Mataram (Antara Mataram) - Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang rencana induk pembangunan pariwisata daerah (Riparda) Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tengah dibahas, akan lebih fokus pada pengembangan investasi dan penataan destinasi.

"Itu juga yang menjadi saran pejabat di Kemparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) saat kami mengkonsultasikan raperda tersebut," kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD NTB yang membidangi raperda riparda H Misbach Mulyadi, di Mataram, Senin.

Pada 9 Oktober 2013, Pansus DPRD NTB itu menemui pejabat terkait di Kemparekraf guna mengkonsultasikan raperda riparda itu, guna mendapat masukan demi kesempurnaan regulasi daerah yang mengarah kepada rencana pengembangan pariwisata terpadu itu.

Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Provinsi NTB H Lalu Moh Faozal, juga ikut dalam rombongan NTB, guna mengkonsultasikan raperda tersebut.

Selain ke Kemparekraf, Pansus DPRD NTB dan tim eksekutif juga melakukan studi banding ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), juga terkait kemantapan raperda riparda.

"Banyak masukan yang didapat dari Yogyakarta, selain fokus ke investasi dan destinasi, juga adanya kebijakan pemerintah daerah soal penataan destinasi," ujarnya.

Misbach mengatakan, kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan destinasi memang perlu diatur dalam regulasi khusus, meskipun ada tingkatan kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Pemerintah provinsi berkewenangan dalam kebijakan promosi pariwisata, sementara pemerintah kabupaten/kota pada penataan destinasi.

"Dengan adanya regulasi yang mengatur investasi dan destinasi pariwisata, maka pemerintah provinsi memiliki dasar yang kuat untuk pengalokasian anggaran guna membantu kabupaten/kota menata destinasi," ujarnya.

Misbach optimistis pembahasan raperda ripardi itu akan dapat dirampungkan dalam tahun ini, sehingga tahun depan NTB sudah memiliki regulasi pengembangan pariwisata yang lebih fokus pada bidang pengembangan yang dikehendaki.

DPRD NTB mulai membahas Raperda Riparda itu sejak 24 September 2013, atau setelah Pemprov NTB mengajukan usulan pembahasan regulasi tersebut.

Badan Legislasi (Baleg) DPRD NTB kemudian membentuk pansus agar pembahasannya lebih fokus dan komprehensif.

Raperda tersebut dimaksudkan untuk memperjelas arah pengembangan pariwisata terpadu dan program strategis kepariwisataan di wilayah NTB.

Diharapkan, regulasi itu dapat memberikan arah pengembangan yang tepat terhadap potensi pariwisata dari sisi produk, pasar, spasial, sumber daya manusia, manajemen, dan aspek lainnya.

Regulasi tersebut juga untuk mengatur peran setiap pemangku amanah, baik lintas sektor, lintas pelaku, maupun lintas daerah/wilayah, agar dapat mendorong pengembangan pariwisata secara sinergis dan terpadu.

Sebenarnya, NTB sudah memiliki perda bidang pariwisata yakni Perda Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di NTB.

Namun, perda tersebut patut diperbaharui sehubungan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025.

PP Nomor 50 Tahun 2011 itu merupakan penjabaran dari Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1999 sebagai pengganti UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang Kepariwisataan.

Setelah diterbitkan regulasi tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, maka harus ada rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah, sehingga Perda Nomor 3 Tahun 1999 itu patut diperbaharui.

Dengan demikian, raperda rencana induk pembangunan pariwisata daerah itu akan lebih mempertegas kawasan pengembangan pariwisata di wilayah NTB, yang disesuaikan dengan MP3EI (Masterplan Perencanaan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).

Dalam MP3EI, NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali dan NTT yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata dan pangan. (*)

Pewarta : Oleh Anwar Maga
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024