Mataram (Antara NTB) - Hamparan hijau kini membentang luas di Bukit Mesel, Kecamatan Ratatotok, Ratahan, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Deretan perbukitan ditumbuhi pepohonan rindang dari berbagai jenis tanaman yang terlihat tumbuh subur di kawasan itu.
Sebelumnya, lokasi ini merupakan areal tambang PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR). Namun kini, setelah direhabilitasi, bekas tambang itu sudah kembali seperti sediakala.
Sebelas tahun sudah Bukit Mesel ditumbuhi vegetasi tumbuhan dari berbagai jenis pascaoperasi tambang PT Nemont Minahasa Raya resmi ditutup pada 2004. Dulu sebelum ditutup, kawasan perbukitan ini selalu ramai dilalui kendaraan berat dan suara gemuruh pabrik pengolahan emas milik perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Kini Bukit Mesel nyaris tanpa suara. Sepi dan sunyi, hanya sesekali terdengar kicauan burung di antara pepohonan rindang yang terlihat menjulang tinggi di antara perbukitan.
Penambangan emas di Bukit Mesel itu nyaris tak meninggalkan jejak. Bahkan sisa-sisa bangunan maupun bekas pabrik pengolahan emas itu pun tak lagi terlihat, yang ada hanya pepohonan dan suara satwa penghuni Bukit Mesel.
Satu-satunya yang tersisa dan menjadi bukti bahwa di bukit itu pernah dilakukan penambangan adalah sebuah danau seluas 700 meter x 500 meter dengan kedalaman 134 meter, bekas galian tambang emas yang kini sudah dipenuhi air.
Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya David Sompie menjelaskan, selama kurun waktu delapan tahun masa menambangan (1996-2004), PTNMR berhasil memproduksi 1,8 juta "troy ounce" emas batangan (1 troy ounce setara 31,1 gram). Produksi emas rata-rata 750 gram per bulan.
Sebetulnya, kata dia, PTNMR mengakhiri masa penambangan tahun 2001, karena bebatuan yang mengandung mineral emas di Bukit Mesel memang sudah habis, namun pabrik pengolahan masih memproses sisa stok material hingga Agustus 2004.
Setelah masa penambangan berakhir, dilanjutkan dengan pembongkaran sehingga pabrik pengolahan bijih selesai 2006. PTNMR kemudian melanjutkan tahapan reklamasi dan revegetasi di areal bekas tambang.
Menurut dia, program penutupan tambang ini diawali melalui program reklamasi yang dilakukan sejak 1996 hingga 2009. Dari program reklamasi itu telah berhasil mengembalikan fungsi ekologis hutan hasil reklamasi seluas 179,70 hektare sesuai dengan peruntukannya.
"Kami mereklamasi kawasan ini secara total sejak tambang mulai berhenti beroperasi pada 2011, tapi upaya reklamasi sudah dilakukan saat operasi tambang masih berlangsung, itupun dilakukan secara bertahap" kata David Sompie ketika menerima kunjungan wartawan asal NTB beberapa waktu lalu di "mess" Newmont Minahasa Raya di Ratatotok.
Rombongan wartawan NTB sebanyak tujuh orang berkunjung ke PTNMR di Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, selama empat hari, 22-25 Mei 2015, dipimpin Senior Media Relations and Project PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Batu Hijau, Sumbawa Barat, Baiq Idayani.
Proses reklamasi dilakukan secara bertahap yang dimulai dengan penataan lahan, pencegahan erosi, penyebaran tanah pucuk atau "top soil", penanaman tanaman penutup, dilanjutkan dengan penanaman pohon-pohon yang diikuti dengan pemeliharaan dan pemantauan pertumbuhan.
Kini kawasan bekas penambangan telah berubah menjadi hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis pepohonan bernilai ekonomi tinggi. Areal bekas tambang ini juga menjadi habitat yang sesuai bagi serangga dan hewan-hewan asli di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Berdasarkan hasil survei, kata Sompie, di bekas areal tambang ditumbuhi 155.814 pohon dan terdapat 145 spesies tanaman dari 45 famili pepohonan.
"Rentan waktu relamasi tanaman ini kami lakukan antara 12 tahun-13 tahun," ujarnya.
Jenis kayu yang ditanam pada lahan bekas tambang itu adalah kayu keras bernilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon, angsana, mahoni, cempaka dan nyatok serta beberapa tanaman buah-buahan, antara lain nangka, durian, mangga dan jambu mete serta tumbuhan "multipurpose tree species" (MPTS), seperti kayu manis dan rotan, cengkih.
