Inspektorat Situbondo Jatim menyerahkan dokumen dana desa ke kejaksaan

id Situbondo, Inspektorat Situbondo, LHP ADD dan DD, Dana Desa, kerugian negara, pengelolaan ADD/DD,Kejaksaan Negeri Situbo

Inspektorat Situbondo Jatim menyerahkan dokumen dana desa ke kejaksaan

Papan nama Kejaksaan Negeri Situbondo, Jawa Timur. (ANTARA/Novi Husdinariyanto)

Situbondo (ANTARA) - Inspektorat Pemkab Situbondo, Jawa Timur, menyerahkan dokumen 22 desa laporan hasil pemeriksaan pengelolaan alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) tahun anggaran 2023 ke Kejaksaan Negeri setempat karena ditemukan adanya kerugian keuangan negara.
Inspektur Pemkab Situbondo Puguh Sutijarto menyebutkan dari dokumen laporan hasil pemeriksaan 22 desa itu diserahkan ke kejaksaan untuk ditindak lanjuti pada 29 Desember 2023.

"Ini bukan pelimpahan, tetapi kami meminta bantuan kejaksaan untuk ditagih karena sejumlah desa itu hingga akhir Desember 2023 belum mengembalikan kerugian negara," katanya di Situbondo, Jawa Timur, Kamis.

Puguh menjelaskan bahwa sebelumnya Inspektorat telah melakukan pemanggilan terhadap 50 desa yang bermasalah dengan pengelolaan ADD dan DD tahun anggaran 2023 dan ditemukan kerugian keuangan negara.

Semula, lanjut ia, ada sekitar 50 desa yang bermasalah mengenai pengelolaan alokasi dana desa dan dana desa, tetapi setelah ada sosialisasi dari Kejaksaan Negeri setempat, tersisa 22 desa yang belum mengembalikan kerugian keuangan negara.

Ia mengatakan sebelumnya juga sudah mengingatkan kepada para kepala desa bahwa kerugian negara yang menjadi temuan itu akan berimplikasi hukum jika tidak segera diselesaikan atau tidak segera dikembalikan..

"Kami sampaikan bahwa yang tahu jika ada pelanggaran hukum itu adalah aparat penegak hukum. Yang kami temukan itu kerugiannya, oleh karena itu kami serahkan ke kejaksaan," ucapnya.

Baca juga: Realisasi penyaluran dana desa di NTB capai Rp1,121 triliun
Baca juga: Kejari Lombok Tengah melibatkan warga awasi dana desa


Puguh menyampaikan ada tiga hal untuk masuk ke wilayah tindak pidana korupsi yakni, barang siapa, melanggar hukum, dan kerugian negara. Jika tiga hal itu terpenuhi maka bukan tidak mungkin para kepala desa masuk wilayah tindak pidana korupsi.

"Kerugian negara sudah ada, kalau melanggar hukumnya menjadi wilayah kejaksaan. Ya tinggal tunggu prosesnya nanti," ujarnya.