Mataram, (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan PT Agro Wahana Bumi (AWB) akan mengembangkan hutan tanaman industri (HTI) pada lahan seluas 30 ribu hektare di kawasan hutan Tambora, Kabupaten Dompu.
Pelaksana Harian (PLH) Kepala Dinas Kehutanan NTB Andi Pramaria di Mataram, Selasa, mengatakan pengembangan HTI tersebut akan memanfaatkan lahah bekas perusahaan Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Veneer Product Indonesia (VPI) menguasai lahan seluas 31.500 hektare
Pada lahan hutan produksi seluas 30 ribu hektare itu PT AWB akan menanam kayu jenis Acasia mangium untuk bahan baku pembuatan pelet kayu bahan bakar pemanas ruangan.
"Acacia mangium merupakan jenis kayu yang pertumbuhannya relatif cepat, pada umur 4-5 tahun bisa dipanen," kata Andi yang juga Kepala Bidang Rehabilitasi dan Konservasi Hutan Dinas Kehutanan NTB.
Ia mengatakan, produk pelet kayu tersebut nantinya akan diekspor ke berbagai negara sebagai pengganti batu bara yang selama ini banyak digunanakan sebagai bahan bakar pemanas ruangan pada musim dingin di berbagai negara, karena menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.
Pembukaan HTI tersebut, menurut Andi, akan dilaksanakan mulai 2014 dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan hutan Tambora. Izin HPH tersebut sudah diterbitkan dan kini sedang dilakukan studi kelayakan dan sosialisasi kepada masyarakat.
Dia mengatakan, kehadiran HPH di kawasan hutan Tambora ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan kerusakan hutan di daerah itu yang rusak parah akibat pembalakan liar yang mencapai 30 persen.
Kerusakan terparah pada kawasan hutan yang dikelola PT VPI yakni mencapai 50 persen dari total luas areal 31.500 hektare. PT VPI mulai beraktivitas sejak 1998, namun Gubernur NTB yang saat itu dijabat Harun Al Rasyid menghentikan aktivitas itu sejak 24 Mei 2003.
Penghentian HPH tersebut atas instruksi Gubernur NTB itu merujuk pada kajian Dinas Kehutanan NTB dan usulan Bupati Bima yang saat itu dijabat, Zainul Arifin.
Hutan Tambora, yang berada di wilayah Kabupaten Dompu dan Bima luasnya mencapai 130 ribu hektare, sebanyak 70 ribu hektare diantaranya untuk cagar alam, taman buru, suaka margasatwa, hutan lindung, hutan produksi, dan hutan produksi terbatas.
Sementara tingkat kerusakan hutan produksi lebih dari 25 persen dari total 26 ribu hektare, demikian pula tingkat kerusakan hutan taman buru yang juga lebih dari 25 persen.
"Ada kekhawatiran tingkat kerusakan kawasan hutan lindung Tambora itu semakin parah sehingga ditempuh berbagai upaya yang bersifat meredam aksi-aksi pembalakan liar, salah satunya memberi kemudahan kepada investor untuk membangun HTI," ujarnya.
Karena itu Dinas Kehutanan NTB mengajak semua pihak terkait untuk merespons secara positif investor yang berminat membangun HTI di Tambora dalam hal ini PT AWB yang telah mengantongi izin pengembangan HTI di kawasan hutan Tambora.(*)
Pelaksana Harian (PLH) Kepala Dinas Kehutanan NTB Andi Pramaria di Mataram, Selasa, mengatakan pengembangan HTI tersebut akan memanfaatkan lahah bekas perusahaan Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Veneer Product Indonesia (VPI) menguasai lahan seluas 31.500 hektare
Pada lahan hutan produksi seluas 30 ribu hektare itu PT AWB akan menanam kayu jenis Acasia mangium untuk bahan baku pembuatan pelet kayu bahan bakar pemanas ruangan.
"Acacia mangium merupakan jenis kayu yang pertumbuhannya relatif cepat, pada umur 4-5 tahun bisa dipanen," kata Andi yang juga Kepala Bidang Rehabilitasi dan Konservasi Hutan Dinas Kehutanan NTB.
Ia mengatakan, produk pelet kayu tersebut nantinya akan diekspor ke berbagai negara sebagai pengganti batu bara yang selama ini banyak digunanakan sebagai bahan bakar pemanas ruangan pada musim dingin di berbagai negara, karena menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah dan gas.
Pembukaan HTI tersebut, menurut Andi, akan dilaksanakan mulai 2014 dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan hutan Tambora. Izin HPH tersebut sudah diterbitkan dan kini sedang dilakukan studi kelayakan dan sosialisasi kepada masyarakat.
Dia mengatakan, kehadiran HPH di kawasan hutan Tambora ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan kerusakan hutan di daerah itu yang rusak parah akibat pembalakan liar yang mencapai 30 persen.
Kerusakan terparah pada kawasan hutan yang dikelola PT VPI yakni mencapai 50 persen dari total luas areal 31.500 hektare. PT VPI mulai beraktivitas sejak 1998, namun Gubernur NTB yang saat itu dijabat Harun Al Rasyid menghentikan aktivitas itu sejak 24 Mei 2003.
Penghentian HPH tersebut atas instruksi Gubernur NTB itu merujuk pada kajian Dinas Kehutanan NTB dan usulan Bupati Bima yang saat itu dijabat, Zainul Arifin.
Hutan Tambora, yang berada di wilayah Kabupaten Dompu dan Bima luasnya mencapai 130 ribu hektare, sebanyak 70 ribu hektare diantaranya untuk cagar alam, taman buru, suaka margasatwa, hutan lindung, hutan produksi, dan hutan produksi terbatas.
Sementara tingkat kerusakan hutan produksi lebih dari 25 persen dari total 26 ribu hektare, demikian pula tingkat kerusakan hutan taman buru yang juga lebih dari 25 persen.
"Ada kekhawatiran tingkat kerusakan kawasan hutan lindung Tambora itu semakin parah sehingga ditempuh berbagai upaya yang bersifat meredam aksi-aksi pembalakan liar, salah satunya memberi kemudahan kepada investor untuk membangun HTI," ujarnya.
Karena itu Dinas Kehutanan NTB mengajak semua pihak terkait untuk merespons secara positif investor yang berminat membangun HTI di Tambora dalam hal ini PT AWB yang telah mengantongi izin pengembangan HTI di kawasan hutan Tambora.(*)