Mataram (ANTARA) - Berkelana ke beberapa hub ekonomi dunia seperti New York, Chicago, & Paris membuat saya terkesima dengan perkembangan teknologi dan perputaran ekonomi yang fast-paced serta melibatkan skala global.
Mengamati lebih dalam, saya melihat adanya suatu kesamaan yang dimiliki oleh ketiga kota tersebut. Ketiga kota tersebut memiliki interkonektivitas yang baik melalui jalur air ataupun udara sebagai keuntungan dari letak geografis mereka. Ketika berada di ketiga kota tersebut, saya berpikir “Mengapa NTB tidak bisa menjadi hub ekonomi seperti kota-kota ini padahal memiliki keuntungan geografis dan SDA yang melimpah melebihi kota-kota tersebut?”.
Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai provinsi yang kaya dengan potensi alam dan keunggulan geolokasinya masih memiliki banyak problematika yang berkaitan dengan sosial, budaya, dan ekonomi. Tidak dapat dinafikkan bahwa prospek ekonomi Nusa Tenggara Barat yang terletak diantara pintu Samudera Hindia dan Pasifik serta penghubung Benua Australia dengan Benua Asia dapat dimaknai sebagai keunggulan geografis yang harus dimaksimalkan.
Namun, prospek ini gagal dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Badan Pusat Statistika (BPS) tahun 2024 menempatkan tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB pada level 29.925,60 ribu rupiah Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) per kepala per orang. Menjadi salah satu parameter dalam mengukur kemampuan ekonomi suatu daerah, tingkat PDRB NTB ini masih jauh dibawah rata-rata nasional yaitu sebesar 76.822 ribu rupiah per kepala per orang yang menandakan masih banyak pembenahan yang perlu dilakukan agar PDRB NTB dapat berada diatas rata-rata nasional. Keterpimpinan dari periode NTB selanjutnya memerlukan visionary act & plan sebagai jembatan untuk meningkatnya PDRB NTB agar mampu menjadi hub ekonomi baru di Indonesia Tengah.
Terpilihnya pasangan Lalu Muhamad Iqbal (LMI) - Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) sebagai Gubernur & Wakil Gubernur NTB tahun 2024-2029 menandai babak baru NTB dalam prosesnya untuk menjadi makmur & mendunia sehingga dapat mencapai tingkat yang diekspektasikan sesuai dengan potensi NTB. Pada Misi kedua dari pasangan ini tercantum bahwa keinginan untuk “Memperkuat Ekonomi Daerah melalui Peningkatan Produktivitas, Daya Saing, dan Pendapatan Perkapita Masyarakat…”.
Misi ini diturunkan melalui program unggulan Wisata MICE+S, Wisata Halal, & Ekraf-Mania. Tentu, misi-misi dan program-program ini diharapkan mampu menunjang NTB dalam prosesnya menuju NTB Makmur dan Mendunia. Namun, dalam melihat prospek NTB sebagai New Economic Hub dibutuhkan lebih dari sekadar satu misi dan dua program tersebut yang mana harus menjangkau berbagai macam aspek potensial dari ekonomi sebuah daerah.
Dalam melihat potensi NTB sebagai hub ekonomi yang baru di Indonesia tengah maka kita dapat berkiblat kepada Michael Porter yang dalam tulisannya ”The Competitive Advantage of Nations” di Harvard Business Review pada tahun 1990 mengutarakan sebuah model pemikiran bernama Diamond Model untuk menjelaskan potensi kompetitif suatu daerah untuk menjadi sebuah pusat ekonomi atau hub ekonomi baru. Porter (1990) menjabarkan 4 variabel sebuah daerah dapat berkembang menjadi pusat ekonomi baru yaitu Factor Conditions, Demand Conditions, Related and Supporting Industries (RSI), & Firm Strategy, Structure, and Rivalry (FSSR).
Factor Conditions berfokus kepada sektor Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Sumber Daya Alam (SDA), Infrastruktur dari suatu daerah; Demand Conditions merujuk kepada jumlah populasi dan kekuatan daya beli masyarakat; RSI menilai industri pendukung yang dimiliki suatu daerah sebagai penunjang kemampuan ekonomi mereka; FSSR melihat kekuatan penggerak ekonomi daerah pada bidang Swasta; serta Pemerintahan dapat dinilia dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan melalui Peraturan Daerah (Perda), Investasi di bidang Riset & Pendidikan, dan Regional Branding. Kelima Variabel ini dapat digunakan untuk menganalisa apakah NTB memiliki prospek dan cocok untuk menjadi hub ekonomi baru di Indonesia Tengah, sejalan dengan ideasi dan cita-cita yang diutarakan oleh LMI.
