Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri Lombok Tengah menyerahkan berkas penyidikan kasus korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Lombok Tengah Cabang Batukliang yang diduga melibatkan seorang oknum polisi berinisial IMS ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat.
"Penyidikan kasus yang melibatkan IMS ini sudah kami serahkan ke Polda NTB pada Selasa (2/5) kemarin. Langsung ke krimsus," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Tengah Hari Bratha Hariputra yang ditemui di Mataram, Kamis.
Alasan pihak kejaksaan menyerahkan berkas penyidikan kasus ini ke Polda NTB karena korban seluruhnya berasal dari anggota kepolisian.
"Makanya dialihkan untuk mempermudah saja," ujar dia.
Meskipun penyidikan kasus IMS berlanjut di kepolisian, pihak kejaksaan tetap punya andil dalam proses penelitian berkas dan penuntutan di persidangan.
"Jadi, mereka yang sidik. Nantinya kami yang menyidangkan," ucapnya.
Pihak kejaksaan dalam kasus ini sebelumnya telah mengungkap peran dua orang yang bertanggung jawab dari adanya kerugian negara Rp2,38 miliar.
Keduanya adalah Jauhari, mantan "account officer" yang bertanggung jawab atas pengelolaan pembukuan keuangan dan kepala pemasaran Agus Fanahesa.
Proses hukum keduanya pun kini tengah berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Dari putusan pengadilan tingkat pertama, Jauhari dan Agus Fanahesa divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim pun dalam putusan menetapkan untuk tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada keduanya, melainkan kepada IMS. Dengan adanya penetapan demikian, hakim pun meminta pihak kejaksaan untuk segera meningkatkan status penanganan penyidikan IMS ke tahap penuntutan.
Namun, dari putusan pengadilan tingkat pertama itu, pihak kejaksaan mengajukan upaya hukum banding dengan alasan keduanya turut menikmati kerugian negara masing-masing Rp1 juta sesuai dengan tuntutan.
Dari proses persidangan di tingkat banding Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada Jauhari dan Agus Fanahesa.
Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan pertimbangan hakim pengadilan tingkat pertama bahwa yang bertanggung jawab atas pengembalian uang pengganti adalah I Made Sudarmaya yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Dengan putusan demikian, pihak kejaksaan pun kembali mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.
Jaksa dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Jauhari menjelaskan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama untuk 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menguraikan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
IMS yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.
"Penyidikan kasus yang melibatkan IMS ini sudah kami serahkan ke Polda NTB pada Selasa (2/5) kemarin. Langsung ke krimsus," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Tengah Hari Bratha Hariputra yang ditemui di Mataram, Kamis.
Alasan pihak kejaksaan menyerahkan berkas penyidikan kasus ini ke Polda NTB karena korban seluruhnya berasal dari anggota kepolisian.
"Makanya dialihkan untuk mempermudah saja," ujar dia.
Meskipun penyidikan kasus IMS berlanjut di kepolisian, pihak kejaksaan tetap punya andil dalam proses penelitian berkas dan penuntutan di persidangan.
"Jadi, mereka yang sidik. Nantinya kami yang menyidangkan," ucapnya.
Pihak kejaksaan dalam kasus ini sebelumnya telah mengungkap peran dua orang yang bertanggung jawab dari adanya kerugian negara Rp2,38 miliar.
Keduanya adalah Jauhari, mantan "account officer" yang bertanggung jawab atas pengelolaan pembukuan keuangan dan kepala pemasaran Agus Fanahesa.
Proses hukum keduanya pun kini tengah berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Dari putusan pengadilan tingkat pertama, Jauhari dan Agus Fanahesa divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim pun dalam putusan menetapkan untuk tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada keduanya, melainkan kepada IMS. Dengan adanya penetapan demikian, hakim pun meminta pihak kejaksaan untuk segera meningkatkan status penanganan penyidikan IMS ke tahap penuntutan.
Namun, dari putusan pengadilan tingkat pertama itu, pihak kejaksaan mengajukan upaya hukum banding dengan alasan keduanya turut menikmati kerugian negara masing-masing Rp1 juta sesuai dengan tuntutan.
Dari proses persidangan di tingkat banding Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada Jauhari dan Agus Fanahesa.
Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan pertimbangan hakim pengadilan tingkat pertama bahwa yang bertanggung jawab atas pengembalian uang pengganti adalah I Made Sudarmaya yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Dengan putusan demikian, pihak kejaksaan pun kembali mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.
Jaksa dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Jauhari menjelaskan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama untuk 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menguraikan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
IMS yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.