Untuk pemantauan reklamasi, lanjut Sompie, pihaknya telah membentuk tim. Dalam bekerja, tim ini bertugas melakukan pemantauan setiap tiga bulan sekali. Selama itu pula mereka menemukan sedikitnya 106 jenis burung menetap dan migrasi di hutan reklamasi lahan tambang, salah satunya burung rangkong.
Bahkan, di kawasan ini juga ditemukan berbagai jenis serangga penyerbuk yang terus meningkat dan hewan langka monyet kerdil sulawesi (tarsius sp).
Ia mengatakan, dari total luas lahan pinjam pakai kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan penambangan, yang dimanfaatkan untuk penambangan, pabrik dan fasilitas penunjang lainnya, hanya 240 hektare. Sisanya dimanfaatkan sebagai zona penyangga.
Dari 240 hektare lahan terpakai, menurut David, yang bisa direklamasi seluas 200 hektare. Selebihnya berupa kolam bekas galian tambang, dinding galian dan jalan, tidak yang bisa ditanami kembali.
Kegiatan fisik penutupan tambang di Ratatotok sebenarnya telah selesai pada kuartal IV tahun 2004. Namun masa pemantauan lingkungan pascatambang dilanjutkan mengingat kontrak karya (KK) PT NMR baru berakhir pada 2016.
Proyek reklamasi bekas tambang di Ratatotok itu seharusnya berlangsung sampai tahun 2016. Namun, karena PTNMR berhenti beroperasi sejak 2004, pelaksanaannya dipercepat hingga tahun 2010.
Hasil penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado menyimpulkan bahwa reklamasi hutan bekas tambang PTNMR telah dilaksanakan 100 persen. Persentase tanaman mencapai 152,83 persen dengan tingkat kesehatan tanaman 97,68 persen serta persentase tanaman lokal 99,91 persen.
Sementara, hasil penilai keberhasilan reklamasi hutan PTNMR oleh pemerintah pusat menyimpulkan bahwa nilai keberhasilan reklamasi hutan PTNMR di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, mencapai 93 persen, lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pemerintah untuk kategori baik, yakni 80 persen.
Diusulkan jadi Kebun Raya
Sementara itu, Manajer Lingkungan PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) Jerry Kojansow mengakui areal bekas tambang PTNMR itu telah diusulkan untuk dijadikan kebun raya atau "botanical garden".
Sebagai tindaklanjut dari usulan itu pihak Kebun Raya Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berkunjung ke lokasi bekas tambang. Kehadiran mereka untuk menjajaki kemungkinan lokasi tersebut dijadikan kebun raya.
Bahkan, setelah melakukan pengamatan pihak Kebun Raya Bogor dan LIPI menyimpulkan, reklamasi bekas lahan tambang emas di Ratatotok ini merupakan salah satu yang terbaik.
Menurut dia, rencana pembangunan kebun raya tersebut merupakan bagian dari komitmen Newmont memulihkan lahan yang dulunya merupakan daerah pertambangan.
"Kehadiran kebun raya dapat membantu pelestarian alam terhadap keanekaragaman hayati. Karena kita tahu Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Di sini hidup berbagai flora dan fauna endemik yang tidak bisa ditemui di lokasi lain," ujarnya.
Bahkan, jika itu berhasil, menurutnya, kebun raya ini akan menjadi yang pertama di dunia, yang dikembangkan di atas area bekas pertambangan.
Selama beroperasi dan melakukan penambangan emas pada 1996 hingga 2004. Sejak berakhirnya masa produksi, Newmont kemudian mereklamasi daerah bekas pertambangan menjadi hutan kembali.
Saat ini, melalui program penutupan pertambangan, area bekas kegiatan operasi itu telah menjadi lahan hijau yang bisa dimanfaatkan masyarakat di sekitar.
"Kami berharap rencana pembangunan kebun raya ini segera terwujud sebelum masa kontrak karya kami dengan pemerintah berakhir pada 2016," kata Jerry saat mendampingi wartawan yang melihat dari dekat lubang utama bekas penambangan PT NMR.
Selain reklamasi areal bekas tambang, PTNMR juga tidak lupa merawat ekosistem bawah laut di Teluk Ratatotok dan Teluk Buyat.
Untuk menjaga ekosistem di bawah laut, PTNMR melepas 3.000 "reefball" berbentuk bola-bola dengan ukuran panjang satu meter dan lebar 0,5 meter. Reefball ini berfungsi sebagai tempat tumbuhnya berbagai habitat jenis ikan.
