Mataram (ANTARA) - Terdakwa M. Tayeb yang terlibat dalam perkara korupsi penyaluran bantuan sarana produksi (saprodi) dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016 oleh Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima mengungkap adanya dokumen pengiriman uang ke Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri.
Terdakwa mengungkap adanya bukti pengiriman uang ke Bupati Bima itu melalui penasihat hukum, Aan Ramadhan dalam sidang pemeriksaan saksi bernama Abdul Rauf di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Senin.
Baca juga: Bupati Bima tantang terdakwa ungkap bukti terima Rp250 juta di persidangan
Baca juga: Siap jadi "JC" kasus Saprodi Bima, Muhammad akan bongkar fakta lain aliran Rp250 juta ke bupati
Aan mengungkap adanya dokumen tersebut dengan turut mempertanyakan saksi Abdul Rauf perihal keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan jaksa.
"Apakah saudara saksi pernah ditunjukkan dokumen surat dengan judul daftar harga barang dan dana kiriman yang di transfer dari perusahaan penyedia saprodi CV Mitra Agro Santosa ke sejumlah pihak," kata Aan dalam sidang yang berlangsung hingga Senin petang.
Aan pun meyakinkan saksi Abdul Rauf yang merupakan mantan Kepala Desa Tonda tersebut dengan membacakan secara lengkap keterangan BAP nomor 37.
Dalam rincian BAP, Aan memaparkan bahwa pada 16 September 2016, dengan nominal Rp100 juta terdakwa Muhammad dan Nurmayangsari menyerahkan uang kepada Abdul Rauf untuk saudara Hj. Indah Dhamayanti Putri (Bupati Bima).
Selanjutnya, pengiriman yang sama pada 28 Oktober 2016 dengan nominal Rp50 juta dan terakhir pada tanggal yang tidak ada tertera dalam daftar sebesar Rp100 juta.
"Jadi, dengan total kiriman Rp250 juta ke Hj. Indah Dhamayanti Putri, saudara saksi mengetahuinya?," ujar dia.
Abdul Rauf pun menjawab di hadapan majelis hakim dengan meyakinkan dirinya hanya sebatas pernah menandatangani surat dari CV Mitra Agro Santosa yang tidak ada isi sesuai yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa M. Tayeb.
"Iya saya ada menandatangani, tetapi tidak ada isinya, kosong. Saya tidak pernah menerima dan melihat uang yang di transfer itu," kata Abdul Rauf.
Mantan kades yang dihadirkan oleh penuntut umum sebagai pihak yang mendapat surat tugas pengawasan dan penagihan pembayaran saprodi dari CV Mitra Agro Santosa itu pun menyatakan surat kosong itu datang dari seorang bernama Muammar.
"Saya hanya disuruh tanda tangan sama Pak Muammar dari CV Mitra Agro Santosa. Katanya hanya untuk pertanggungjawaban perusahaan," ujarnya.
Hakim yang menanggapi hal itu awalnya mempertanyakan keabsahan dari dokumen tersebut kepada penasihat hukum terdakwa M. Tayeb dengan meminta menunjukkan bukti dokumen tersebut ke hadapan majelis.
Kepada hakim, Aan menjawab bahwa pihaknya mendapatkan dokumen tersebut dari terdakwa M. Tayeb melalui terdakwa Nurmayangsari.
Dalam dokumen tersebut, saksi Abdul Rauf membubuhkan tanda tangan bersama Subagyono, Jabir Sudewo, dan terdakwa Muhammad.
Dalam perkara ini, Muhamamad, M. Tayeb, dan Nur Mayangsari didakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Dalam dakwaan, jaksa menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Program dana bantuan saprodi cetak sawah baru tahun anggaran 2016 ini berasal dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Negara menyalurkan anggaran Rp14,4 miliar kepada 241 kelompok tani di Kabupaten Bima. Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing kelompok tani.
Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada kelompok tani ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi masing-masing. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing kelompok tani itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb tanpa adanya nota penyerahan.
