Surabaya (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim menilai langkah cepat Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan perlindungan kepada anak korban kekerasan dengan memecat oknum petugas shelter ABH, sudah tepat. "Dengan begitu, Surabaya menjadi kota yang berkomitmen terhadap perlindungan anak," kata Ketua Bidang Divisi Data dan Informasi Serta Litbang LPA Jatim Isa Anshori di Surabaya, Senin.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah memecat oknum petugas shelter atau Rumah Aman UPTD Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya pada Jumat (3/3).
Isa juga mengucapkan terima kasih kepada Pemkot Surabaya yang telah berupaya mempertahankan Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Selain itu, kata dia, Surabaya juga bagian dari komunitas global yang ramah terhadap anak atau The Child Friendly Cities Initiative (CFCI). "Semoga saja ke depan segala sesuatunya akan menjadi lebih baik, dan tentu kolaborasi semua pihak menjadi sangat penting untuk kebaikan anak-anak di Surabaya," kata Isa.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya M. Fikser menyampaikan dari hasil pemeriksaan pada (3/3) lalu, ditemukan tiga oknum petugas yang melakukan tindakan di luar kewenangan dan bertugas tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Ketiga oknum penjaga shelter tersebut diberhentikan sebagai tenaga kontrak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas tindakan ketiga oknum itu, pemkot mengambil sikap melaporkan ke pihak berwajib," kata Fikser. Fikser menyampaikan seiring berjalannya proses hukum lebih lanjut, pemkot akan melakukan perbaikan dan evaluasi terkait shelter. Poin penting yang dilakukan sebagai evaluasi, di antaranya terkait SOP penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di shelter.
Baca juga: Kemen PPPA kawal kasus penganiayaan anak
Baca juga: PKPM melatih fasilitator perlindungan anak dan perempuan
Poin kedua, pemkot mewajibkan psikotes dan training khusus untuk penanganan anak sesuai dengan konvensi hak anak, terhadap petugas shelter. Sedangkan penanggung jawab shelter diharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Surabaya dan berkantor di shelter. "Kami berharap ke depannya tidak lagi terjadi hal serupa, dan kami terus melakukan perbaikan untuk menjamin penanganan ABH di Kota Surabaya," kata dia.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah memecat oknum petugas shelter atau Rumah Aman UPTD Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya pada Jumat (3/3).
Isa juga mengucapkan terima kasih kepada Pemkot Surabaya yang telah berupaya mempertahankan Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Selain itu, kata dia, Surabaya juga bagian dari komunitas global yang ramah terhadap anak atau The Child Friendly Cities Initiative (CFCI). "Semoga saja ke depan segala sesuatunya akan menjadi lebih baik, dan tentu kolaborasi semua pihak menjadi sangat penting untuk kebaikan anak-anak di Surabaya," kata Isa.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya M. Fikser menyampaikan dari hasil pemeriksaan pada (3/3) lalu, ditemukan tiga oknum petugas yang melakukan tindakan di luar kewenangan dan bertugas tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Ketiga oknum penjaga shelter tersebut diberhentikan sebagai tenaga kontrak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas tindakan ketiga oknum itu, pemkot mengambil sikap melaporkan ke pihak berwajib," kata Fikser. Fikser menyampaikan seiring berjalannya proses hukum lebih lanjut, pemkot akan melakukan perbaikan dan evaluasi terkait shelter. Poin penting yang dilakukan sebagai evaluasi, di antaranya terkait SOP penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di shelter.
Baca juga: Kemen PPPA kawal kasus penganiayaan anak
Baca juga: PKPM melatih fasilitator perlindungan anak dan perempuan
Poin kedua, pemkot mewajibkan psikotes dan training khusus untuk penanganan anak sesuai dengan konvensi hak anak, terhadap petugas shelter. Sedangkan penanggung jawab shelter diharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Surabaya dan berkantor di shelter. "Kami berharap ke depannya tidak lagi terjadi hal serupa, dan kami terus melakukan perbaikan untuk menjamin penanganan ABH di Kota Surabaya," kata dia.