Jakarta (ANTARA) - Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar bedah buku terkait penanggulangan narkotika yang mengkaji kerja sama Indonesia dan Thailand di Jakarta, Sabtu. Buku berjudul Indonesia dan Thailand (Kontestasi Kepentingan Nasional dan Kerja sama Penanggulangan Narkotika) ditulis oleh akademisi UPH Chrisindo Reformanda.
Bedah buku itu menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan, penyidik Badan Nasional Narkotika (BNN) Guno Wicaksono, Mantan Atase Polri di Thailand Kombes Pol Leo Andi Gunawan dan akademisi UPH Edwin M.B Tambunan.
Penulis buku Chrisindo Reformanda menjelaskan ide penulisan buku itu yakni pasang surut hubungan kerja sama Indonesia dan Thailand terkait penanggulangan Narkotika khususnya jenis ganja.
Dia menjelaskan awal mula kerja sama Indonesia dan Thailand terkait proyek Doi Tung di Thailand tahun 2016. Doi Tung merupakan salah satu kawasan di Thailand yang sukses dalam mengubah petani ganja menjadi kawasan agrowisata. "Pola pikir petani ganja diubah menjadi petani dengan tanaman produktif seperti tanaman perkebunan dan hortikultura," katanya.
Dalam kerja sama itu, Indonesia berharap ada transfer pengetahuan dan teknologi sehingga nantinya bisa diterapkan di Provinsi Aceh. "Aceh dikenal sebagai kawasan produksi ganja di Indonesia," ujarnya.
Namun kata dia, di tahun 2019, kerja sama Indonesia dan Thailand berakhir. Setelah itu, Thailand kata dia, bahkan melegalkan Narkotika jenis ganja akibat kebijakan ekonomi dan politik di negara itu.
Baca juga: Wamenag soroti kontestasi ideologi gerakan Islam pada ruang digital
Baca juga: Akar Pohon dan Tastura Mengajar kegiatan bedah buku sastra "Bedil Penebusan"
"Alasan Thailand melegalkan ganja karena kepentingan ekonomi dan politik. Sementara Indonesia belum, karena konstitusi tidak memperbolehkan pelegalan dalam bentuk apa pun, walau pun alasannya medis," jelasnya.
Sementara itu, Mantan Atase Polri di Thailand Kombes Pol Leo Andi Gunawan menegaskan Indonesia memiliki prinsip untuk tidak mencampuri urusan negara lain. "Yang dilakukan Thailand mirip dengan fenomena di belanda. Belanda memiliki landasan akademis untuk melegalisasi ganja. Saat Thailand terkena pandemi dan collapse, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Mereka mengkreasikan ganja untuk meningkatkan sub pariwisata," jelasnya.
Bedah buku itu menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan, penyidik Badan Nasional Narkotika (BNN) Guno Wicaksono, Mantan Atase Polri di Thailand Kombes Pol Leo Andi Gunawan dan akademisi UPH Edwin M.B Tambunan.
Penulis buku Chrisindo Reformanda menjelaskan ide penulisan buku itu yakni pasang surut hubungan kerja sama Indonesia dan Thailand terkait penanggulangan Narkotika khususnya jenis ganja.
Dia menjelaskan awal mula kerja sama Indonesia dan Thailand terkait proyek Doi Tung di Thailand tahun 2016. Doi Tung merupakan salah satu kawasan di Thailand yang sukses dalam mengubah petani ganja menjadi kawasan agrowisata. "Pola pikir petani ganja diubah menjadi petani dengan tanaman produktif seperti tanaman perkebunan dan hortikultura," katanya.
Dalam kerja sama itu, Indonesia berharap ada transfer pengetahuan dan teknologi sehingga nantinya bisa diterapkan di Provinsi Aceh. "Aceh dikenal sebagai kawasan produksi ganja di Indonesia," ujarnya.
Namun kata dia, di tahun 2019, kerja sama Indonesia dan Thailand berakhir. Setelah itu, Thailand kata dia, bahkan melegalkan Narkotika jenis ganja akibat kebijakan ekonomi dan politik di negara itu.
Baca juga: Wamenag soroti kontestasi ideologi gerakan Islam pada ruang digital
Baca juga: Akar Pohon dan Tastura Mengajar kegiatan bedah buku sastra "Bedil Penebusan"
"Alasan Thailand melegalkan ganja karena kepentingan ekonomi dan politik. Sementara Indonesia belum, karena konstitusi tidak memperbolehkan pelegalan dalam bentuk apa pun, walau pun alasannya medis," jelasnya.
Sementara itu, Mantan Atase Polri di Thailand Kombes Pol Leo Andi Gunawan menegaskan Indonesia memiliki prinsip untuk tidak mencampuri urusan negara lain. "Yang dilakukan Thailand mirip dengan fenomena di belanda. Belanda memiliki landasan akademis untuk melegalisasi ganja. Saat Thailand terkena pandemi dan collapse, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Mereka mengkreasikan ganja untuk meningkatkan sub pariwisata," jelasnya.