Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menyatakan bahwa BPJS Kesehatan tidak boleh lepas tangan atau bersikap abai ketika memberikan pelayanan pada masyarakat, karena setiap bentuk pelayanan harus bersifat adil dan merata.
 

“BPJS tidak boleh lepas tangan dari masalah yang dialami oleh masyarakat hanya karena BPJS punya klaim bahwa kita tidak pernah mengatur itu. Fakta di lapangan terjadi masalah seperti itu, dan BPJS harus bertanggung jawab untuk membenahi masalah yang ada,” kata Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam Diskusi Publik: Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Robert menyoroti hingga kini, kapasitas masyarakat untuk mengakses informasi terkait layanan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan masih terbatas. Keterbatasan tersebut, kemudian membuat informasi yang beredar tidak diterima secara utuh.
 

Akibatnya, permasalahan yang selalu dikomplain dalam kotak aduan Ombudsman oleh masyarakat terkait layanan BPJS Kesehatan hanya berkutat soal kepesertaan, pembiayaan dan pelayanan. Artinya, masyarakat sudah mengalami kendala sejak mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

“Baru-baru ini Ombudsman mendapatkan laporan di sisi pelayanan, ada semacam kuota layanan yang dialami masyarakat. Kuota layanan bukan sesuatu yang resmi, itu sesuatu yang diatur. Kalau kita lihat dalam undang-undang, tidak ada aturan yang mengatur kuota, dari sisi kami juga tidak ada pemberlakuan kuota, tapi fakta di lapangan ada kuota,” ujarnya.

Robert menyayangkan bahwa BPJS Kesehatan yang seharusnya menjadi pihak yang memberikan hak kesehatan masyarakat dalam mempermudah pemberian layanan kesehatan, justru tidak bisa mengalokasikan layanan secara baik dan transparan.

Hal tersebut mengacu pada realitas dari keterbatasan durasi ataupun kualitas layanan yang diterima oleh pasien, khususnya yang menggunakan BPJS Kesehatan. Menurutnya, BPJS Kesehatan harus membenahi kebijakan yang akan ditempuh pada tingkat operasional sampai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama di puskesmas, puskesmas pembantu, klinik dan sebagainya.
 

“Ini harus membuat akses masyarakat tetap terjamin. Kalau pun tidak baca, Ombudsman melihat bahwa fungsi pemerintah, fungsi BPJS untuk memberikan penjelasan informasi yang terang-terangan. Reformasi yang simetris itu harus dilakukan, sejauh ini masyarakat tidak mendapatkan cukup informasi, bahkan ada asimetri informasi yang diterima secara berbeda oleh warga,” katanya.

Ia juga menyarankan agar BPJS Kesehatan mulai menempuh transparansi informasi terkait seperti apa proses layanan kesehatan yang didapat masyarakat, berapa lama durasinya atau adakah pilihan lain jika tidak bisa mendapatkan sebuah layanan yang disediakan.

Baca juga: Perlu terobosan inovatif untuk tingkatkan pelayanan
Baca juga: Ombudsman NTT sebut 10 unit pelayanan publik dilatih bersaing KIPP

“Yang kami lihat fakta di lapangan soal standar layanan, ini memang masih jadi pekerjaan serius di sisi pemerintah. Kemudian, juga publik atas keterbukaan dan transparansi informasi perlu dibenahi, dan pada sisi lain soal pengawasan BPJS atas praktik-praktik layanan yang terjadi di rumah sakit pemerintah maupun pada tingkat tertentu,” katanya.



 


Pewarta : Hreeloita Dharma Shanti
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024