Mataram (ANTARA) - Tim Subsatuan Tugas Daerah (Subsatgasda) Bidang Penindakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polda Nusa Tenggara Barat berhasil menggagalkan aksi perekrutan 13 calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara nonprosedural.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Teddy Ristiawan di Mataram, Senin, mengatakan bahwa pihaknya menggagalkan aksi tersebut berkat tindak lanjut laporan salah seorang korban yang berhasil kabur dari lokasi penampungan di wilayah Jakarta.

"Jadi, setelah tiga bulan di penampungan tidak juga mendapat kejelasan kapan akan berangkat ke luar negeri, pelapor bersama tiga korban lainnya yang sudah tidak mempunyai uang untuk biaya hidup di Jakarta ini memilih pulang ke Lombok dan melapor kepada kami," kata Teddy.

Dari laporan polisi pada 8 Juni 2023 tersebut, lanjut dia, Tim Subsatgasda TPPO Polda NTB melakukan penyelidikan hingga berhasil mengungkap peran dua tersangka berinisial SR dan HW.

"Kepada kedua tersangka, kami sudah melakukan penahanan dan saat ini proses penyidikan sedang berjalan," ucap dia.

Oleh karena itu, dalam perkara ini penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 10 dan/atau Pasal 11 juncto Pasal 2 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Dalam penanganan hukum ini, lanjut Teddy, pihak kepolisian turut melakukan aksi penggerebekan di lokasi penampungan di Jakarta.

"Saat tim kami melakukan penggerebekan itu ditemukan 9 korban (CPMI) lainnya yang sedang mendapat pengarahan dari tersangka," ujarnya.

Dengan adanya pengungkapan tersebut, dia meyakinkan bahwa pihaknya melalui Tim Subsatgasda Bidang Rehabilitasi TPPO Polda NTB telah mengamankan dan mendampingi para korban.


Lebih lanjut, dia menjelaskan perihal peran dari masing-masing tersangka. Untuk tersangka SR, berperan sebagai pimpinan lembaga pelatihan kerja (LPK) bernama Lombok Jaya Internasional yang merekrut dan menjanjikan korban untuk bekerja di luar negeri.

Perusahaan milik tersangka SR ini berkantor di Praya, Kabupaten Lombok Tengah dan terungkap sudah berkegiatan sejak November 2022.

"Selama proses perekrutan, tersangka SR berhasil mengumpulkan dana dari para korban sebanyak Rp191 juta," kata dia.

Dana yang berasal dari para korban itu dikumpulkan tersangka dengan modus untuk biaya pelatihan dan pengurusan administrasi yang menjadi syarat kerja sebagai PMI di luar negeri.

Dari masing-masing korban pun terungkap menyetorkan uang kepada tersangka SR dengan nilai Rp14 juta sampai dengan Rp20 juta.

Dari total dana yang terkumpul, lanjut dia, tersangka SR mengirim sebagian dana kepada tersangka HW dengan nilai Rp28 juta.

"Untuk tersangka HW ini perannya seolah-olah sebagai agen yang mengarahkan para korban untuk melamar ke tiga P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang ada di Jakarta," ujarnya.

Dengan menguraikan peran masing-masing, Teddy meyakinkan bahwa penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menemukan indikasi perbuatan melawan hukum, yakni terkait adanya pemufakatan jahat kedua tersangka dalam proses perekrutan CPMI dengan modus membuat sebuah LPK.

"Jadi, LPK mereka ini tidak ada izin. Untuk mereka sebut berafiliasi dengan tiga P3MI di Jakarta itu, tentu kami akan lakukan pemeriksaan nantinya. Apakah masih sindikat atau nama perusahaan itu hanya dicatut oleh kedua tersangka," ucap Teddy.

 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024