Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis obstetri dan ginekologi di RS Siloam Manado dr Grace Imelda Thungari, Sp.OG mengingatkan pentingnya melindungi perempuan Indonesia dari anemia.
Hal ini mengingat perempuan usia produktif yang sehat akan melanjutkan keberlangsungan generasi mendatang yang juga sehat demi tercapainya Indonesia yang unggul di masa depan.
Namun anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang masih banyak dialami remaja putri dan ibu.
"Semua berisiko terkena ADB, dari bayi sampai lansia. Bayi berisiko mengalami ADB 39 persen, anak-anak 27 persen, remaja 32 persen, wanita usia reproduktif 18 persen, lansia 42 persen, dan tertinggi pada ibu hamil, yaitu 49 persen atau 5 dari 10 ibu hamil mengalami ADB," kata Grace Imelda dalam keterangannya pada Kamis.
Di Indonesia, prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) tertinggi pada ibu hamil. Penyakit karena kekurangan nutrisi yang umum terjadi di dunia, termasuk Indonesia, ini seharusnya tidak perlu terjadi asalkan para ibu memenuhi asupan zat besi harian mereka. ADB pada kehamilan tidak hanya berdampak negatif pada ibu tetapi juga pada bayi.
Secara umum, ADB akan menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan daya pikir, kurang bersemangat, dan kurang produktif, sedangkan ibu hamil yang ADB berisiko mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang kecil atau bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Grace Imelda lantas menjelaskan bahwa anemia adalah jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin dalam tubuh yang menurun hingga di bawah normal. "Kekurangan sel darah merah ini disebabkan kekurangan zat besi. Sekitar 62 persen orang yang mengalami anemia disebabkan kekurangan zat besi.”
Zat besi merupakan unsur penting dalam pembentukan hemoglobin (Hb) pada sel darah merah. Dilansir dari website WHO, hemoglobin diperlukan untuk mengangkut oksigen dan apabila jumlah sel darah merah terlalu sedikit atau hemoglobin tidak mencukupi, akan terjadi penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. WHO juga menyatakan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang serius yang terutama mempengaruhi anak-anak dan ibu hamil.
Dikutip dari gooddoctor.co.id, selama kehamilan, tubuh membutuhkan zat besi dua kali lipat lebih banyak. Kebutuhan zat besi meningkat karena selama kehamilan volume darah yang diperlukan meningkat 30 hingga 50 persen.
Tubuh membutuhkan lebih banyak darah untuk dapat membawa oksigen untuk ibu dan calon bayi. Anemia saat hamil muda dan pada trimester kedua juga dapat meningkatkan risiko kehilangan darah selama persalinan dan membuat tubuh lebih sulit untuk melawan infeksi.
Bahkan, anemia yang lebih parah dapat menempatkan bayi pada risiko yang lebih tinggi untuk anemia di kemudian hari pada masa bayi. Anemia defisiensi zat besi pada bayi juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan saraf. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat memicu kelainan perilaku dan daya ingat.
Orang yang ADB akan merasa lemah, letih, lesu, sulit konsentrasi, kadang sesak napas, pusing, tangan kaki terasa dingin, dan insomnia yang paling sering dialami ibu hamil. Sementara itu, gejala yang terlihat adalah pucat yang terlihat dari konjungtiva, kuku rapuh atau berbentuk sendok, bibir pecah-pecah dan sering luka, dan rambut rontok. Namun, untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hemoglobin. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa ibu hamil dikatakan anemia apabila kandungan Hb < 11 gr/dl.
Zat besi merupakan mineral di dalam tubuh yang sebenarnya bisa diperoleh dari makanan sehari-hari. Misalnya, daging sapi tanpa lemak, daging ayam, telur ayam, ikan salmon, brokoli, kacang-kacangan, bayam, tahu, sereal, dan buah-buahan yang mengandung vitamin C.
Apabila tidak mencukupi harus diberikan suplemen penambah zat besi. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat sehingga harus diberikan suplemen. “Untuk mencegah anemia pada ibu hamil, pada trimester awal kehamilan, ibu hamil wajib mengecek kadar Hb.
Setelah itu, ibu hamil harus minum suplemen zat besi. WHO merekomendasikan suplemen zat besi untuk remaja dan perempuan dewasa sebanyak 30—60 mg zat besi ditambah asam folat 400 mikrogram, demikian dr Grace.
Baca juga: Minum teh bersamaan dengan makan tidak disarankan, begini kata dokter
Baca juga: Waspadai masalah kesehatan ibu hamil sebabkan anak stunting
Lebih lanjut dia membagikan tips memilih suplemen zat besi, salah satunya pilihlah yang mengandung 30 mg zat besi sesuai dengan rekomendasi WHO. Selain itu, pilih suplemen yang tidak hanya mengandung zat besi, tetapi juga dilengkapi vitamin C, B6, B12, dan tembaga untuk memperkuat pembentukan Hb dalam tubuh. "Suplemen yang tidak terlalu mengandung rasa logam dan minim efek samping seperti konstipasi atau menimbulkan mual."
Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dan remaja putri mendapat perhatian serius dari Pemerintah Indonesia. Sejak 1990, Pemerintah telah meluncurkan Program Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil untuk mencegah dan menanggulangi anemia gizi besi serta menjadi salah satu intervensi spesifik dalam upaya percepatan penurunan stunting. Sementara untuk remaja putri Program TTD telah dimulai sejak 2014.
