Mataram (ANTARA) - Mantan Bupati Lombok Tengah Suhaili dan Wakil Bupati Lombok Tengah H.M. Nursiah membantah menerima aliran uang dari pengelolaan dana badan layanan umum daerah (BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Nusa Tenggara Barat, periode 2017 sampai dengan 2020.
"Tidak ada saya terima," kata Nursiah menjawab pertanyaan Hakim Ketua Mukhlassudin yang menyidangkan perkara korupsi dana BLUD untuk terdakwa dr. Muzakir Langkir, mantan Direktur RSUD Praya di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Jumat.
Ketua majelis yang melayangkan pertanyaan dengan menegaskan kembali bahwa Nursiah sebagai saksi memberikan keterangan di bawah sumpah tersebut turut mendapatkan jawaban dari Suhaili, mantan Bupati Lombok Tengah, yang turut hadir sebagai saksi di persidangan.
"Sama sekali tidak ada saya terima," ujar Suhaili.
Hakim mempertanyakan hal tersebut karena dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terdakwa Langkir terdapat pernyataan demikian, yakni adanya setoran dana BLUD yang masuk ke kantong Bupati Lombok Tengah saat itu, Suhaili.
Lebih lanjut, Nursiah yang hadir menjadi saksi saat menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Tengah tersebut menjelaskan bahwa dalam persoalan BLUD dirinya mendapatkan tugas sebagai Ketua Dewan Pengawas BLUD pada RSUD Praya.
"Tugas saya mengawasi penggunaan dana BLUD ini," kata Nursiah.
Sebagai pengawas, dia mengaku kerap bertanya kepada terdakwa Langkir terkait dengan pengelolaan dana BLUD.
Dari laporan tahunan, Nursiah mengatakan bahwa tidak ada temuan penyimpangan anggaran.
Oleh karena itu, terkait dengan dugaan penggelembungan harga dalam pengadaan barang kebutuhan rumah sakit, Nursiah mengaku tidak mengetahuinya.
"Tidak tahu kalau sampai akhirnya ada muncul persoalan mark-up (penggelembungan harga)," ujarnya.
Wakil Bupati Lombok Tengah yang kini berpasangan dengan Lalu Pathul Bahri tersebut pun mengaku dalam laporan tahunan dana BLUD pernah terjadi defisit anggaran.
"Namun, saat itu kami cari jalan keluar terkait dengan defisit itu. Kami bahas bersama dengan Bupati (Suhaili)," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa dirinya sebagai ketua dewan pengawas dana BLUD secara rutin meneruskan laporan tahunan kepada Bupati Lombok Tengah.
"Jadi, laporan yang saya terima, tetap saya berikan kepada Bupati," katanya.
Sementara itu, Suhaili saat menjabat Bupati Lombok Tengah mengaku tidak mengetahui secara teknis mengenai pengelolaan dana BLUD. Dia hanya menerima laporan dari sekda.
"Selama saya menerima laporan tidak ada temuan," ujar Suhaili.
Begitu juga terkait dengan dugaan mark-up harga barang kebutuhan rumah sakit, Suhaili mengaku tidak mengetahuinya.
"Saya tidak tahu proses pengadaan karena secara teknis saya tidak terlibat langsung dalam pengelolaan. Saya hanya menekankan bagaimana cara memberikan pelayanan terbaik di rumah sakit, itu saja," kata dia.
Mendengar keterangan Suhaili dan Nursiah, Langkir sempat ingin memberikan tanggapan. Namun, hakim menyarankan dia untuk menyampaikan tanggapan tersebut pada agenda pemeriksaan terdakwa.
Usai mendengar saran hakim, Langkir dalam kesempatan untuk bertanya kepada saksi menyatakan dirinya cukup dalam agenda sidang tersebut.
"Tidak ada saya terima," kata Nursiah menjawab pertanyaan Hakim Ketua Mukhlassudin yang menyidangkan perkara korupsi dana BLUD untuk terdakwa dr. Muzakir Langkir, mantan Direktur RSUD Praya di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Jumat.
Ketua majelis yang melayangkan pertanyaan dengan menegaskan kembali bahwa Nursiah sebagai saksi memberikan keterangan di bawah sumpah tersebut turut mendapatkan jawaban dari Suhaili, mantan Bupati Lombok Tengah, yang turut hadir sebagai saksi di persidangan.
"Sama sekali tidak ada saya terima," ujar Suhaili.
Hakim mempertanyakan hal tersebut karena dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terdakwa Langkir terdapat pernyataan demikian, yakni adanya setoran dana BLUD yang masuk ke kantong Bupati Lombok Tengah saat itu, Suhaili.
Lebih lanjut, Nursiah yang hadir menjadi saksi saat menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Tengah tersebut menjelaskan bahwa dalam persoalan BLUD dirinya mendapatkan tugas sebagai Ketua Dewan Pengawas BLUD pada RSUD Praya.
"Tugas saya mengawasi penggunaan dana BLUD ini," kata Nursiah.
Sebagai pengawas, dia mengaku kerap bertanya kepada terdakwa Langkir terkait dengan pengelolaan dana BLUD.
Dari laporan tahunan, Nursiah mengatakan bahwa tidak ada temuan penyimpangan anggaran.
Oleh karena itu, terkait dengan dugaan penggelembungan harga dalam pengadaan barang kebutuhan rumah sakit, Nursiah mengaku tidak mengetahuinya.
"Tidak tahu kalau sampai akhirnya ada muncul persoalan mark-up (penggelembungan harga)," ujarnya.
Wakil Bupati Lombok Tengah yang kini berpasangan dengan Lalu Pathul Bahri tersebut pun mengaku dalam laporan tahunan dana BLUD pernah terjadi defisit anggaran.
"Namun, saat itu kami cari jalan keluar terkait dengan defisit itu. Kami bahas bersama dengan Bupati (Suhaili)," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa dirinya sebagai ketua dewan pengawas dana BLUD secara rutin meneruskan laporan tahunan kepada Bupati Lombok Tengah.
"Jadi, laporan yang saya terima, tetap saya berikan kepada Bupati," katanya.
Sementara itu, Suhaili saat menjabat Bupati Lombok Tengah mengaku tidak mengetahui secara teknis mengenai pengelolaan dana BLUD. Dia hanya menerima laporan dari sekda.
"Selama saya menerima laporan tidak ada temuan," ujar Suhaili.
Begitu juga terkait dengan dugaan mark-up harga barang kebutuhan rumah sakit, Suhaili mengaku tidak mengetahuinya.
"Saya tidak tahu proses pengadaan karena secara teknis saya tidak terlibat langsung dalam pengelolaan. Saya hanya menekankan bagaimana cara memberikan pelayanan terbaik di rumah sakit, itu saja," kata dia.
Mendengar keterangan Suhaili dan Nursiah, Langkir sempat ingin memberikan tanggapan. Namun, hakim menyarankan dia untuk menyampaikan tanggapan tersebut pada agenda pemeriksaan terdakwa.
Usai mendengar saran hakim, Langkir dalam kesempatan untuk bertanya kepada saksi menyatakan dirinya cukup dalam agenda sidang tersebut.