Lombok Barat, (Antara) - Bupati Lombok Barat Zaini Arony memerintahkan manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju menghentikan pungutan liar berupa uang jaminan sebesar Rp700 ribu bagi pasien yang belum memiliki kartu jaminan sosial kesehatan karena menyalahi ketentuan.
"Saya akan cek. Apabila itu benar terjadi itu artinya telah menyalahi ketentuan yang kita buat sendiri. Tidak boleh ada uang jaminan, apalagi sekarang dalam rangka peningkatan pelayanan publik," katanya di Lombok Barat, Sabtu.
Perintah itu langsung disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tripat drg Hj Ni Made Ambaryati, pada saat peluncuran tiga Peraturan Bupati (Perbup) tentang Peningkatan Pelayanan Publik, di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Gunungsari.
Instruksi itu didengar langsung Kepala Perwakilan Ombudsman Nusa Tenggara Barat (NTB) Adhar Hakim.
Bupati Zaini Arony, juga meminta agar masalah pungutan berupa uang jaminan dari pasien yang belum memiliki kartu jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan diusut tuntas. Jika itu dilakukan di level staf rumah sakit maka harus diberikan sanksi tegas.
"Jadi saya minta ini dianggap serius. Harus dicari siapa oknumnya. Dan saya minta kepada masyarakat yang mengeluhkan atau komplain memberikan data yang jelas. Saya jamin akan ditindaklanjuti," ujarnya.
Tidak saja di bidang pelayanan kesehatan, kata dia, tapi juga terkait dengan dunia pendidikan.
Zaini juga meminta kepada masyarakat untuk mengikuti prosedur dan ketentuan yang ada. "Apabila ketentuan itu sudah terpenuhi, namun masih ada hal-hal yang dicari-cari dan itu menyangkut tambahan keuangan tentu kami akan segera menindaklanjuti dalam bentuk sanksi tegas," katanya.
Direktur RSUD Tripat Hj drg Ni Made Ambaryati, mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan terkait uang jaminan bagi masyarakat yang belum memiliki kartu jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
"Nanti kami cek. Kami sudah larang tidak ada lagi jaminan-jaminan," katanya.
Menanggapi masalah tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman NTB Adhar Hakim, menegaskan bahwa dalam memberikan pelayanan di rumah sakit pemerintah tidak boleh ada sistem uang jaminan karena itu hanya ada di lembaga perbankan.
"Kalau ada praktik semacam itu saya minta direktur untuk periksa lagi karena tidak boleh," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, masyarakat juga harus seimbang, bahwa program BPJS Kesehatan berlaku ketentuan edua belah pihak, yakni pasien dan rumah sakit pemerintah harus memenuhi kewajiban dan haknya masing-masing.
Untuk masyarakat sudah diberikan hak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program BPJS Kesehatan dalam waktu 3X24 jam. Tapi dalam proses pengurusannya tidak boleh ada semacam uang jaminan.
Untuk itu, Adhar mendorong manajemen RSUD Tripat membenahi sistem dan tidak boleh lagi ada pungutan uang jaminan karena rumah sakit bukan lembaga perbankan tetapi tempat pelayanan jasa kesehatan bagi masyarakat semua kalangan.
Ombudsman NTB juga meminta agar pihak RSUD Tripat menyiapkan sarana pengaduan untuk mempermudah masyarakat menyampaikan keluhan terhadap kualitas pelayanan. Selama ini, masyarakat banyak yang tidak tahu harus mengadu kemana.
"Kami akan terus dampingi untuk melakukan pembenahan karena prinsipnya tidak boleh ada uang jaminan," kata Adhar Hakim.
"Saya akan cek. Apabila itu benar terjadi itu artinya telah menyalahi ketentuan yang kita buat sendiri. Tidak boleh ada uang jaminan, apalagi sekarang dalam rangka peningkatan pelayanan publik," katanya di Lombok Barat, Sabtu.
Perintah itu langsung disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tripat drg Hj Ni Made Ambaryati, pada saat peluncuran tiga Peraturan Bupati (Perbup) tentang Peningkatan Pelayanan Publik, di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Gunungsari.
Instruksi itu didengar langsung Kepala Perwakilan Ombudsman Nusa Tenggara Barat (NTB) Adhar Hakim.
Bupati Zaini Arony, juga meminta agar masalah pungutan berupa uang jaminan dari pasien yang belum memiliki kartu jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan diusut tuntas. Jika itu dilakukan di level staf rumah sakit maka harus diberikan sanksi tegas.
"Jadi saya minta ini dianggap serius. Harus dicari siapa oknumnya. Dan saya minta kepada masyarakat yang mengeluhkan atau komplain memberikan data yang jelas. Saya jamin akan ditindaklanjuti," ujarnya.
Tidak saja di bidang pelayanan kesehatan, kata dia, tapi juga terkait dengan dunia pendidikan.
Zaini juga meminta kepada masyarakat untuk mengikuti prosedur dan ketentuan yang ada. "Apabila ketentuan itu sudah terpenuhi, namun masih ada hal-hal yang dicari-cari dan itu menyangkut tambahan keuangan tentu kami akan segera menindaklanjuti dalam bentuk sanksi tegas," katanya.
Direktur RSUD Tripat Hj drg Ni Made Ambaryati, mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan terkait uang jaminan bagi masyarakat yang belum memiliki kartu jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
"Nanti kami cek. Kami sudah larang tidak ada lagi jaminan-jaminan," katanya.
Menanggapi masalah tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman NTB Adhar Hakim, menegaskan bahwa dalam memberikan pelayanan di rumah sakit pemerintah tidak boleh ada sistem uang jaminan karena itu hanya ada di lembaga perbankan.
"Kalau ada praktik semacam itu saya minta direktur untuk periksa lagi karena tidak boleh," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, masyarakat juga harus seimbang, bahwa program BPJS Kesehatan berlaku ketentuan edua belah pihak, yakni pasien dan rumah sakit pemerintah harus memenuhi kewajiban dan haknya masing-masing.
Untuk masyarakat sudah diberikan hak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program BPJS Kesehatan dalam waktu 3X24 jam. Tapi dalam proses pengurusannya tidak boleh ada semacam uang jaminan.
Untuk itu, Adhar mendorong manajemen RSUD Tripat membenahi sistem dan tidak boleh lagi ada pungutan uang jaminan karena rumah sakit bukan lembaga perbankan tetapi tempat pelayanan jasa kesehatan bagi masyarakat semua kalangan.
Ombudsman NTB juga meminta agar pihak RSUD Tripat menyiapkan sarana pengaduan untuk mempermudah masyarakat menyampaikan keluhan terhadap kualitas pelayanan. Selama ini, masyarakat banyak yang tidak tahu harus mengadu kemana.
"Kami akan terus dampingi untuk melakukan pembenahan karena prinsipnya tidak boleh ada uang jaminan," kata Adhar Hakim.