Anemia pada remaja putri tidak hanya berdampak pada kesehatan dan prestasi mereka di sekolah, tetapi juga mereka berisiko anemia pada saat menjadi ibu hamil. Remaja putri dikatakan anemia apabila Hb < 12 gr/dl.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pentingnya melindungi perempuan Indonesia dari anemia
Hal ini mengingat perempuan usia produktif yang sehat akan melanjutkan keberlangsungan generasi mendatang yang juga sehat demi tercapainya Indonesia yang unggul di masa depan.
Namun anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang masih banyak dialami remaja putri dan ibu.
"Semua berisiko terkena ADB, dari bayi sampai lansia. Bayi berisiko mengalami ADB 39 persen, anak-anak 27 persen, remaja 32 persen, wanita usia reproduktif 18 persen, lansia 42 persen, dan tertinggi pada ibu hamil, yaitu 49 persen atau 5 dari 10 ibu hamil mengalami ADB," kata Grace Imelda dalam keterangannya pada Kamis.
Di Indonesia, prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) tertinggi pada ibu hamil. Penyakit karena kekurangan nutrisi yang umum terjadi di dunia, termasuk Indonesia, ini seharusnya tidak perlu terjadi asalkan para ibu memenuhi asupan zat besi harian mereka. ADB pada kehamilan tidak hanya berdampak negatif pada ibu tetapi juga pada bayi.
Secara umum, ADB akan menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan daya pikir, kurang bersemangat, dan kurang produktif, sedangkan ibu hamil yang ADB berisiko mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang kecil atau bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Grace Imelda lantas menjelaskan bahwa anemia adalah jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin dalam tubuh yang menurun hingga di bawah normal. "Kekurangan sel darah merah ini disebabkan kekurangan zat besi. Sekitar 62 persen orang yang mengalami anemia disebabkan kekurangan zat besi.”
Zat besi merupakan unsur penting dalam pembentukan hemoglobin (Hb) pada sel darah merah. Dilansir dari website WHO, hemoglobin diperlukan untuk mengangkut oksigen dan apabila jumlah sel darah merah terlalu sedikit atau hemoglobin tidak mencukupi, akan terjadi penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. WHO juga menyatakan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang serius yang terutama mempengaruhi anak-anak dan ibu hamil.
Dikutip dari gooddoctor.co.id, selama kehamilan, tubuh membutuhkan zat besi dua kali lipat lebih banyak. Kebutuhan zat besi meningkat karena selama kehamilan volume darah yang diperlukan meningkat 30 hingga 50 persen.
Tubuh membutuhkan lebih banyak darah untuk dapat membawa oksigen untuk ibu dan calon bayi. Anemia saat hamil muda dan pada trimester kedua juga dapat meningkatkan risiko kehilangan darah selama persalinan dan membuat tubuh lebih sulit untuk melawan infeksi.
Bahkan, anemia yang lebih parah dapat menempatkan bayi pada risiko yang lebih tinggi untuk anemia di kemudian hari pada masa bayi. Anemia defisiensi zat besi pada bayi juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan saraf. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat memicu kelainan perilaku dan daya ingat.
Orang yang ADB akan merasa lemah, letih, lesu, sulit konsentrasi, kadang sesak napas, pusing, tangan kaki terasa dingin, dan insomnia yang paling sering dialami ibu hamil. Sementara itu, gejala yang terlihat adalah pucat yang terlihat dari konjungtiva, kuku rapuh atau berbentuk sendok, bibir pecah-pecah dan sering luka, dan rambut rontok. Namun, untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hemoglobin. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa ibu hamil dikatakan anemia apabila kandungan Hb < 11 gr/dl.
Zat besi merupakan mineral di dalam tubuh yang sebenarnya bisa diperoleh dari makanan sehari-hari. Misalnya, daging sapi tanpa lemak, daging ayam, telur ayam, ikan salmon, brokoli, kacang-kacangan, bayam, tahu, sereal, dan buah-buahan yang mengandung vitamin C.
Apabila tidak mencukupi harus diberikan suplemen penambah zat besi. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat sehingga harus diberikan suplemen. “Untuk mencegah anemia pada ibu hamil, pada trimester awal kehamilan, ibu hamil wajib mengecek kadar Hb.
Setelah itu, ibu hamil harus minum suplemen zat besi. WHO merekomendasikan suplemen zat besi untuk remaja dan perempuan dewasa sebanyak 30—60 mg zat besi ditambah asam folat 400 mikrogram, demikian dr Grace.
Baca juga: Minum teh bersamaan dengan makan tidak disarankan, begini kata dokter
Baca juga: Waspadai masalah kesehatan ibu hamil sebabkan anak stunting
Lebih lanjut dia membagikan tips memilih suplemen zat besi, salah satunya pilihlah yang mengandung 30 mg zat besi sesuai dengan rekomendasi WHO. Selain itu, pilih suplemen yang tidak hanya mengandung zat besi, tetapi juga dilengkapi vitamin C, B6, B12, dan tembaga untuk memperkuat pembentukan Hb dalam tubuh. "Suplemen yang tidak terlalu mengandung rasa logam dan minim efek samping seperti konstipasi atau menimbulkan mual."
Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dan remaja putri mendapat perhatian serius dari Pemerintah Indonesia. Sejak 1990, Pemerintah telah meluncurkan Program Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil untuk mencegah dan menanggulangi anemia gizi besi serta menjadi salah satu intervensi spesifik dalam upaya percepatan penurunan stunting. Sementara untuk remaja putri Program TTD telah dimulai sejak 2014.
Anemia pada remaja putri tidak hanya berdampak pada kesehatan dan prestasi mereka di sekolah, tetapi juga mereka berisiko anemia pada saat menjadi ibu hamil. Remaja putri dikatakan anemia apabila Hb < 12 gr/dl.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pentingnya melindungi perempuan Indonesia dari anemia