Bahkan dari hasil penelitian setelah adanya "reefball" terdapat 26 famili jenis ikan hidup di kedua teluk tersebut, dengan 72 jenis "genera" dan 150 spesies ikan serta 9.006 ikan hidup di kawasan itu.
Bahkan, lokasi ini kini telah berubah sebagai lokasi wisata favorit di Kabupaten Minahasa Tenggara. Khususnya para pecinta olah raga air seperti "snorkeling" dan "diving". Karena terdapat 24 titik penyelaman di kawasan tersebut.
"Dari upaya ini telah mendatangkan pendapatan tidak hanya bagi daerah tetapi juga untuk masyarakat setempat. Karena ikan di tempat ini sangat banyak, setelah adanya `reefball`," ucapnya.
Di samping itu, PTNMR juga mendirikan beberapa yayasan berbasis masyarakat untuk meneruskan pembangunan berkelanjutan di kawasan itu.
Yayasan yang dibentuk PT NMR ini menjalankan sejumlah program di antaranya pendidikan, lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat melalui bantuan permodalan untuk koperasi, usaha mikro kecil .
Selain itu, melalui berbagai yayasan yang didirikan bersama pemerintah daerah dan masyarakat tersebut, juga telah berhasil merampungkan berbagai fasilitas kesehatan seperti pembangunan rumah sakit, jalan, dan sarana air bersih. Termasuk, pembangunan gedung dan ruang sekolah serta pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu dan berprestasi.
Dari berbagai program yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan, PTNMR mengklaim penutupan area pertambangan itu menjadi salah satu contoh kesuksesan pemulihan alam pascatambang yang dilakukan melalui program terpadu yang melibatkan berbagai pihak.
"Kami telah berhasil mereklamasi kawasan ini secara total sejak tambang mulai berhenti beroperasi pada 2011. Kini hasil itu bisa menjadi contoh bagi yang lain bahwa tidak selamanya pascatambang terhenti, reklamasi tidak akan berjalan, karena sekarang kami membutikan itu," kata Jerry Kojansow.
Senior Media Relations and Project PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Batu Hijau, Sumbawa Barat, Baiq Idayani, ketika ditanya wartawan mengatakan, PTNNT juga sudah melakukan reklamasi, dan nanti akan mencontoh hasil yang baik dari PT Newmont Minahasa Raya. (*)
Sebelumnya, lokasi ini merupakan areal tambang PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR). Namun kini, setelah direhabilitasi, bekas tambang itu sudah kembali seperti sediakala.
Sebelas tahun sudah Bukit Mesel ditumbuhi vegetasi tumbuhan dari berbagai jenis pascaoperasi tambang PT Nemont Minahasa Raya resmi ditutup pada 2004. Dulu sebelum ditutup, kawasan perbukitan ini selalu ramai dilalui kendaraan berat dan suara gemuruh pabrik pengolahan emas milik perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Kini Bukit Mesel nyaris tanpa suara. Sepi dan sunyi, hanya sesekali terdengar kicauan burung di antara pepohonan rindang yang terlihat menjulang tinggi di antara perbukitan.
Penambangan emas di Bukit Mesel itu nyaris tak meninggalkan jejak. Bahkan sisa-sisa bangunan maupun bekas pabrik pengolahan emas itu pun tak lagi terlihat, yang ada hanya pepohonan dan suara satwa penghuni Bukit Mesel.
Satu-satunya yang tersisa dan menjadi bukti bahwa di bukit itu pernah dilakukan penambangan adalah sebuah danau seluas 700 meter x 500 meter dengan kedalaman 134 meter, bekas galian tambang emas yang kini sudah dipenuhi air.
Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya David Sompie menjelaskan, selama kurun waktu delapan tahun masa menambangan (1996-2004), PTNMR berhasil memproduksi 1,8 juta "troy ounce" emas batangan (1 troy ounce setara 31,1 gram). Produksi emas rata-rata 750 gram per bulan.
Sebetulnya, kata dia, PTNMR mengakhiri masa penambangan tahun 2001, karena bebatuan yang mengandung mineral emas di Bukit Mesel memang sudah habis, namun pabrik pengolahan masih memproses sisa stok material hingga Agustus 2004.
Setelah masa penambangan berakhir, dilanjutkan dengan pembongkaran sehingga pabrik pengolahan bijih selesai 2006. PTNMR kemudian melanjutkan tahapan reklamasi dan revegetasi di areal bekas tambang.
