Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), meminta warga agar waspada dengan penyakit chikungunya akibat infeksi virus yang ditularkan nyamuk Aedes Albopictus.
"Meskipun kasus penyakit chikungunya belum ditemukan di Mataram, tapi kita harus waspada," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr H Usman Hadi di Mataram, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi data Dinas Kesehatan Provinsi NTB yang mencatat jumlah kasus suspek chikungunya sampai minggu ketiga Januari 2023 sebanyak 396 kasus. Sedangkan sepanjang 2022 jumlah kasus suspek chikungunya sebanyak 1.675 kasus.
Usman mengatakan gejala chikungunya ini mirip dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yakni badan panas, deman, pusing, nyeri pada persendian, dan terjadi penurunan trombosit tapi tidak serendah DBD.
Tekait dengan itu, lanjutnya, untuk mencegah chikungunya dan DBD masyarakat diimbau waspada dan peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan menggencarkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
"Baik chikungunya maupun DBD pencegahannya sama yakni kebersihan lingkungan," kata Usman Hadi.
Menyinggung kasus terakhir DBD di Kota Mataram, Usman mengatakan kasus DBD di Mataram pada Sabtu (4/2/2023) atau minggu ke lima tahun 2023 tercatat 7 kasus. Jumlah itu menurun dibandingkan minggu sebelumnya sebanyak 12 kasus.
"Total kasus DBD selama lima minggu di tahun 2023 tercatat sebanyak 52 kasus dan dua kasus masih dirawat inap," katanya.
Usman menambahkan pihaknya berharap kasus DBD bisa terus turun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dengan kebersihan lingkungan.
Apalagi jika terjadi perubahan cuaca yang tidak menentu seperti sebentar hujan dan sebentar panas bisa berpotensi munculnya jentik nyamuk DBD dan chikungunya.
"Kalau hujan terus menerus itu lebih baik karena jentik nyamuk akan terbawa arus," ujar Usman Hadi.
"Meskipun kasus penyakit chikungunya belum ditemukan di Mataram, tapi kita harus waspada," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr H Usman Hadi di Mataram, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi data Dinas Kesehatan Provinsi NTB yang mencatat jumlah kasus suspek chikungunya sampai minggu ketiga Januari 2023 sebanyak 396 kasus. Sedangkan sepanjang 2022 jumlah kasus suspek chikungunya sebanyak 1.675 kasus.
Usman mengatakan gejala chikungunya ini mirip dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yakni badan panas, deman, pusing, nyeri pada persendian, dan terjadi penurunan trombosit tapi tidak serendah DBD.
Tekait dengan itu, lanjutnya, untuk mencegah chikungunya dan DBD masyarakat diimbau waspada dan peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan menggencarkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
"Baik chikungunya maupun DBD pencegahannya sama yakni kebersihan lingkungan," kata Usman Hadi.
Menyinggung kasus terakhir DBD di Kota Mataram, Usman mengatakan kasus DBD di Mataram pada Sabtu (4/2/2023) atau minggu ke lima tahun 2023 tercatat 7 kasus. Jumlah itu menurun dibandingkan minggu sebelumnya sebanyak 12 kasus.
"Total kasus DBD selama lima minggu di tahun 2023 tercatat sebanyak 52 kasus dan dua kasus masih dirawat inap," katanya.
Usman menambahkan pihaknya berharap kasus DBD bisa terus turun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dengan kebersihan lingkungan.
Apalagi jika terjadi perubahan cuaca yang tidak menentu seperti sebentar hujan dan sebentar panas bisa berpotensi munculnya jentik nyamuk DBD dan chikungunya.
"Kalau hujan terus menerus itu lebih baik karena jentik nyamuk akan terbawa arus," ujar Usman Hadi.