Mataram (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menunda untuk kali ketiganya sidang dengan agenda pembacaan tuntutan perkara dugaan penerimaan gratifikasi seorang jaksa bernama Eka Putra Raharjo dalam seleksi CPNS.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mukhlassuddin dalam sidang, Jumat, memutuskan untuk menunda persidangan yang mengagendakan pembacaan tuntutan itu dengan mempertimbangkan pernyataan jaksa penuntut umum bahwa materi tuntutan belum siap.
"Karena materi tuntutan jaksa belum siap, sidang akan kembali digelar pada Jumat (8/9) pekan depan," kata Mukhlassuddin.
Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka menanggapi penundaan sidang tersebut dengan membenarkan bahwa materi tuntutan belum siap karena masih menunggu rencana tuntutan dari Jaksa Agung.
"Iya, materi tuntutan belum siap, masih tunggu rentut (rencana tuntutan) turun dari pusat. Semoga bisa segera," ujar Ivan.
Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan pidana Pasal 11 dan/atau Pasal 12 huruf e dan/atau pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 421 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dari uraian dakwaan, Eka diduga memanfaatkan jabatan sebagai jaksa fungsional untuk melakukan aksi pemerasan terhadap sejumlah peserta CPNS yang ikut dalam seleksi di tubuh kejaksaan dan Kemenkumham NTB periode 2020 sampai dengan 2021.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mukhlassuddin dalam sidang, Jumat, memutuskan untuk menunda persidangan yang mengagendakan pembacaan tuntutan itu dengan mempertimbangkan pernyataan jaksa penuntut umum bahwa materi tuntutan belum siap.
"Karena materi tuntutan jaksa belum siap, sidang akan kembali digelar pada Jumat (8/9) pekan depan," kata Mukhlassuddin.
Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka menanggapi penundaan sidang tersebut dengan membenarkan bahwa materi tuntutan belum siap karena masih menunggu rencana tuntutan dari Jaksa Agung.
"Iya, materi tuntutan belum siap, masih tunggu rentut (rencana tuntutan) turun dari pusat. Semoga bisa segera," ujar Ivan.
Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan pidana Pasal 11 dan/atau Pasal 12 huruf e dan/atau pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 421 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dari uraian dakwaan, Eka diduga memanfaatkan jabatan sebagai jaksa fungsional untuk melakukan aksi pemerasan terhadap sejumlah peserta CPNS yang ikut dalam seleksi di tubuh kejaksaan dan Kemenkumham NTB periode 2020 sampai dengan 2021.