Menurut dia, program penutupan tambang ini diawali melalui program reklamasi yang dilakukan sejak 1996 hingga 2009. Dari program reklamasi itu telah berhasil mengembalikan fungsi ekologis hutan hasil reklamasi seluas 179,70 hektare sesuai dengan peruntukannya.
"Kami mereklamasi kawasan ini secara total sejak tambang mulai berhenti beroperasi pada 2011, tapi upaya reklamasi sudah dilakukan saat operasi tambang masih berlangsung, itupun dilakukan secara bertahap" kata David Sompie ketika menerima kunjungan wartawan asal NTB beberapa waktu lalu di "mess" Newmont Minahasa Raya di Ratatotok.
Rombongan wartawan NTB sebanyak tujuh orang berkunjung ke PTNMR di Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, selama empat hari, 22-25 Mei 2015, dipimpin Senior Media Relations and Project PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Batu Hijau, Sumbawa Barat, Baiq Idayani.
Proses reklamasi dilakukan secara bertahap yang dimulai dengan penataan lahan, pencegahan erosi, penyebaran tanah pucuk atau "top soil", penanaman tanaman penutup, dilanjutkan dengan penanaman pohon-pohon yang diikuti dengan pemeliharaan dan pemantauan pertumbuhan.
Kini kawasan bekas penambangan telah berubah menjadi hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis pepohonan bernilai ekonomi tinggi. Areal bekas tambang ini juga menjadi habitat yang sesuai bagi serangga dan hewan-hewan asli di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Berdasarkan hasil survei, kata Sompie, di bekas areal tambang ditumbuhi 155.814 pohon dan terdapat 145 spesies tanaman dari 45 famili pepohonan.
"Rentan waktu relamasi tanaman ini kami lakukan antara 12 tahun-13 tahun," ujarnya.
Jenis kayu yang ditanam pada lahan bekas tambang itu adalah kayu keras bernilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon, angsana, mahoni, cempaka dan nyatok serta beberapa tanaman buah-buahan, antara lain nangka, durian, mangga dan jambu mete serta tumbuhan "multipurpose tree species" (MPTS), seperti kayu manis dan rotan, cengkih.
Untuk pemantauan reklamasi, lanjut Sompie, pihaknya telah membentuk tim. Dalam bekerja, tim ini bertugas melakukan pemantauan setiap tiga bulan sekali. Selama itu pula mereka menemukan sedikitnya 106 jenis burung menetap dan migrasi di hutan reklamasi lahan tambang, salah satunya burung rangkong.
Bahkan, di kawasan ini juga ditemukan berbagai jenis serangga penyerbuk yang terus meningkat dan hewan langka monyet kerdil sulawesi (tarsius sp).
Ia mengatakan, dari total luas lahan pinjam pakai kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan penambangan, yang dimanfaatkan untuk penambangan, pabrik dan fasilitas penunjang lainnya, hanya 240 hektare. Sisanya dimanfaatkan sebagai zona penyangga.
Dari 240 hektare lahan terpakai, menurut David, yang bisa direklamasi seluas 200 hektare. Selebihnya berupa kolam bekas galian tambang, dinding galian dan jalan, tidak yang bisa ditanami kembali.
Kegiatan fisik penutupan tambang di Ratatotok sebenarnya telah selesai pada kuartal IV tahun 2004. Namun masa pemantauan lingkungan pascatambang dilanjutkan mengingat kontrak karya (KK) PT NMR baru berakhir pada 2016.
Proyek reklamasi bekas tambang di Ratatotok itu seharusnya berlangsung sampai tahun 2016. Namun, karena PTNMR berhenti beroperasi sejak 2004, pelaksanaannya dipercepat hingga tahun 2010.
Hasil penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado menyimpulkan bahwa reklamasi hutan bekas tambang PTNMR telah dilaksanakan 100 persen. Persentase tanaman mencapai 152,83 persen dengan tingkat kesehatan tanaman 97,68 persen serta persentase tanaman lokal 99,91 persen.
Sementara, hasil penilai keberhasilan reklamasi hutan PTNMR oleh pemerintah pusat menyimpulkan bahwa nilai keberhasilan reklamasi hutan PTNMR di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, mencapai 93 persen, lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pemerintah untuk kategori baik, yakni 80 persen.
Diusulkan jadi Kebun Raya
Sementara itu, Manajer Lingkungan PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) Jerry Kojansow mengakui areal bekas tambang PTNMR itu telah diusulkan untuk dijadikan kebun raya atau "botanical garden".
