun telah meminta manajemen PT Angkasa Pura I untuk membantu mengatasi tuntutan para calon penumpang Batavia Air yang sudah berada di Bandara Internasional Lombok (BIL) namun tidak jadi diterbangkan ke Surabaya dan Jakarta.
Sekitar 140 orang calon penumpang Batavia Air sudah berada di BIL, namun kebingungan hendak mengadu kepada siapa, karena petugas Batavia Air tidak lagi beroperasi di bandara itu.
Sementara ini, rute penerbangan Lombok-Surabaya-Jakarta hanya sekali setiap hari, sehingga jumlah calon penumpang yang tidak terlayani Batavia Air itu tidak lebih dari 160 orang sesuai kapasitas Boeing 737.
"Sedang dicoba untuk mengalihkan calon penumpang Batavia Air itu ke maskapai lain, namun tengah dikoordinasikan soal pembebanan biaya tiket, sehingga dibutuhkan peran Kementerian Perhubungan untuk mengatasi permasalahan itu," ujarnya.
Menurut Ridwan, terdapat sejumlah alternatif untuk mengatasi tuntutan para calon penumpang Batavia itu, yakni pengalihan ke maskapai Lion Air dan City Link yang juga mempunyai rute Lombok-Surabaya dan Lombok-Jakarta.
Namun, hal itu sangat tergantung keputusan Kementerian Perhubungan setelah berkoordinasi dengan pihak Batavia atau perantaranya.
"Jadi, diminta bersabar karena sedang diupayakan solusi terbaiknya untuk para pemegang tiket Batavia Air itu. Mudah-mudahan sebelum malam, sudah ada solusinya," ujar Ridwan.
Pada Rabu (30/1), Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan perusahaan maskapai penerbangan Batavia pailit karena tak mampu membayar utang 4,69 juta dolar AS kepada perusahaan sewa pesawat International Lease Finance Corporation (ILFC).
Atas putusan pengadilan itu, terhitung Kamis (31/1) pukul 00.00 WIB, maskapai penerbangan Batavia Air menghentikan seluruh aktivitas penerbangan di Indonesia.
Putusan pengadilan itu atas gugatan ILFC yang telah memenuhi berbagai persyaratan mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada 20 Desember 2012.
Gugatan tersebut merujuk pada perjanjian sewa-menyewa pesawat yang tertuang dalam Aircraft Lease Agreement tertanggal 20 Desember 2009, yang menyatakan ILFC menyewakan sebuah Airbus A330-202 serial pabrikan 205 dengan dua mesin General Electric CF6-80E1A4 dengan harga sewa senilai 2.202.647,83 juta dolar AS dalam jangka waktu sewa selama enam tahun, atau sejak 28 Desember 2009 hingga 27 Desember 2015.
Pembayaran sewa dilakukan secara bertahap dalam enam kali. Selain biaya sewa, maskapai yang dikenal dengan slogan Trust Us to Fly ini juga diharuskan membayar biaya sewa tambahan, dalam bentuk cadangan rangka pesawat udara, cadangan pemilikan kinerja mesin, cadangan LLP mesin, dan cadangan peralatan pendaratan dengan nilai 2.326.184.63 dolar AS. Biaya cadangan ini akan meningkat sebesar 3 persen per 1 Januari 2010.
Jumlah uang yang harus ditanggung Batavia Air bertambah atas adanya bunga keterlambatan pembayaran sebesar 159.231,61 dolar AS.
Berdasarkan perjanjian dan aturan main sewa-menyewa pesawat itu, maskapai penerbangan yang didirikan sejak 2002 ini memiliki total utang mencapai 4.688.064,07 dolar AS.
Sebelum jatuh tempo, ILFC menyatakan telah mengirimkan surat teguran sebanyak dua kali, yaitu 12 September 2012 dan 25 September 2012. Namun, Batavia tidak menggubris surat somasi itu.
Selain ILFC, Batavia Air juga dilaporkan memiliki tagihan kepada Sierra Leasing Limited yang juga berasal dari perjanjian sewa-menyewa pesawat. Utang yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012 tersebut dilaporkan sebesar 4,94 juta dolar AS.
Terhadap hal ini, Sierra juga telah mengirimkan surat somasi dua kali pada tanggal yang sama dengan ILFC, yaitu 12 September 2012 dan 25 September 2012. Namun, somasi itu juga diabaikan Batavia.
Dengan demikian, dari dua kreditor ini saja, Batavia Air memiliki total utang jatuh tempo sebesar 9,63 juta dolar AS, sehingga masalah tersebut berujung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. (*)
"Mohon bersabar, sedang dikoordinasikan dengan Kementerian Perhubungan, dan pihak PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok, terkait tiket yang sudah dipegang namun tidak ada penerbangan Batavia itu," kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi NTB Ridwan Syah, di Mataram, Kamis.
