Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat menjatuhkan vonis hukuman kepada mantan Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima M. Tayeb selama 9 tahun penjara dalam perkara korupsi program penyaluran bantuan sarana produksi (saprodi) dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016.

"Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa M. Tayeb terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum dengan menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun," kata Achmad Setyo Pudjoharsoyo, ketua majelis hakim tingkat banding membacakan putusan M. Tayeb dalam sidang terbuka melalui siaran langsung di kanal YouTube Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Mataram, Rabu.

Baca juga: 2 mantan pejabat Distan Bima dikurung 8 tahun penjara dan denda Rp5,1 miliar

Dakwaan primer penuntut umum tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menetapkan perbuatan terdakwa telah terbukti melawan hukum.

Selain pidana penjara, Achmad bersama Hakim Anggota Heru Mustofa dan Rodjai S. Irawan menetapkan pidana denda sebanyak Rp400 juta subsider 5 bulan kurungan badan.

Terhadap terdakwa, hakim turut menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp2,5 miliar subsider 1 tahun kurungan badan.

"Turut menetapkan agar uang titipan terdakwa yang ada pada jaksa penuntut umum senilai Rp12,5 juta
dirampas oleh negara untuk menutupi sebagian uang pengganti kerugian negara," ujarnya.

Dengan menyampaikan putusan demikian, majelis hakim tingkat banding menyatakan menerima permintaan banding penuntut umum maupun terdakwa serta membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram untuk perkara M. Tayeb dengan nomor: 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.

Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti melanggar dakwaan subsider penuntut umum, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan menyatakan terdakwa menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan, hakim yang terdiri dari ketua Putu Gde Hariadi dengan anggota Lalu Moh. Sandi Iramaya dan Fadhli Hanra menjatuhkan vonis hukuman terhadap M. Tayeb selama 1 tahun penjara dengan pidana denda Rp100 juta subsider 1 bulan kurungan badan.

Selain itu, hakim menetapkan pidana tambahan agar terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp130 juta subsider 1 tahun kurungan badan.

Untuk nominal uang pengganti, hakim menetapkan dengan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi.

Dengan rujukan aturan tersebut, hakim menyampingkan hasil audit BPKP NTB senilai Rp5,1 miliar dan menetapkan kerugian yang muncul dalam perkara ini senilai Rp260 juta.

Hakim dalam putusan, turut menetapkan uang titipan terdakwa kepada Kejari Bima sebesar Rp12,5 juta dirampas oleh negara untuk menutupi sebagian uang pengganti kerugian negara.


Pelaksanaan program tahun 2016 ini menelan anggaran senilai Rp14,4 miliar. Anggaran itu berasal dari Kementerian Pertanian RI. Program ini disalurkan dengan tujuan peningkatan produksi pangan di Kabupaten Bima.

Tercatat ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare.

Dalam aturan, penyaluran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan. Proses pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024