Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI melaporkan, seorang pasien suspek Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) dinyatakan negatif setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dilansir dari keterangan tertulis Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI di Yogyakarta, Jumat, suspek yang dimaksud adalah pasien anak berusia 10 tahun di Jakarta yang sebelumnya dilaporkan mengalami demam pada 26 Januari 2023 dengan keluhan tidak bisa buang air kecil (Anuria).
Sementara, satu pasien lainnya yang dirawat di RSUD Dr Moewardo Surakarta, Jawa Tengah, tidak termasuk ke dalam kategori GGAPA, karena mengalami gagal ginjal umum yang disebabkan oleh penyakit bawaan. “Keduanya bukan pasien terkonfirmasi GGAPA” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan M Syahril.
Kasus GGAPA di Indonesia kembali muncul pada 25 Januari 2023 setelah nihil sejak awal Desember 2022. Satu kasus konfirmasi GGAPA dialami anak berusia 1 tahun dengan riwayat mengonsumsi obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek.
Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil. Kemudian, dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan ada gejala GGAPA, direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan memilih untuk pulang paksa. Pada 1 Februari 2023, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil.
Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Kemudian, tiga jam setelah di RSCM, pasien dinyatakan meninggal pada pukul 23.00 WIB. Berdasarkan hasil studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan di bulan November terhadap kejadian GGAPA, didapatkan anak-anak yang mengonsumsi obat mengandung Etilen Glikol/Dietilen Glikol di atas ambang batas aman, berisiko mengalami GGAPA 13 kali dibandingkan anak yang tidak mengonsumsi obat tersebut.
Kemenkes telah merespons kejadian itu dengan Surat Edaran Kemenkes nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak.
Selain itu, Kemenkes juga menerbitkan Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Baca juga: Dinkes Bali sebut tak ditemukan obat Praxion saat surveilans gagal ginjal
Baca juga: Pemkab Manggarai memantau peredaran obat sirup penurun panas Praxion
Kemenkes juga menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan pada 18 Oktober 2022 kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan Organisasi Profesi Kesehatan, yang untuk sementara menghentikan penggunaan obat sirop.
Kementerian Kesehatan telah menerima hasil investigasi yang dilakukan oleh BPOM pada 7 Februari 2023, namun dalam upaya kehati--hatian, Syahril mengimbau agar dalam mengkonsumsi obat masyarakat tetap diminta untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau apoteker. Masyarakat juga diminta untuk selalu membeli dan memperoleh obat di sarana resmi, yaitu apotek atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, perlu untuk membiasakan bagi masyarakat agar selalu membaca aturan pakai obat dan mencatat penggunaan obat agar tidak terjadi pemberian obat yang melebihi dosis yang telah ditentukan.
"Bila anak sakit jangan memberikan obat secara mandiri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Orang tua perlu waspada terhadap gejala-gejala awal yang timbul, seperti keluhan buang air kecil dan jika terjadi penurunan volume urine, segera bawa ke rumah sakit rujukan," katanya.
Dilansir dari keterangan tertulis Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI di Yogyakarta, Jumat, suspek yang dimaksud adalah pasien anak berusia 10 tahun di Jakarta yang sebelumnya dilaporkan mengalami demam pada 26 Januari 2023 dengan keluhan tidak bisa buang air kecil (Anuria).
Sementara, satu pasien lainnya yang dirawat di RSUD Dr Moewardo Surakarta, Jawa Tengah, tidak termasuk ke dalam kategori GGAPA, karena mengalami gagal ginjal umum yang disebabkan oleh penyakit bawaan. “Keduanya bukan pasien terkonfirmasi GGAPA” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan M Syahril.
Kasus GGAPA di Indonesia kembali muncul pada 25 Januari 2023 setelah nihil sejak awal Desember 2022. Satu kasus konfirmasi GGAPA dialami anak berusia 1 tahun dengan riwayat mengonsumsi obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek.
Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil. Kemudian, dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan ada gejala GGAPA, direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan memilih untuk pulang paksa. Pada 1 Februari 2023, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil.
Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Kemudian, tiga jam setelah di RSCM, pasien dinyatakan meninggal pada pukul 23.00 WIB. Berdasarkan hasil studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan di bulan November terhadap kejadian GGAPA, didapatkan anak-anak yang mengonsumsi obat mengandung Etilen Glikol/Dietilen Glikol di atas ambang batas aman, berisiko mengalami GGAPA 13 kali dibandingkan anak yang tidak mengonsumsi obat tersebut.
Kemenkes telah merespons kejadian itu dengan Surat Edaran Kemenkes nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak.
Selain itu, Kemenkes juga menerbitkan Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Baca juga: Dinkes Bali sebut tak ditemukan obat Praxion saat surveilans gagal ginjal
Baca juga: Pemkab Manggarai memantau peredaran obat sirup penurun panas Praxion
Kemenkes juga menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan pada 18 Oktober 2022 kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan Organisasi Profesi Kesehatan, yang untuk sementara menghentikan penggunaan obat sirop.
Kementerian Kesehatan telah menerima hasil investigasi yang dilakukan oleh BPOM pada 7 Februari 2023, namun dalam upaya kehati--hatian, Syahril mengimbau agar dalam mengkonsumsi obat masyarakat tetap diminta untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau apoteker. Masyarakat juga diminta untuk selalu membeli dan memperoleh obat di sarana resmi, yaitu apotek atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, perlu untuk membiasakan bagi masyarakat agar selalu membaca aturan pakai obat dan mencatat penggunaan obat agar tidak terjadi pemberian obat yang melebihi dosis yang telah ditentukan.
"Bila anak sakit jangan memberikan obat secara mandiri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Orang tua perlu waspada terhadap gejala-gejala awal yang timbul, seperti keluhan buang air kecil dan jika terjadi penurunan volume urine, segera bawa ke rumah sakit rujukan," katanya.