Mataram, 18/3 (Antara) - Rancangan peraturan daerah (raperda) tentang rencana induk pembangunan pariwisata daerah (riparda) segera dibahas di DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Hari ini Pak Gubernur tanda tangani dokumen pengajuan raperda riparda itu, kemudian diserahkan ke DPRD NTB untuk dijadwalkan pembahasannya," kata Kepala Biro Hukum Setda NTB Muhammad Mahdi, di Mataram, Senin.
Ia mengatakan, Badan Musyawarah (Banmus) DPRD NTB tengah menyusun jadwal pembahasan raperda itu, dan diperkirakan pembahasannya akan berlangsung selama tiga bulan.
Diharapkan Juni atau Juli 2013 raperda itu dapat ditetapkan menjadi produk hukum terkait arah pengembangan kawasan pariwisata di daerah NTB.
"Kalau berjalan sesuai rencana, maka tiga bulan ke depan sudah bisa dirampungkan pembahasan raperda itu. Kami terus berkoordinasi dengan DPRD NTB untuk kelancaran pembahasan regulasi itu," ujarnya.
Sebenarnya, NTB sudah memiliki perda bidang pariwisata yakni Perda Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di NTB.
Namun, perda tersebut patut diperbaharui sehubungan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025.
PP Nomor 50 Tahun 2011 itu merupakan penjabaran dari Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1999 sebagai pengganti UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang Kepariwisataan.
Setelah diterbitkan regulasi tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, maka harus ada rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah, sehingga Perda Nomor 3 Tahun 1999 itu patut diperbaharui.
"Raperda rencana induk pembangunan pariwisata daerah akan lebih mempertegas kawasan pengembangan pariwisata di wilayah NTB, yang disesuaikan dengan MP3EI (Masterplan Perencanaan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia)," ujarnya.
Dalam MP3EI, NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali dan NTT yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata dan pangan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Provinsi NTB H Lalu Gita Aryadi mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB mulai fokus mengembangkan empat pilar pembangunan pariwisata daerah, yang meliputi pelaku pariwisata, media, lingkungan dan pilar pendukungnya, setelah pengembangan destinasi.
"Dulu lebih pada pengembangan destinasi, sekarang fokus pada pengembangan empat pilar pembangunan pariwisata," ujarnya.
Ia mengatakan, pengembangan empat pilar pembangunan pariwisata daerah itu membutuhkan dukungan regulasi, sehingga hal itu dituangkan dalam naskah akademik raperda riparda.
Dengan demikian, fokus pengembangan pariwisata di NTB bukan hanya mengarah kepada penataan kawasan pengembangan, tetapi juga pembenahan pilar-pilar pendukungnya.
Kawasan pengembangan
NTB telah menetapkan 15 kawasan pengembangan pariwisata berdasarkan karaktristik kawasan, yang mengacu kepada Perda Nomor 3 Tahun 1999.
Ke-15 Kawasan pariwisata tersebut, terdiri dari sembilan kawasani di Pulau Lombok dan enam kawasan di Pulau Sumbawa.
Sembilan kawasan pariwisata di Pulau Lombok itu, yakni Kawasan Sire, Gill Air, Gill Meno, Gili Trawangan dan Senggigi dan sekitarnya, yang memiliki objek wisata bahari (laut), pemandangan pegunungan dan wisata alam (ekowisata). Kawasan ini memiliki akomodasi hotel, penginapan. dan restoran yang cukup lengkap dan memadai untuk wisatawan.
Selanjutnya, Kawasan Suranadi, merupakan kawasan dengan udara sejuk dengan nuansa religius dan budaya yang kental (wisata religi), kawasan Gili Gede, merupakan kawasan wisata bahari, pembenihan mutiara dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya (wisata alam laut), dan merupakan perkampungan suku Sasak (penduduk asli Lombok) serta penangkapan ikan secara tradisional.
Kawasan Kute, Seger dan Aan, merupakan kawasan wisata pantai dengan hamparan pasir putih yang mempesona.
Kawasan Selong Belanak, merupakan kawasan wisata pantai yang dikenal dengan panorama pantainya dan menghadap ke Samudra Hindia.
Kawasan Gunung Rinjani, merupakan kawasan untuk kegiatan wisata alam (ekowisata) dengan kegiatan tracking (jalan kaki) menuju kawasan Gunung Rinjani dengan Danau Segara Anakan dan air panas serta desa tradisional (wisata budaya).
Kawasan Gili Indah, merupakan wisata bahari dengan pemandangan bawah laut (ekowisata laut), dan Kawasan Gili Sulat merupakan wisata bahari dengan pemandangan bawah laut, serta Kawasan Dusun Sade/desa tradisional Rembitan, merupakan kawasan wisata berupa cagar budaya suku Sasak (suku ash Lombok) yang memiliki budaya arsitektur rumah asli sasak.
Sedangkan kawasan pariwisata Pulau Sumbawa meliputi, Kawasan Pulau Moyo, merupakan kawasan wisata bahari dan ditetapkan sebagai taman buru nasional dengan luas sekitar 12.250 ha. Jenis binatang yang terdapat di Pulau Moyo meliputi sapi liar, kerbau liar, babi hutan, dan burung gosong.
Kawasan pariwisata Pantai Maluk merupakan kawasan pantai pasir putih dan pantainya yang menghadap ke Samudra Indonesia dapat dipergunakan untuk selancar angin (surfing).
Kawasan wisata Pantai Hu’u merupakan kawasan wisata bahari dan untuk kegiatan selancar baik taraf nasional maupun internasional.
Kawasan Sape merupakan kawasan pelabuhan (dermaga) penumpang yang menghubungkan NTB dan NTT.
Kawasan Teluk Bima merupakan kawasan yang dikembangkan untuk olahraga laut dan kegiatan wisata bahari lainnya, dan Kawasan Gunung Tambora merupakan kawasan kegiatan ekowisata dan merupakan pusat produksi madu alam. (*)