Mataram (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pembayaran honorarium wakil gubernur dan tiga pimpinan DPRD NTB yang belum mengacu pada Peraturan Presiden nomor 33 tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan (SHS) Regional sebesar Rp340 juta.

Temuan itu pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2022.

Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda mengaku tidak menampik temuan dari BPK sebesar Rp340 juta untuk honorarium wakil gubernur dan tiga pimpinan DPRD NTB itu.

"Saya kira honorairum itu sudah distop, sudah diselesaikan," kata Isvie di Kantor DPRD NTB di Mataram, Kamis.

Ia menegaskan bahwa apa yang menjadi temuan BPK pasti akan ditindaklanjuti dan diselesaikan.

"Saya kira kalau itu jadi temuan akan diselesaikan," katanya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPRD NTB Yek Agil. Pihaknya berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan dari BPK tersebut.

"Namanya LHP kan kita tindaklanjuti. Hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan kita selesaikan," terangnya.

Meski demikian ia mengklaim, munculnya honorarium tersebut juga pasti punya dasar hukum dan regulasi yang kuat.

"Itu pasti sudah mendapatkan asistensi. Pada prinsipnya setiap temuan dalam LHP akan diselesaikan. Tugas kita juga menjamin itu selesai," tegas Yek Agil.


Asisten III Bidang Administrasi dan Umum Setda Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB Ahmad Wirawan tak ingin berkomentar perihal temuan tersebut.

"Saya no komen soal itu, bukan otoritas saya, ke Inspektorat atau Biro Hukum saja ya," kata Wirawan.

Hasil audit BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi NTB tahun 2022 menemukan ada pembayaran honorarium yang belum mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan (SHS) Regional. 

Hasil pengujian atas dokumen pertanggungjawaban pembayaran honorarium pada Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sekretariat Daerah dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) menunjukkan terdapat ketidakhematan pembayaran honorarium senilai Rp842,350 juta.

Hasil pemeriksaan atas realisasi honorarium Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi NTB tahun 2022 diketahui terdapat pembayaran untuk unsur yang tidak diatur di dalam PP nomor 12 tahun 2022 senilai Rp340 juta.

Unsur Forkopimda yang tidak sesuai aturan tersebut memuat empat unsur yakni Wakil Gubernur NTB, Wakil Ketua I, II, dan III DPRD NTB.

Untuk Wakil Gubernur NTB, tercatat mendapatkan honorarium yang tidak sesuai aturan sebesar Rp25 juta sebanyak empat kali. Terhitung sejak periode September-Desember 2022. Jika diakumulasikan, honorarium Wagub NTB yang tidak sesuai aturan sebesar Rp100 juta selama 2022. 

Sementara itu, untuk Wakil Ketua DPRD I, II, dan III tercatat menerima honorarium yang tak sesuai aturan tersebut sebesar Rp20 juta perbulan sebanyak empat kali pada periode yang sama dengan Wagub NTB. Jika ditotal, honorarium yang diterima Wakil Ketua DPRD I,II, dan III setiap orang sebesar Rp80 juta atau akumulatif sebanyak Rp240 juta. 

Perlu dijelaskan, honorarium adalah sebuah imbalan jasa yang diberikan untuk pegawai PNS maupun non-PNS dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. 

Dalam pemberian honorarium wajib disesuaikan secara proporsional dan sesuai dengan jumlah anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah dengan mengacu kepada SHS. 

Unsur Personil Forkopimda Provinsi NTB belum mengacu ke Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2022 Bakesbangpoldagri menganggarkan belanja barang dan jasa untuk pelaksanaan Forkopimda senilai Rp2,860 miliar lebih dengan realisasi senilai Rp2,823 miliar (audited) atau sebesar 98,68 persen.

Forkopimda adalah forum yang digunakan untuk membahas penyelenggaraan urusan pemerintahan umum di daerah.  

Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk Forkopimda Provinsi. 

Ketentuan khusus yang mengatur Forkopimda tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2022 tanggal 25 Februari 2022 tentang Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah. Ketentuan peralihan pada peraturan pemerintah tersebut menyatakan keanggotaan

Forkopimda wajib berlaku paling lambat enam bulan terhitung sejak tanggal peraturan pemerintah ini diundangkan. 

Forkopimda provinsi diketuai oleh Gubernur dengan anggota yang terdiri atas Ketua DPRD Provinsi, Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Panglima Komando Daerah Militer atau Komandan Komando Resor Militer, Panglima Komando Armada atau Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut atau Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut, dan Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara atau  Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara. 

Gubernur selaku Ketua Forkopimda Provinsi dapat mengikutsertakan keanggotaan instansi lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi objektif daerah yaitu Kepala Intelijen Daerah Provinsi dan Ketua Pengadilan Tinggi. 

Pemprov NTB membentuk Forkopimda melalui Keputusan Gubernur nomor 300-653 tahun 2022 tentang Pembentukan Forkopimda Provinsi NTB.

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024