Menilai NTB pada variabel Factor Conditions diperlukan penilaian secara menyeluruh terhadap IPM, SDA, dan Infrastrukturnya. BPS (2024) menunjukkan data IPM NTB berkutat di angka 73.10, berada tipis dibawah IPM nasional yaitu 75.02. Angka ini menunjukkan NTB mulai mengejar ketertinggalan pada sektor IPM dan menunjukkan trend positif dalam 3 tahun yang berturut-turut naik dari 69.46 ke 72.37 dan pada 2024 ke angka 73.10.
Peningkatan IPM ini dibarengi juga dengan potensi SDA NTB yang luas dan melimpah. Peternakan, Pertanian, dan Perikana menjadi ujung kunci dari penggunaan SDA NTB. Ketiga sektor tersebut menyumbang PDRB ADHB pada lapangan usaha dengan angka total Rp. 67 Miliar (BPS, 2023) dari total PDRB total NTB sejumlah Rp. 166 Miliar pada sektor-sektor lapangan usaha atau sekitar 40% dari jumlah keseluruhan. Berbicara mengenai pembangunan infrastruktur, berdirinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika merupakan penunjang keberlangsungan ekonomi di Pulau Lombok.
Ditetapkannya KEK Mandalika memiliki efek domino terhadap infrastruktur di Pulau Lombok seperti Pelabuhan Gili Mas, Jalan Raya Bypass Kuta-Mandalika, dan Peningkatan landasan pacu Bandara Zainuddin Abdul Madjid merupakan contoh kecil dari pembangunan di Lombok yang dapat menunjang prospek hub ekonomi baru di NTB. Lalu, di Sumbawa terdapat Pertambangan Amman Mineral, kawasan wisata pulau moyo, dan potensi perikanan melimpah kawasan Samota (Saleh, Moyo, Tambora) yang menjadi penunjang ekonomi Sumbawa.
Pada variabel Demand Conditions yang berkaitan dengan Populasi & Daya Beli Masyarakat, total populasi Nusa Tenggara Barat berjumlah 5.62 juta jiwa dengan populasi produktif berkisar pada 68% atau 3,82 juta jiwa (Kemendagri, 2023). Banyaknya populasi produktif ini tidak dibarengi dengan Pengeluaran per Kapita atau daya beli yang cukup di masyarakat dimana kemampuan daya beli masyarakat NTB terletak pada angka Rp. 11.095 per kepala per orang (BPS 2023). Rendahnya kemampuan daya beli menunjukkan perputaran ekonomi masyarakat NTB yang tidak baik-baik saja. Dengan tidak mencukupinya Demand Conditions, maka diperlukan langkah strategis dari pemerintahan yang baru untuk membuka potensi-potensi ekonomi masyarakat NTB kedepannya termasuk menghidupkan kembali perputaran ekonomi pada sektor terkecil yaitu Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM).
Dalam faktor RSI, kita dapat melihat dengan dijadikannya KEK Mandalika dan terbukanya peluang untuk kawasan Samota maka industri seperti Pariwisata yang menyumbang sekitar Rp. 360 Miliar ke Pendapat Asli Daerah (PAD) NTB, serta industri-industri Pertanian, dan Perikanan akan menggeliat kedepannya. Ketiga sektor industri ini dapat dijadikan ujung tombak pemerintahan NTB kedepannya dalam menggaet investasi perusahaan-perusahaan Multinational Companies (MNC) yang bergerak di bidang Fast Moving Consumer Goods (FMCG), E-Commerce, dan Energi, dsb untuk membuka kantor cabangnya di NTB yang mana akan memberikan dampak signifikan terhadap perputaran ekonomi lokal. Lalu dengan industri penyangga seperti industri kreatif dan industri infrastruktur yang akan membantu menarik investasi masuk ke NTB sehingga NTB menjadi “hotzone” dan dapat mencapai status sebagai hub ekonomi baru di Indonesia Tengah.
Pada aspek FSSR, beberapa perusahaan dan penggerak sektor ekonomi di NTB masih berada pada skala kecil dan menengah. Penggerak pada sektor UMKM ini masih berbentuk struktur sederhana dan belum sophisticated sehingga diperlukan peningkatan fasilitas ekonomi yang matang agar rantai pasokan dan distribusi ekonomi dapat merata di seluruh wilayah NTB. Terpusatnya pembangunan ekonomi di Pulau Lombok juga menimbulkan ketimpangan di Sumbawa. Dengan berbedanya fasilitas dan struktur sektor ekonomi, dan iklim investasi pada kedua pulau maka menyebabkan tidak terpenuhinya potensi NTB sebagai hub ekonomi baru. Maka dari itu, diperlukan perbaikan mendalam termasuk di infrastruktur ekonomi dan fasilitas penyangga agar ekonomi merata antara kedua pulau.
