Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengatakan dalam menghadapi tren atau era digitalisasi, masyarakat perlu mendapatkan pemahaman tentang risiko serangan siber.
"Di samping perkembangan digitalisasi yang pesat, kita juga perlu menyadari beberapa risiko atas tren digitalisasi tersebut, seperti risiko serangan siber, kebocoran data sensitif, serta bentuk-bentuk risiko operasional lainnya yang terkait dengan sistem informasi dan teknologi," kata Didik dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu.
Didik menuturkan masyarakat harus menyadari bahwa informasi data pribadi yang digunakan dalam bertransaksi baik melalui platform digital ataupun e-Commerce harus dijaga dengan baik. Hal tersebut dinilai penting terutama di saat pembayaran digital terus meningkat seiring inovasi sistem pembayaran nasional, dan pertumbuhan ekonomi digital termasuk di dalamnya bank digital.
Ia mengatakan jenis serangan siber yang banyak terjadi di masyarakat baru-baru ini adalah dengan mengirimkan sebuah tautan maupun file yang telah disusupi malware yang jika dibuka targetnya, akan memungkinkan pelaku untuk dapat mengakses berbagai hal dari perangkat yang digunakan targetnya secara tidak kasat mata.
Untuk itu, edukasi dan sosialisasi merupakan salah satu poin penting yang perlu dilakukan, khususnya yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan dalam jaringan.
Baca juga: Para pemred ungkap cerita makan durian bersama Jokowi
Baca juga: Kapolda Bali minta hindari politik identitas dalam Pemilu 2024
"Meskipun digitalisasi keuangan memiliki banyak keunggulan, namun masyarakat juga perlu selalu waspada dan perlu mengetahui risiko-risiko dari adanya perkembangan keuangan digital tersebut," ujarnya pula.
Berdasarkan data transaksi uang elektronik, selama tahun 2022 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebanyak 6,9 miliar kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp408 triliun. Tren kenaikan tersebut juga secara konsisten masih terjadi hingga pertengahan tahun 2022, baik secara volume maupun nilai. "Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman untuk menggunakan transaksi secara digital yang dianggap lebih praktis, mudah, dan aman," katanya pula.
"Di samping perkembangan digitalisasi yang pesat, kita juga perlu menyadari beberapa risiko atas tren digitalisasi tersebut, seperti risiko serangan siber, kebocoran data sensitif, serta bentuk-bentuk risiko operasional lainnya yang terkait dengan sistem informasi dan teknologi," kata Didik dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu.
Didik menuturkan masyarakat harus menyadari bahwa informasi data pribadi yang digunakan dalam bertransaksi baik melalui platform digital ataupun e-Commerce harus dijaga dengan baik. Hal tersebut dinilai penting terutama di saat pembayaran digital terus meningkat seiring inovasi sistem pembayaran nasional, dan pertumbuhan ekonomi digital termasuk di dalamnya bank digital.
Ia mengatakan jenis serangan siber yang banyak terjadi di masyarakat baru-baru ini adalah dengan mengirimkan sebuah tautan maupun file yang telah disusupi malware yang jika dibuka targetnya, akan memungkinkan pelaku untuk dapat mengakses berbagai hal dari perangkat yang digunakan targetnya secara tidak kasat mata.
Untuk itu, edukasi dan sosialisasi merupakan salah satu poin penting yang perlu dilakukan, khususnya yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan dalam jaringan.
Baca juga: Para pemred ungkap cerita makan durian bersama Jokowi
Baca juga: Kapolda Bali minta hindari politik identitas dalam Pemilu 2024
"Meskipun digitalisasi keuangan memiliki banyak keunggulan, namun masyarakat juga perlu selalu waspada dan perlu mengetahui risiko-risiko dari adanya perkembangan keuangan digital tersebut," ujarnya pula.
Berdasarkan data transaksi uang elektronik, selama tahun 2022 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebanyak 6,9 miliar kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp408 triliun. Tren kenaikan tersebut juga secara konsisten masih terjadi hingga pertengahan tahun 2022, baik secara volume maupun nilai. "Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman untuk menggunakan transaksi secara digital yang dianggap lebih praktis, mudah, dan aman," katanya pula.