Mataram, 26/3 (Antara) - Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) menemukan ketidakberesan dalam proses pengurusan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lombok Barat, saat melakukan investigasi.
"Berdasarkan laporan warga dan hasil investigasi, kami duga jumlah pengurusan sertifikat yang terbengkalai di BPN LOmbok Barat mencapai angka ribuan," kata Ketua Ombudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim, di Mataram, Selasa.
Adhar langsung memimpin tim Ombudsman saat melakukan investigasi ke kantor BPN Lombok Barat, guna membongkar dugaan praktik pengurusan sertifikat tanah di BPN Lombok Barat yang syarat masalah seperti membiarkan berlarut-larut tanpa kepastian waktu penyelesaiannya.
Tim Ombudsman itu mendatangi lokasi investigasi pada Senin (25/3), tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Adhar didampingi tiga asisten Ombudsman RI Perwakilan NTB masing-masing Arya Wiguna (Asisten bidang Penerimaan Laporan), Muhamad Rosyid Rido (Asisten Bidang Pencegahan), serta Mulyadin (Asisten Bidang Pengawasan).
Investigasi berdasarkan laporan masyarakat menyusul tidak kunjung selesainya sertifikat yang diurus sejak lama.
Kunjungan secara mendadak ke BPN Lombok Barat itu diterima langsung oleh Kepala Kantor BPN Lombok Barat yang didampingi sejumlah kepala seksi.
Di kantor BPN Lombok Barat, tim Ombudsman Perwakilan NTB mengklarifikasi sejumlah laporan pengaduan masyarakat. Misalnya, soal data pengajuan sertifikat tanah Nomor B.408 untuk permohonan peralihan hak, yang diajukan sejak 2007.
Selain itu, sertifikat Nomor B.96 yang didaftarkan 2008, dan sertifikat lainnya yang diajukan penerbitan sejak 2009 hingga 2010.
Upaya klarifikasi itu dilakukan dalam pertemuan tertutup di kantor BPN Lombok Barat yang berlangsung sekitar tiga jam.
Adhar mengatakan, dari investigasi itu, diketahui adanya sertifikat yang diurus sejak 2007 namun sampai saat ini belum selesai, dan jumlahnya cukup banyak.
Sertifikat yang diurus sejak 2008, 2009, dan 2010 juga banyak yang belum selesai, sehingga diperkirakan jumlah pengurusan sertifikat yang mandek di kantor BPN Lombok Barat itu mencapai angka ribuan.
"Ternyata memang masih tertahan di BPN Lombok Barat. Kami anggap belum selesai jika sertifikat-sertifikat tersebut belum sampai lagi ke warga pemohon," ujarnya.
Tim Ombudsman NTB juga menemukan ketidakjelasan sistem evaluasi pengurusan sertifikat yang berlarut-larut.
Ombudsman juga menemukan dugaan buruknya sistem kendali kerja di BPN Lombok Barat sehingga Kepala Kantor BPN Lombok Barat "lost control" atau kehilangan kontrol menjaga anak buahnya.
Adhar mencontohkan, seorang petugas bawahan di BPN Lombok Barat bisa berbuat sesuka hati dalam proses pengurusan sertifikat.
"Kami menemukan proses pengajuan penerbitan sertifikat yang dimasukan sejak 2010 masih ada di bagian pengkuran. Masak di pengukuran sampai hampir tiga tahun," ujarnya.
Bahkan, Ombudsman NTB juga menemukan berkas pengajuan penerbitan sertifikat justru menumpuk di meja Kepala Kantor BPN Lombok Barat.
Hal lainnya yakni merajalelanya pungutan dan tidak jelasnya besaran tarif pembuatan sertifikat di BPN Lombok Barat, karena tidak ada sama sekali papan soal petunjuk tentang tarif dan mekanisme urutan dalam pembuatan sertifikat.