Ridwan mengatakan, ia pun telah meminta manajemen PT Angkasa Pura I untuk membantu mengatasi tuntutan para calon penumpang Batavia Air yang sudah berada di Bandara Internasional Lombok (BIL) namun tidak jadi diterbangkan ke Surabaya dan Jakarta.
Sekitar 140 orang calon penumpang Batavia Air sudah berada di BIL, namun kebingungan hendak mengadu kepada siapa, karena petugas Batavia Air tidak lagi beroperasi di bandara itu.
Sementara ini, rute penerbangan Lombok-Surabaya-Jakarta hanya sekali setiap hari, sehingga jumlah calon penumpang yang tidak terlayani Batavia Air itu tidak lebih dari 160 orang sesuai kapasitas Boeing 737.
"Sedang dicoba untuk mengalihkan calon penumpang Batavia Air itu ke maskapai lain, namun tengah dikoordinasikan soal pembebanan biaya tiket, sehingga dibutuhkan peran Kementerian Perhubungan untuk mengatasi permasalahan itu," ujarnya.
Menurut Ridwan, terdapat sejumlah alternatif untuk mengatasi tuntutan para calon penumpang Batavia itu, yakni pengalihan ke maskapai Lion Air dan City Link yang juga mempunyai rute Lombok-Surabaya dan Lombok-Jakarta.
Namun, hal itu sangat tergantung keputusan Kementerian Perhubungan setelah berkoordinasi dengan pihak Batavia atau perantaranya.
"Jadi, diminta bersabar karena sedang diupayakan solusi terbaiknya untuk para pemegang tiket Batavia Air itu. Mudah-mudahan sebelum malam, sudah ada solusinya," ujar Ridwan.
Pada Rabu (30/1), Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan perusahaan maskapai penerbangan Batavia pailit karena tak mampu membayar utang 4,69 juta dolar AS kepada perusahaan sewa pesawat International Lease Finance Corporation (ILFC).
Atas putusan pengadilan itu, terhitung Kamis (31/1) pukul 00.00 WIB, maskapai penerbangan Batavia Air menghentikan seluruh aktivitas penerbangan di Indonesia.
Putusan pengadilan itu atas gugatan ILFC yang telah memenuhi berbagai persyaratan mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada 20 Desember 2012.
Gugatan tersebut merujuk pada perjanjian sewa-menyewa pesawat yang tertuang dalam Aircraft Lease Agreement tertanggal 20 Desember 2009, yang menyatakan ILFC menyewakan sebuah Airbus A330-202 serial pabrikan 205 dengan dua mesin General Electric CF6-80E1A4 dengan harga sewa senilai 2.202.647,83 juta dolar AS dalam jangka waktu sewa selama enam tahun, atau sejak 28 Desember 2009 hingga 27 Desember 2015.
Pembayaran sewa dilakukan secara bertahap dalam enam kali. Selain biaya sewa, maskapai yang dikenal dengan slogan Trust Us to Fly ini juga diharuskan membayar biaya sewa tambahan, dalam bentuk cadangan rangka pesawat udara, cadangan pemilikan kinerja mesin, cadangan LLP mesin, dan cadangan peralatan pendaratan dengan nilai 2.326.184.63 dolar AS. Biaya cadangan ini akan meningkat sebesar 3 persen per 1 Januari 2010.
Jumlah uang yang harus ditanggung Batavia Air bertambah atas adanya bunga keterlambatan pembayaran sebesar 159.231,61 dolar AS.
Berdasarkan perjanjian dan aturan main sewa-menyewa pesawat itu, maskapai penerbangan yang didirikan sejak 2002 ini memiliki total utang mencapai 4.688.064,07 dolar AS.
Sebelum jatuh tempo, ILFC menyatakan telah mengirimkan surat teguran sebanyak dua kali, yaitu 12 September 2012 dan 25 September 2012. Namun, Batavia tidak menggubris surat somasi itu.
Selain ILFC, Batavia Air juga dilaporkan memiliki tagihan kepada Sierra Leasing Limited yang juga berasal dari perjanjian sewa-menyewa pesawat. Utang yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012 tersebut dilaporkan sebesar 4,94 juta dolar AS.
Terhadap hal ini, Sierra juga telah mengirimkan surat somasi dua kali pada tanggal yang sama dengan ILFC, yaitu 12 September 2012 dan 25 September 2012. Namun, somasi itu juga diabaikan Batavia.
Dengan demikian, dari dua kreditor ini saja, Batavia Air memiliki total utang jatuh tempo sebesar 9,63 juta dolar AS, sehingga masalah tersebut berujung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. (*)