Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial menaruh perhatian serius terhadap kasus rudapaksa terhadap 15 santriwati salah satu pondok pesantren di Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah.
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak dan Sentra Terpadu Kartini telah melakukan asesmen komprehensif kepada para korban. Tim Kementerian Sosial juga melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah daerah, penegak hukum hingga tim kesehatan.
Kepala Sentra Terpadu Kartini, Iyan Kusmadiana dalam keterangan di Jakarta, Sabtu, mengatakan koordinasi itu dilakukan untuk memberikan hak-hak korban, yaitu perlindungan dan keadilan secara hukum, kesehatan, baik fisik maupun psikis hingga keberlanjutan pendidikan.
"Kementerian Sosial juga melakukan penanganan psikologis secara intensif berupa trauma healing, dinamika kelompok, konseling dan hipnoterapi untuk membantu mengeluarkan emosi negatif, stabilisasi emosi dan penguatan kondisi psikologis korban. Korban juga diberi edukasi cara menghindari kekerasan agar tidak terulang," kata Iyan.
Selain fokus terhadap penanganan korban, Kementerian Sosial juga memberikan perhatian kepada keluarga korban. Dukungan penguatan psikososial diberikan kepada keluarga korban berupa konseling dan edukasi pengasuhan anak ke depan.
Kementerian Sosial juga menyalurkan bantuan asistensi rehabilitasi sosial kepada para korban untuk pemenuhan hidup layak.
Bantuan itu berupa sembako (beras, telur, minyak, sarden), nutrisi (susu, vitamin, biskuit, madu, kacang hijau, gula merah), perlengkapan kebersihan, perlengkapan sekolah (buku tulis, pulpen, buku gambar, pensil warna, tas, sepatu), pakaian, dan buku catatan diri.
Bagi dua korban usia dewasa, Kementerian Sosial melakukan asesmen kewirausahaan untuk menyiapkan mereka mengikuti pelatihan vokasional menjahit di Sentra Terpadu Kartini. Ke depan, mereka akan diberikan bantuan satu set alat jahit untuk mengembangkan usaha tersebut.
Baca juga: Mensos arahkan dua anak berkebutuhan medis dirujuk pelayanan ke Sentra Kemensos
Baca juga: Mensos paparkan penurunan anggaran 2023 berdampak target program
Kementerian Sosial bersama pemerintah daerah, pendamping, dan pihak-pihak terkait terus memonitor kondisi psikologis korban guna memastikan korban tetap melanjutkan pendidikan, memonitor proses hukum, dan mendorong pemberdayaan bagi korban usia dewasa.
Kepala Sentra Terpadu Kartini, Iyan Kusmadiana dalam keterangan di Jakarta, Sabtu, mengatakan koordinasi itu dilakukan untuk memberikan hak-hak korban, yaitu perlindungan dan keadilan secara hukum, kesehatan, baik fisik maupun psikis hingga keberlanjutan pendidikan.
"Kementerian Sosial juga melakukan penanganan psikologis secara intensif berupa trauma healing, dinamika kelompok, konseling dan hipnoterapi untuk membantu mengeluarkan emosi negatif, stabilisasi emosi dan penguatan kondisi psikologis korban. Korban juga diberi edukasi cara menghindari kekerasan agar tidak terulang," kata Iyan.
Selain fokus terhadap penanganan korban, Kementerian Sosial juga memberikan perhatian kepada keluarga korban. Dukungan penguatan psikososial diberikan kepada keluarga korban berupa konseling dan edukasi pengasuhan anak ke depan.
Kementerian Sosial juga menyalurkan bantuan asistensi rehabilitasi sosial kepada para korban untuk pemenuhan hidup layak.
Bantuan itu berupa sembako (beras, telur, minyak, sarden), nutrisi (susu, vitamin, biskuit, madu, kacang hijau, gula merah), perlengkapan kebersihan, perlengkapan sekolah (buku tulis, pulpen, buku gambar, pensil warna, tas, sepatu), pakaian, dan buku catatan diri.
Bagi dua korban usia dewasa, Kementerian Sosial melakukan asesmen kewirausahaan untuk menyiapkan mereka mengikuti pelatihan vokasional menjahit di Sentra Terpadu Kartini. Ke depan, mereka akan diberikan bantuan satu set alat jahit untuk mengembangkan usaha tersebut.
Baca juga: Mensos arahkan dua anak berkebutuhan medis dirujuk pelayanan ke Sentra Kemensos
Baca juga: Mensos paparkan penurunan anggaran 2023 berdampak target program
Kementerian Sosial bersama pemerintah daerah, pendamping, dan pihak-pihak terkait terus memonitor kondisi psikologis korban guna memastikan korban tetap melanjutkan pendidikan, memonitor proses hukum, dan mendorong pemberdayaan bagi korban usia dewasa.