Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mendorong pengawasan pemerintah terhadap peraturan sekolah, khususnya pemberian sanksi skors kepada para siswa. "Controlling dari pemerintah, khususnya di Dinas Pendidikan hingga tingkat bawah sampai kecamatan seharusnya mereka bisa mengontrol sekolah ketika tidak kooperatif terhadap aturan sendiri dan murid-muridnya," ujar Sekretaris Umum LPAI Titik Suhariyati kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Titik mengatakan pihaknya menerima laporan orang tua siswa AF (9) tentang adanya diskriminasi oleh salah satu sekolah dasar swasta di Jakarta Pusat dengan penerapan sanksi yang tidak sesuai aturan tertulis di sekolah.
Penerapan sanksi, papar dia, diketahui tidak memiliki surat resmi dari sekolah dan membuat siswa didik tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah selama 15 hari. Sementara dalam aturan tata tertib yang dimiliki sekolah, pelanggaran tertinggi hanya mencantumkan skors dua hari berturut-turut.
"Upaya mediasi dari tingkat suku dinas hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak membuahkan hasil mengenai penjelasan bagaimana seharusnya sanksi skors diberlakukan," katanya.
Menurutnya, sekolah tersebut dapat diberikan sanksi karena sanksi tidak bersifat edukatif dan lebih humanis terhadap siswa didik. Laporan tersebut, kata Titik, akan ditindaklanjuti dengan surat pemberitahuan atau permintaan klarifikasi.
Baca juga: Seorang ibu adukan ke lembaga hukum karena dilarang berjumpa anak
Baca juga: Kak Seto menyarankan pembentukan seksi pelindungan anak tingkat RT
"Harapan kami dari LPAI, dan mungkin pembelajaran untuk sekolah-sekolah lain, ketika kami menyurati seperti ini, mudah-mudahan sekolah lain, terutama swasta bisa lebih kooperatif lagi ketika menerapkan aturan," kata Titik.
Selain itu, ujar dia, pemberian sanksi diharapkan tidak mengedepankan ego untuk kepentingan sekolah atau yayasan, tetapi memungkinkan siap menghadapi permasalahan anak didik mereka. "Sebenarnya di dalam undang-undang kan sudah jelas, diskriminasi itu tidak boleh, mungkin di Sisdiknas ada ya, tapi kita belum membaca detail sanksi apa sih yang tepat untuk anak gitu karena sekarang kan ada undang-undang perlindungan anak, HAM, tidak mudah sekolah itu menghukum seenaknya harus seperti itu. Nah, itu mereka harus paham," ujar dia.
Titik mengatakan pihaknya menerima laporan orang tua siswa AF (9) tentang adanya diskriminasi oleh salah satu sekolah dasar swasta di Jakarta Pusat dengan penerapan sanksi yang tidak sesuai aturan tertulis di sekolah.
Penerapan sanksi, papar dia, diketahui tidak memiliki surat resmi dari sekolah dan membuat siswa didik tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah selama 15 hari. Sementara dalam aturan tata tertib yang dimiliki sekolah, pelanggaran tertinggi hanya mencantumkan skors dua hari berturut-turut.
"Upaya mediasi dari tingkat suku dinas hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak membuahkan hasil mengenai penjelasan bagaimana seharusnya sanksi skors diberlakukan," katanya.
Menurutnya, sekolah tersebut dapat diberikan sanksi karena sanksi tidak bersifat edukatif dan lebih humanis terhadap siswa didik. Laporan tersebut, kata Titik, akan ditindaklanjuti dengan surat pemberitahuan atau permintaan klarifikasi.
Baca juga: Seorang ibu adukan ke lembaga hukum karena dilarang berjumpa anak
Baca juga: Kak Seto menyarankan pembentukan seksi pelindungan anak tingkat RT
"Harapan kami dari LPAI, dan mungkin pembelajaran untuk sekolah-sekolah lain, ketika kami menyurati seperti ini, mudah-mudahan sekolah lain, terutama swasta bisa lebih kooperatif lagi ketika menerapkan aturan," kata Titik.
Selain itu, ujar dia, pemberian sanksi diharapkan tidak mengedepankan ego untuk kepentingan sekolah atau yayasan, tetapi memungkinkan siap menghadapi permasalahan anak didik mereka. "Sebenarnya di dalam undang-undang kan sudah jelas, diskriminasi itu tidak boleh, mungkin di Sisdiknas ada ya, tapi kita belum membaca detail sanksi apa sih yang tepat untuk anak gitu karena sekarang kan ada undang-undang perlindungan anak, HAM, tidak mudah sekolah itu menghukum seenaknya harus seperti itu. Nah, itu mereka harus paham," ujar dia.