Jakarta (ANTARA) -
Penasihat Kebijakan Internasional Institute of Sustainable Development (IISD) Afrika Selatan Richard Halsey menyatakan Indonesia perlu belajar dari Afrika Selatan terkait transisi energi batu bara menuju energi terbarukan.
 
“Indonesia perlu memiliki dokumen rencana implementasi yang komprehensif dan transparan, karena di Afrika Selatan, kebijakan transisi energi batu bara tidak melibatkan para komunitas dan masyarakat, dan pemerintah meskipun sudah membuat dokumen investasi tetapi tidak ada dokumen implementasi yang jelas dan terbuka,” kata Richard pada diskusi daring di Jakarta, Senin.
 
IISD menyelenggarakan diskusi peluncuran ikhtisar kebijakan pendanaan transisi energi berkelanjutan atau Just Energy Transition Partnership (JETP) yakni mekanisme pembiayaan yang mendukung transisi energi negara berkembang yang selama ini memiliki ketergantungan tinggi terhadap batu bara dan bahan bakar fosil, menuju emisi rendah karbon.
 
“Dampak dari tidak jelasnya dokumen rencana implementasi yang terbuka itu, membuat Afrika Selatan hanya mendapatkan komitmen pendanaan iklim dari JETP sebesar 8,6 persen atau 8,5 miliar dolar AS dari total kebutuhan 98,7 miliar dolar AS. Jadi, Indonesia harus belajar dari ini, karena akan sia-sia kalau kita hanya punya rencana investasi saja, tetapi tidak ada rencana untuk merealisasikannya,” ujar Halsey.
 
Ia  menekankan pentingnya melibatkan para pekerja dan komunitas di sektor batu bara yang nantinya akan terdampak kebijakan transisi energi terbarukan. “Tanpa melibatkan para pekerja dan komunitas yang terdampak transisi energi batu bara ini, tidak akan ada hasil yang sesuai dengan perencanaan. Perlu ada rencana bagaimana distribusi dan peralihan mereka, juga bagaimana undang-undang yang ditetapkan pemerintah bisa melindungi mereka,” tuturnya.
 
Sementara Analis Kebijakan Energi IISD Anissa Suharsono mengatakan transisi energi terbarukan ini bukan hanya isu finansial belaka, melainkan harus ada kebijakan dalam undang-undang yang memperkuat.
 
“Transisi energi bukan hanya isu duit, tidak hanya dengan mencukupi kebutuhan finansial lalu beres, kan harus ada laporan institusional, harus ada pembuatan regulasi juga. JETP hanyalah katalis sebagai pemantik saja,” ucapnya.
 
Ia menegaskan pemerintah harus segera mendorong pihak swasta untuk bertransisi ke energi terbarukan. “Pemerintah harus segera mengatur bagaimana agar transisi ke ekonomi yang lebih rendah karbon ini tidak meninggalkan mereka yang terdampak, itu tanggung jawab pemerintah, sektor-sektor swasta juga. Jangan berharap dengan JETP saja sudah terjawab, karena ini prosesnya masih panjang,” katanya.

Baca juga: Kementerian ESDM tegaskan dukung transisi energi kurangi polusi
Baca juga: Ambil langkah Agresif dalam Transisi Energi, PLN jalin 28 kerjasama pada EBTKE Conex 2023

Sebelumnya Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi menyampaikan terkait kerangka ekonomi biru atau ekonomi yang berbasis pada sumber daya air bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat dan merata pada pertemuan "The 44th Meeting of the High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration and Related Meetings."
“Maka dari itu juga dibahas bagaimana menggali potensi-potensi ekonomi di negara-negara ini yang berbasis pada sumber daya air bisa dioptimalkan sebagai sumber energi baru atau sumber ekonomi baru," katanya.
 
 

Pewarta : Lintang Budiyanti Prameswari
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024