Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat mewajibkan balita stunting dengan komplikasi dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan intervensi dan pemeriksaan rutin tentang pertumbuhannya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr Usman Hadi di Mataram, Selasa, mengatakan hal itu sebagai salah satu upaya penanganan kasus balita kekerdilan dengan komplikasi di daerah setempat.
"Kami sudah sepakat dengan para ahli gizi, bahwa setiap balita kerdil usia 6-12 bulan dan 12-24 bulan harus dirujuk ke rumah sakit untuk intervensi tambahan makanan serta gizi," katanya.
Namun demikian, katanya, balita tengkes yang wajib dirujuk itu, mereka dengan komplikasi kurus dan gizi kurang. Jumlahnya sekitar 600 anak dari 3.999 kasus balita kekerdilan di Kota Mataram atau sekitar 15,66 persen.
Usman mengatakan kebijakan merujuk balita stunting dengan komplikasi tersebut agar dapat dilakukan pemantauan pertumbuhan, perkembangan, dan gangguan tumbuh kembang anak lebih maksimal.
"Dari 3.999 anak yang masuk kategori stunting, hanya 600 anak perlu penanganan intensif dan dirujuk ke rumah sakit. Sisanya sekitar 70 persen sehat hanya saja kurang tinggi," katanya.
Dinkes Kota Mataram juga sedang menyiapkan program pemberian susu dengan protein tinggi bagi 600 balita stunting yang disertai komplikasi.
Untuk pembelian susu itu, Dinkes mendapatkan bantuan anggaran Rp1 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2023 dan ditargetkan pada Juni atau paling lambat awal Juli 2023, program pemberian susu bagi 600 balita tengkes akan terlaksana.
"Untuk jenis susunya belum kami tahu, yang jelas susu yang direkomendasikan oleh ahli gizi anak dan dokter spesialis anak memiliki kandungan protein tinggi dan mempercepat tumbuh kembang anak," katanya.
Susu itu, katanya, nantinya dibagikan melalui 11 puskesmas di Kota Mataram, dengan mengundang orang tua yang memiliki balita stunting. Satu minggu kemudian akan dievaluasi secara berkala selama program pemberian bantuan susu pada 2023.
"Kita harapkan, melalui program ini target penurunan angka stunting di Kota Mataram menjadi 14 persen bisa tercapai," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr Usman Hadi di Mataram, Selasa, mengatakan hal itu sebagai salah satu upaya penanganan kasus balita kekerdilan dengan komplikasi di daerah setempat.
"Kami sudah sepakat dengan para ahli gizi, bahwa setiap balita kerdil usia 6-12 bulan dan 12-24 bulan harus dirujuk ke rumah sakit untuk intervensi tambahan makanan serta gizi," katanya.
Namun demikian, katanya, balita tengkes yang wajib dirujuk itu, mereka dengan komplikasi kurus dan gizi kurang. Jumlahnya sekitar 600 anak dari 3.999 kasus balita kekerdilan di Kota Mataram atau sekitar 15,66 persen.
Usman mengatakan kebijakan merujuk balita stunting dengan komplikasi tersebut agar dapat dilakukan pemantauan pertumbuhan, perkembangan, dan gangguan tumbuh kembang anak lebih maksimal.
"Dari 3.999 anak yang masuk kategori stunting, hanya 600 anak perlu penanganan intensif dan dirujuk ke rumah sakit. Sisanya sekitar 70 persen sehat hanya saja kurang tinggi," katanya.
Dinkes Kota Mataram juga sedang menyiapkan program pemberian susu dengan protein tinggi bagi 600 balita stunting yang disertai komplikasi.
Untuk pembelian susu itu, Dinkes mendapatkan bantuan anggaran Rp1 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2023 dan ditargetkan pada Juni atau paling lambat awal Juli 2023, program pemberian susu bagi 600 balita tengkes akan terlaksana.
"Untuk jenis susunya belum kami tahu, yang jelas susu yang direkomendasikan oleh ahli gizi anak dan dokter spesialis anak memiliki kandungan protein tinggi dan mempercepat tumbuh kembang anak," katanya.
Susu itu, katanya, nantinya dibagikan melalui 11 puskesmas di Kota Mataram, dengan mengundang orang tua yang memiliki balita stunting. Satu minggu kemudian akan dievaluasi secara berkala selama program pemberian bantuan susu pada 2023.
"Kita harapkan, melalui program ini target penurunan angka stunting di Kota Mataram menjadi 14 persen bisa tercapai," katanya.