Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan proyek reklamasi tambang nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, karena tidak memiliki izin resmi.
"Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, PT BTII diduga melakukan pembangunan jetty atau dermaga tambang nikel tanpa Izin Reklamasi dan tanpa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL)," ujar Direktur Jenderal PSDKP KKP Adin Nurawaluddin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Adin menjelaskan bahwa tindakan tegas tersebut dilaksanakan untuk memastikan kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan dan kesehatan ekologi pesisir. Dalam proses penghentian kegiatan ini, pihak KKP juga melibatkan pemerintah daerah setempat.
Dengan penghentian kegiatan ini, PT BTII diminta untuk mengurus dokumen Perizinan Reklamasi dan PKKPRL di KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, serta memenuhi denda administratif sebelum kegiatan operasional usahanya dilanjutkan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan (PPSDK), Halid K. Jusuf, menyampaikan bahwa Ditjen PSDKP terus melaksanakan penertiban terutama yang berkaitan dengan kepatuhan dalam pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Baca juga: Ekonomi biru tumbuhkan industri hilirisasi sektor perikanan
Baca juga: KKP tingkatkan kompetensi pengajar "training of trainers"
“Salah satu poin yang diatur dan kami kawal adalah Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang mana reklamasi masuk dalam kategori risiko tinggi. Sehingga seluruh aktivitas yang memanfaatkan ruang laut harus memiliki PKKPRL," terang Halid.
Sebagai informasi, PT BTII dalam hal ini telah melanggar Pasal 18 Angka 12, Angka 17 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko jo. Pasal 101 ayat (3), Pasal 188, Pasal 195. Serta Pasal 196 PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang jo. Pasal 15 Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, PT BTII diduga melakukan pembangunan jetty atau dermaga tambang nikel tanpa Izin Reklamasi dan tanpa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL)," ujar Direktur Jenderal PSDKP KKP Adin Nurawaluddin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Adin menjelaskan bahwa tindakan tegas tersebut dilaksanakan untuk memastikan kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan dan kesehatan ekologi pesisir. Dalam proses penghentian kegiatan ini, pihak KKP juga melibatkan pemerintah daerah setempat.
Dengan penghentian kegiatan ini, PT BTII diminta untuk mengurus dokumen Perizinan Reklamasi dan PKKPRL di KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, serta memenuhi denda administratif sebelum kegiatan operasional usahanya dilanjutkan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan (PPSDK), Halid K. Jusuf, menyampaikan bahwa Ditjen PSDKP terus melaksanakan penertiban terutama yang berkaitan dengan kepatuhan dalam pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Baca juga: Ekonomi biru tumbuhkan industri hilirisasi sektor perikanan
Baca juga: KKP tingkatkan kompetensi pengajar "training of trainers"
“Salah satu poin yang diatur dan kami kawal adalah Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang mana reklamasi masuk dalam kategori risiko tinggi. Sehingga seluruh aktivitas yang memanfaatkan ruang laut harus memiliki PKKPRL," terang Halid.
Sebagai informasi, PT BTII dalam hal ini telah melanggar Pasal 18 Angka 12, Angka 17 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko jo. Pasal 101 ayat (3), Pasal 188, Pasal 195. Serta Pasal 196 PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang jo. Pasal 15 Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.