Sebagai tindaklanjut dari usulan itu pihak Kebun Raya Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berkunjung ke lokasi bekas tambang. Kehadiran mereka untuk menjajaki kemungkinan lokasi tersebut dijadikan kebun raya.
Bahkan, setelah melakukan pengamatan pihak Kebun Raya Bogor dan LIPI menyimpulkan, reklamasi bekas lahan tambang emas di Ratatotok ini merupakan salah satu yang terbaik.
Menurut dia, rencana pembangunan kebun raya tersebut merupakan bagian dari komitmen Newmont memulihkan lahan yang dulunya merupakan daerah pertambangan.
"Kehadiran kebun raya dapat membantu pelestarian alam terhadap keanekaragaman hayati. Karena kita tahu Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Di sini hidup berbagai flora dan fauna endemik yang tidak bisa ditemui di lokasi lain," ujarnya.
Bahkan, jika itu berhasil, menurutnya, kebun raya ini akan menjadi yang pertama di dunia, yang dikembangkan di atas area bekas pertambangan.
Selama beroperasi dan melakukan penambangan emas pada 1996 hingga 2004. Sejak berakhirnya masa produksi, Newmont kemudian mereklamasi daerah bekas pertambangan menjadi hutan kembali.
Saat ini, melalui program penutupan pertambangan, area bekas kegiatan operasi itu telah menjadi lahan hijau yang bisa dimanfaatkan masyarakat di sekitar.
"Kami berharap rencana pembangunan kebun raya ini segera terwujud sebelum masa kontrak karya kami dengan pemerintah berakhir pada 2016," kata Jerry saat mendampingi wartawan yang melihat dari dekat lubang utama bekas penambangan PT NMR.
Selain reklamasi areal bekas tambang, PTNMR juga tidak lupa merawat ekosistem bawah laut di Teluk Ratatotok dan Teluk Buyat.
Untuk menjaga ekosistem di bawah laut, PTNMR melepas 3.000 "reefball" berbentuk bola-bola dengan ukuran panjang satu meter dan lebar 0,5 meter. Reefball ini berfungsi sebagai tempat tumbuhnya berbagai habitat jenis ikan.
Bahkan dari hasil penelitian setelah adanya "reefball" terdapat 26 famili jenis ikan hidup di kedua teluk tersebut, dengan 72 jenis "genera" dan 150 spesies ikan serta 9.006 ikan hidup di kawasan itu.
Bahkan, lokasi ini kini telah berubah sebagai lokasi wisata favorit di Kabupaten Minahasa Tenggara. Khususnya para pecinta olah raga air seperti "snorkeling" dan "diving". Karena terdapat 24 titik penyelaman di kawasan tersebut.
"Dari upaya ini telah mendatangkan pendapatan tidak hanya bagi daerah tetapi juga untuk masyarakat setempat. Karena ikan di tempat ini sangat banyak, setelah adanya `reefball`," ucapnya.
Di samping itu, PTNMR juga mendirikan beberapa yayasan berbasis masyarakat untuk meneruskan pembangunan berkelanjutan di kawasan itu.
Yayasan yang dibentuk PT NMR ini menjalankan sejumlah program di antaranya pendidikan, lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat melalui bantuan permodalan untuk koperasi, usaha mikro kecil .
Selain itu, melalui berbagai yayasan yang didirikan bersama pemerintah daerah dan masyarakat tersebut, juga telah berhasil merampungkan berbagai fasilitas kesehatan seperti pembangunan rumah sakit, jalan, dan sarana air bersih. Termasuk, pembangunan gedung dan ruang sekolah serta pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu dan berprestasi.
Dari berbagai program yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan, PTNMR mengklaim penutupan area pertambangan itu menjadi salah satu contoh kesuksesan pemulihan alam pascatambang yang dilakukan melalui program terpadu yang melibatkan berbagai pihak.
"Kami telah berhasil mereklamasi kawasan ini secara total sejak tambang mulai berhenti beroperasi pada 2011. Kini hasil itu bisa menjadi contoh bagi yang lain bahwa tidak selamanya pascatambang terhenti, reklamasi tidak akan berjalan, karena sekarang kami membutikan itu," kata Jerry Kojansow.
Senior Media Relations and Project PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Batu Hijau, Sumbawa Barat, Baiq Idayani, ketika ditanya wartawan mengatakan, PTNNT juga sudah melakukan reklamasi, dan nanti akan mencontoh hasil yang baik dari PT Newmont Minahasa Raya. (*)