"Ini buruk sekali dan akan kami tindaklanjuti," ujar Adhar sembari menjelaskan bahwa permasalahan tersebut akan dikemas dalam bentuk laporan analisa untuk diteruskan ke Ombudsman pusat di Jakarta, agar direkomendasikan kepada Presiden RI. (*)
"Berdasarkan laporan warga dan hasil investigasi, kami duga jumlah pengurusan sertifikat yang terbengkalai di BPN LOmbok Barat mencapai angka ribuan," kata Ketua Ombudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim, di Mataram, Selasa.
Adhar langsung memimpin tim Ombudsman saat melakukan investigasi ke kantor BPN Lombok Barat, guna membongkar dugaan praktik pengurusan sertifikat tanah di BPN Lombok Barat yang syarat masalah seperti membiarkan berlarut-larut tanpa kepastian waktu penyelesaiannya.
Tim Ombudsman itu mendatangi lokasi investigasi pada Senin (25/3), tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Adhar didampingi tiga asisten Ombudsman RI Perwakilan NTB masing-masing Arya Wiguna (Asisten bidang Penerimaan Laporan), Muhamad Rosyid Rido (Asisten Bidang Pencegahan), serta Mulyadin (Asisten Bidang Pengawasan).
Investigasi berdasarkan laporan masyarakat menyusul tidak kunjung selesainya sertifikat yang diurus sejak lama.
Kunjungan secara mendadak ke BPN Lombok Barat itu diterima langsung oleh Kepala Kantor BPN Lombok Barat yang didampingi sejumlah kepala seksi.
Di kantor BPN Lombok Barat, tim Ombudsman Perwakilan NTB mengklarifikasi sejumlah laporan pengaduan masyarakat. Misalnya, soal data pengajuan sertifikat tanah Nomor B.408 untuk permohonan peralihan hak, yang diajukan sejak 2007.
Selain itu, sertifikat Nomor B.96 yang didaftarkan 2008, dan sertifikat lainnya yang diajukan penerbitan sejak 2009 hingga 2010.
Upaya klarifikasi itu dilakukan dalam pertemuan tertutup di kantor BPN Lombok Barat yang berlangsung sekitar tiga jam.
Adhar mengatakan, dari investigasi itu, diketahui adanya sertifikat yang diurus sejak 2007 namun sampai saat ini belum selesai, dan jumlahnya cukup banyak.
Sertifikat yang diurus sejak 2008, 2009, dan 2010 juga banyak yang belum selesai, sehingga diperkirakan jumlah pengurusan sertifikat yang mandek di kantor BPN Lombok Barat itu mencapai angka ribuan.
"Ternyata memang masih tertahan di BPN Lombok Barat. Kami anggap belum selesai jika sertifikat-sertifikat tersebut belum sampai lagi ke warga pemohon," ujarnya.
Tim Ombudsman NTB juga menemukan ketidakjelasan sistem evaluasi pengurusan sertifikat yang berlarut-larut.
Ombudsman juga menemukan dugaan buruknya sistem kendali kerja di BPN Lombok Barat sehingga Kepala Kantor BPN Lombok Barat "lost control" atau kehilangan kontrol menjaga anak buahnya.
Adhar mencontohkan, seorang petugas bawahan di BPN Lombok Barat bisa berbuat sesuka hati dalam proses pengurusan sertifikat.
"Kami menemukan proses pengajuan penerbitan sertifikat yang dimasukan sejak 2010 masih ada di bagian pengkuran. Masak di pengukuran sampai hampir tiga tahun," ujarnya.
Bahkan, Ombudsman NTB juga menemukan berkas pengajuan penerbitan sertifikat justru menumpuk di meja Kepala Kantor BPN Lombok Barat.
Hal lainnya yakni merajalelanya pungutan dan tidak jelasnya besaran tarif pembuatan sertifikat di BPN Lombok Barat, karena tidak ada sama sekali papan soal petunjuk tentang tarif dan mekanisme urutan dalam pembuatan sertifikat.
"Ini buruk sekali dan akan kami tindaklanjuti," ujar Adhar sembari menjelaskan bahwa permasalahan tersebut akan dikemas dalam bentuk laporan analisa untuk diteruskan ke Ombudsman pusat di Jakarta, agar direkomendasikan kepada Presiden RI. (*)