Mataram (ANTARA) - Jaksa menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman kepada mantan Bendahara Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya Kabupaten Lombok Tengah Baiq Prapningdiah Asmarini selama 6,5 tahun penjara dalam perkara korupsi dana badan layanan umum daerah (BLUD) pada tahun anggaran 2017 sampai dengan 2020.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dengan terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini menjatuhkan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara," kata Bratha Hari Putra mewakili tim jaksa penuntut umum membacakan tuntutan Baiq Prapningdiah Asmarini di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin sore.
Kepada terdakwa, jaksa turut meminta majelis hakim agar menetapkan pidana denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan badan.
Jaksa dalam tuntutan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai bendahara telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menetapkan tuntutan tersebut dengan pertimbangan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan perbuatan terdakwa telah merugikan masyarakat.
"Pertimbangan lain yang memberatkan, tidak ada iktikad baik dalam memulihkan kerugian keuangan negara yang telah dinikmati terdakwa dan selama persidangan terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit," ujarnya.
Untuk pertimbangan yang meringankan, kata Bratha, terdakwa belum pernah menjalani pidana hukuman.
Dalam uraian tuntutan, jaksa menyatakan bahwa Baiq Prapningdiah bersama dua terdakwa lain, yakni mantan Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir dan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Adi Sasmita secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan adanya kerugian negara.
Muzakir Langkir sebagai kuasa pengguna anggaran turut terungkap dalam fakta persidangan telah memerintahkan terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini dalam kapasitas sebagai Bendahara Pengeluaran Daerah pada RSUD Praya melakukan pemotongan pembayaran biaya pekerjaan para penyedia sebesar 5 persen dari nilai proyek.
Dengan uraian demikian, jaksa menyebutkan kerugian negara dalam periode pengelolaan dana BLUD pada tahun 2017 sampai dengan 2020 senilai Rp883 juta. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Lombok Tengah dalam proyek pengadaan makanan basah dan kering.
Selain itu, muncul dugaan suap dalam periode pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya senilai Rp877 juta.
Terkait dengan kerugian negara yang muncul, jaksa telah membebankan seluruhnya kepada terdakwa Muzakir Langkir sesuai dengan materi tuntutan yang berlangsung, Jumat (23/6).
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dengan terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini menjatuhkan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara," kata Bratha Hari Putra mewakili tim jaksa penuntut umum membacakan tuntutan Baiq Prapningdiah Asmarini di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin sore.
Kepada terdakwa, jaksa turut meminta majelis hakim agar menetapkan pidana denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan badan.
Jaksa dalam tuntutan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai bendahara telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menetapkan tuntutan tersebut dengan pertimbangan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan perbuatan terdakwa telah merugikan masyarakat.
"Pertimbangan lain yang memberatkan, tidak ada iktikad baik dalam memulihkan kerugian keuangan negara yang telah dinikmati terdakwa dan selama persidangan terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit," ujarnya.
Untuk pertimbangan yang meringankan, kata Bratha, terdakwa belum pernah menjalani pidana hukuman.
Dalam uraian tuntutan, jaksa menyatakan bahwa Baiq Prapningdiah bersama dua terdakwa lain, yakni mantan Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir dan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Adi Sasmita secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan adanya kerugian negara.
Muzakir Langkir sebagai kuasa pengguna anggaran turut terungkap dalam fakta persidangan telah memerintahkan terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini dalam kapasitas sebagai Bendahara Pengeluaran Daerah pada RSUD Praya melakukan pemotongan pembayaran biaya pekerjaan para penyedia sebesar 5 persen dari nilai proyek.
Dengan uraian demikian, jaksa menyebutkan kerugian negara dalam periode pengelolaan dana BLUD pada tahun 2017 sampai dengan 2020 senilai Rp883 juta. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Lombok Tengah dalam proyek pengadaan makanan basah dan kering.
Selain itu, muncul dugaan suap dalam periode pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya senilai Rp877 juta.
Terkait dengan kerugian negara yang muncul, jaksa telah membebankan seluruhnya kepada terdakwa Muzakir Langkir sesuai dengan materi tuntutan yang berlangsung, Jumat (23/6).