Mataram (ANTARA) - Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Nusa Tenggara Barat bersama Kepolisian Resor (Polres) Sumbawa berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Kami mengapresiasi Polres Sumbawa atas pengungkapan kasus tersebut. Inilah yang dinamakan sinergi dan kolaborasi dalam penegakan hukum," kata Kepala BP3MI NTB Mangiring Hasoloan Sinaga di Mataram, Jumat.

Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan mendorong setiap dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 untuk dilakukan penegakan hukum agar ada efek jera bagi para pelakunya.

"Semoga peristiwa ini memberikan efek jera kepada pelaku dan para pelaku sindikasi penempatan unprosedural PMI yang masih melakukan kegiatan ilegalnya berpikir ulang karena BP2MI akan mengawal penegakan hukumnya," kata pria yang akrab disapa Naga itu.

Sementara itu, Kepala Unit Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Sumbawa Arifin, melalui keterangan resminya menjelaskan kasus tersebut bermula pada Juni 2021, di mana korban berinisial DP, warga Kabupaten Sumbawa direkrut oleh S alias A, warga Desa Baru Kecamatan Alas, Sumbawa.

DP diberangkatkan dari Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) di Praya, Kabupaten Lombok Tengah, menuju Bandara Soekarno Hatta Jakarta.

Dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, lanjut Arifin, DP dijemput oleh seorang laki-laki yang tidak dikenalnya, lalu diarahkan naik pesawat menuju Abu Dhabi, kemudian berganti pesawat menuju Turki, dan kembali berganti pesawat menuju Tunisia.

"Setelah singgah di beberapa negara hingga tiba di Tunisia, DP dijemput oleh pihak agen dan membawanya ke Tripoli, Libya," ucapnya.

Di Libya, kata dia, DP bekerja di lima majikan yang berbeda-beda hanya dalam waktu yang relatif singkat. Namun, ketika bekerja di majikan yang kelima, DP diduga sering mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh isteri majikan yang diduga cemburu.

DP yang tidak tahan dengan penganiayaan nekat menyiram muka dan tangannya sendiri dengan air panas hingga mengalami luka bakar. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar segera dikembalikan ke kantor agen.

"Namun majikannya tidak ada respon, sehingga DP memfoto dirinya yang mengalami luka bakar pada bagian muka dan kedua tangannya menggunakan telepon genggam milik majikan. Foto tersebut dikirim ke bapaknya berinisial AS, sambil menceritakan dirinya tidak kuat lagi bekerja karena sering dianiaya dan meminta pulang," ujar Arifin.

DP yang kabur ke kantor agen dan ditampung selama dua bulan akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya di Desa Marente, Kecamatan Alas, Sumbawa, pada 17 Juni 2022. Kepulangannya difasilitasi oleh BP3MI NTB.

Arifin menegaskan terduga pelaku A dikenakan Pasal 81 jo Pasal 69 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Orang perseorangan dilarang menempatkan pekerjaan migran Indonesia, di mana hukumannya paling lama kurungan 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar," katanya.
 

Pewarta : Awaludin
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024