Berdasarkan hasil analisa menggunakan Diamond Model, dapat dilihat bahwa potensi NTB sebagai hub ekonomi yang baru masih terbuka lebar mengingat banyaknya realisasi ekonomi yang belum terlaksana. Maka dari itu beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintahan Iqbal-Dinda kedepannya:
1.Membuka Iklim Investasi Bersahabat: Iklim investasi NTB yang memiliki banyak potensi harus mampu menarik perusahaan-perusahaan MNC agar dapat membuka kantor cabangnya di NTB melalui peraturan-peraturan daerah yang lebih memudahkan investasi masuk. Menggunakan skema Public-Private-Partnership (PPP) untuk membangun beberapa infrastruktur dan menggerakkan ekonomi NTB kedepannya sebagai bagian dari cita-cita NTB untuk mendunia.
2.Pembangunan Infrastruktur Interkonektivitas Udara, Air, & Darat: Pembangunan pelabuhan, bandara, dan jalan raya diperlukan lebih merata agar menjangkau daerah-daerah blindspot di kedua pulau. Ketimpangan fasilitas rute udara pada bandara di Pulau Sumbawa, dan fasilitas jalan raya penghubung antara Lembar - Bima perlu diperhatikan agar menjadi perhatian penting bagi pemerintahan selanjutnya. Terbangunnya interkonektivitas antar daerah akan memudahkan pergerakan barang dan jasa antar kedua pulau serta dari luar daerah dan luar negeri. Terbukanya rute-rute penerbangan baru dan pembangunan jalan raya baru akan membuka pintu masuknya PAD bagi NTB lebih tinggi sehingga pergerakan ekonomi akan semakin merata.
3.Pembenahan Transportasi Publik: Transportasi publik merupakan cerminan dari maju atau tidaknya suatu daerah. Esensi dari transportasi publik adalah untuk memajukan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat untuk melakukan kegiatan yang mendukung pergerakan ekonomi. Pembenahan transportasi publik perlu dilakukan dengan skema feeder yang akan menjemput masyarakat langsung ke “depan pintu mereka” yang kemudian akan disambungkan kepada rute koridor utama.
Pembiayaan dapat dilakukan dengan skema PPP dari investasi perusahaan luar negeri sehingga memudahkan APBD NTB. Tentu, ideasi tersebut masih dari satu skema yang penulis miliki terkait pembenahan transportasi publik. Maka dari itu, penting transportasi publik untuk diujicoba dan diprioritaskan pada daerah-daerah NTB yang padat penduduk terlebih dahulu seperti Kota Mataram, dan Kabupaten Lombok Barat untuk kemudian perlahan diterapkan pada seluruh NTB.
Menilik pada Misi Kedua Iqbal-Dinda, terdapat beragam persoalan yang masih harus diselesaikan sebelum mencapai tujuan misi tersebut. Tercapainya tujuan dari misi tersebut akan membantu NTB untuk mencapai potensinya sebagai hub ekonomi baru di Indonesia tengah. Dengan posisi NTB sebagai hub ekonomi baru, hal ini akan membantu tingkat UMP NTB akan lebih tinggi, PDRB provinsi yang meningkat, dan kemampuan daya beli masyarakat yang melampaui nilai yang sekarang. Membangun infrastruktur ekonomi membutuhkan waktu, begitu juga dengan membawa investasi ke NTB. Sehingga, langkah-langkah kecil diperlukan secara teliti dengan memerhatikan pemerataan antara kedua pulau.
Pada akhirnya, melalui tulisan ini saya selaku penulis berharap besar agar jalan panjang menuju proses NTB Makmur Mendunia dapat dimulai dengan langkah yang tepat , berani, dan efisien. Background LMI sebagai Diplomat dan mantan Duta Besar yang memiliki beragam pengalaman di dunia internasional dapat menjadi jembatan dengan investor-investor luar. LMI dapat menjadi ujung tombak penting bagi terwujudnya potensi NTB sebagai hub ekonomi baru di Indonesia, sebagai penghubung antara North-South dan sebagai penguat kerja sama South-South sehingga berdampak bagi NTB untuk kedepannya.
*) Penulis adalah KL-YES Scholarship by US Department of State Awardee 2018 & Young Leaders for Indonesia Wave 15 Awardee by Mckinsey & Co. 2023