Mataram (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Nusa Tenggara Barat mendorong agar semua perusahaan pers khususnya di wilayah itu membentuk SOP keselamatan jurnalis saat kerja di lapangan.
Guna meminimalisir terjadinya intimidasi terhadap wartawan saat bekerja. Ketua AJI Mataram, M. Kasim mengatakan masing-masing perusahaan pers harusnya memiliki SOP keselamatan jurnalis saat sedang "live report" maupun melakukan kerja jurnalis di daerah konflik.
"Karena SOP tersebut berfungsi sebagai sarana mitigasi terhadap jurnalis saat menjalankan tugasnya di daerah atau dalam kondisi yang rawan konflik, sehingga sangat penting SOP keselamatan jurnalis yang dimiliki perusahaan pers," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Minggu.
Ia menekankan keselamatan terhadap jurnalis jauh lebih penting, sehingga dengan adanya SOP maka jurnalis dapat mengetahui hal-hal yang harus dilakukan saat siaran langsung atau bertugas di zona konflik atau lokasi yang rawan kekerasan dan intimidasi kepada wartawan.
Ketua AMSI NTB, Hans Bahanan mengatakan SOP keselamatan jurnalis saat bekerja sangat penting dilakukan. Baik AJI dan AMSI NTB akan melakukan advokasi terhadap jurnalis yang mendapatkan intimidasi jika telah bekerja secara profesional sesuai kode etik, namun hanya saja tidak cukup dengan advokasi pasca kejadian, namun juga harus memiliki langkah mitigasi sebelum kejadian tersebut terjadi.
"Jadi tidak cukup dengan hanya mengadvokasi jurnalis sebagai korban, tetapi juga kita ingin ada mitigasi sebelum kejadian, ya melalui mendorong perusahaan pers memiliki SOP keselamatan kerja," ujarnya.
AJI Mataram dan AMSI NTB mendorong perusahaan pers harus mengidentifikasi ketika menugaskan wartawan. Jika liputan bersifat riskan terhadap keselamatan jurnalis, maka harus dipertimbangkan segala keselamatan kerja. Begitu juga dengan wartawan saat meliput di zona konflik, untuk dapat paham peta kondisi daerah tersebut, ke mana lokasi yang aman untuk berlindung dan apa saja yang harus dilakukan saat potensi kekerasan terjadi. "Itu semua dapat diatur melalui SOP keselamatan jurnalis di masing-masing perusahaan pers," katanya.
Seperti diketahui, seorang jurnalis Tribunlombok.com Atina mendapatkan intimidasi dari oknum pegawai kontrak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Bima pada Jumat 10 Maret 2023. Intimidasi bermula saat dia dan rekan jurnalis meliput aksi belasan pegawai kontrak yang merupakan petugas kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Bima saat menggelar aksi menuntut gaji yang belum dibayar selama tiga bulan.
Baca juga: Kemendikbud apresiasi karya jurnalis masuk Cannes Film Festival
Baca juga: Unicef-AJI bangun kepekaan jurnalis peduli anak
Saat akan merekam live report, Atina mendapat intimidasi dari seorang pendemo yang merupakan pegawai kontak DLHK Kota Bima. Pegawai kontrak membentak dia dan hendak merampas alat kerja milik Atina. Meskipun menjelaskan bahwa dia bekerja sebagai jurnalis, pendemo tersebut tidak menggubris.
Baik AJI Mataram dan AMSI NTB mengecam dan menyayangkan kejadian tersebut terjadi, padahal jurnalis telah bekerja sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegaskan setiap orang yang sengaja melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kegiatan jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp500 juta.
Guna meminimalisir terjadinya intimidasi terhadap wartawan saat bekerja. Ketua AJI Mataram, M. Kasim mengatakan masing-masing perusahaan pers harusnya memiliki SOP keselamatan jurnalis saat sedang "live report" maupun melakukan kerja jurnalis di daerah konflik.
"Karena SOP tersebut berfungsi sebagai sarana mitigasi terhadap jurnalis saat menjalankan tugasnya di daerah atau dalam kondisi yang rawan konflik, sehingga sangat penting SOP keselamatan jurnalis yang dimiliki perusahaan pers," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Minggu.
Ia menekankan keselamatan terhadap jurnalis jauh lebih penting, sehingga dengan adanya SOP maka jurnalis dapat mengetahui hal-hal yang harus dilakukan saat siaran langsung atau bertugas di zona konflik atau lokasi yang rawan kekerasan dan intimidasi kepada wartawan.
Ketua AMSI NTB, Hans Bahanan mengatakan SOP keselamatan jurnalis saat bekerja sangat penting dilakukan. Baik AJI dan AMSI NTB akan melakukan advokasi terhadap jurnalis yang mendapatkan intimidasi jika telah bekerja secara profesional sesuai kode etik, namun hanya saja tidak cukup dengan advokasi pasca kejadian, namun juga harus memiliki langkah mitigasi sebelum kejadian tersebut terjadi.
"Jadi tidak cukup dengan hanya mengadvokasi jurnalis sebagai korban, tetapi juga kita ingin ada mitigasi sebelum kejadian, ya melalui mendorong perusahaan pers memiliki SOP keselamatan kerja," ujarnya.
AJI Mataram dan AMSI NTB mendorong perusahaan pers harus mengidentifikasi ketika menugaskan wartawan. Jika liputan bersifat riskan terhadap keselamatan jurnalis, maka harus dipertimbangkan segala keselamatan kerja. Begitu juga dengan wartawan saat meliput di zona konflik, untuk dapat paham peta kondisi daerah tersebut, ke mana lokasi yang aman untuk berlindung dan apa saja yang harus dilakukan saat potensi kekerasan terjadi. "Itu semua dapat diatur melalui SOP keselamatan jurnalis di masing-masing perusahaan pers," katanya.
Seperti diketahui, seorang jurnalis Tribunlombok.com Atina mendapatkan intimidasi dari oknum pegawai kontrak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Bima pada Jumat 10 Maret 2023. Intimidasi bermula saat dia dan rekan jurnalis meliput aksi belasan pegawai kontrak yang merupakan petugas kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Bima saat menggelar aksi menuntut gaji yang belum dibayar selama tiga bulan.
Baca juga: Kemendikbud apresiasi karya jurnalis masuk Cannes Film Festival
Baca juga: Unicef-AJI bangun kepekaan jurnalis peduli anak
Saat akan merekam live report, Atina mendapat intimidasi dari seorang pendemo yang merupakan pegawai kontak DLHK Kota Bima. Pegawai kontrak membentak dia dan hendak merampas alat kerja milik Atina. Meskipun menjelaskan bahwa dia bekerja sebagai jurnalis, pendemo tersebut tidak menggubris.
Baik AJI Mataram dan AMSI NTB mengecam dan menyayangkan kejadian tersebut terjadi, padahal jurnalis telah bekerja sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegaskan setiap orang yang sengaja melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kegiatan jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp500 juta.