Setelah uang terkumpul dari kelompok tani, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.
Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.
Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.
Namun, dari daftar pembelian, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.
Jaksa pun menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.
Terdakwa mengungkap adanya bukti pengiriman uang ke Bupati Bima itu melalui penasihat hukum, Aan Ramadhan dalam sidang pemeriksaan saksi bernama Abdul Rauf di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Senin.
Baca juga: Bupati Bima tantang terdakwa ungkap bukti terima Rp250 juta di persidangan
Baca juga: Siap jadi "JC" kasus Saprodi Bima, Muhammad akan bongkar fakta lain aliran Rp250 juta ke bupati
Aan mengungkap adanya dokumen tersebut dengan turut mempertanyakan saksi Abdul Rauf perihal keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan jaksa.
"Apakah saudara saksi pernah ditunjukkan dokumen surat dengan judul daftar harga barang dan dana kiriman yang di transfer dari perusahaan penyedia saprodi CV Mitra Agro Santosa ke sejumlah pihak," kata Aan dalam sidang yang berlangsung hingga Senin petang.
Aan pun meyakinkan saksi Abdul Rauf yang merupakan mantan Kepala Desa Tonda tersebut dengan membacakan secara lengkap keterangan BAP nomor 37.
Dalam rincian BAP, Aan memaparkan bahwa pada 16 September 2016, dengan nominal Rp100 juta terdakwa Muhammad dan Nurmayangsari menyerahkan uang kepada Abdul Rauf untuk saudara Hj. Indah Dhamayanti Putri (Bupati Bima).
Selanjutnya, pengiriman yang sama pada 28 Oktober 2016 dengan nominal Rp50 juta dan terakhir pada tanggal yang tidak ada tertera dalam daftar sebesar Rp100 juta.
"Jadi, dengan total kiriman Rp250 juta ke Hj. Indah Dhamayanti Putri, saudara saksi mengetahuinya?," ujar dia.
Abdul Rauf pun menjawab di hadapan majelis hakim dengan meyakinkan dirinya hanya sebatas pernah menandatangani surat dari CV Mitra Agro Santosa yang tidak ada isi sesuai yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa M. Tayeb.
"Iya saya ada menandatangani, tetapi tidak ada isinya, kosong. Saya tidak pernah menerima dan melihat uang yang di transfer itu," kata Abdul Rauf.
Mantan kades yang dihadirkan oleh penuntut umum sebagai pihak yang mendapat surat tugas pengawasan dan penagihan pembayaran saprodi dari CV Mitra Agro Santosa itu pun menyatakan surat kosong itu datang dari seorang bernama Muammar.
"Saya hanya disuruh tanda tangan sama Pak Muammar dari CV Mitra Agro Santosa. Katanya hanya untuk pertanggungjawaban perusahaan," ujarnya.
Hakim yang menanggapi hal itu awalnya mempertanyakan keabsahan dari dokumen tersebut kepada penasihat hukum terdakwa M. Tayeb dengan meminta menunjukkan bukti dokumen tersebut ke hadapan majelis.
Kepada hakim, Aan menjawab bahwa pihaknya mendapatkan dokumen tersebut dari terdakwa M. Tayeb melalui terdakwa Nurmayangsari.
Dalam dokumen tersebut, saksi Abdul Rauf membubuhkan tanda tangan bersama Subagyono, Jabir Sudewo, dan terdakwa Muhammad.
Dalam perkara ini, Muhamamad, M. Tayeb, dan Nur Mayangsari didakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Dalam dakwaan, jaksa menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Program dana bantuan saprodi cetak sawah baru tahun anggaran 2016 ini berasal dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Negara menyalurkan anggaran Rp14,4 miliar kepada 241 kelompok tani di Kabupaten Bima. Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing kelompok tani.
Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada kelompok tani ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi masing-masing. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing kelompok tani itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb tanpa adanya nota penyerahan.
Setelah uang terkumpul dari kelompok tani, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.
Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.
Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.
Namun, dari daftar pembelian, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.
Jaksa pun menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.