Mataram (Antara NTB) - Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Kelompok Bungin Mandiri membudidayakan ikan bawal bintang dengan sistem keramba jaring apung di perairan Pulau Bungin, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Ketua Kelompok Bungin Mandiri Sahabuddin di Mataram, Sabtu, mengaku tertarik budi daya ikan tersebut karena sudah memahami teknik pemeliharaan dan didukung dengan kondisi perairan laut di sekitar tempat tinggalnya.
"Sekarang ini ada 60 unit keramba jaring apung (KJA) untuk budi daya ikan bawal bintang, dulu awal-awalnya hanya empat keramba itu pun jenis kerapu," katanya.
Pemuda tamatan SMA ini mengaku mendapatkan pengetahuan tentang teknik budi daya ikan laut sistem KJA setelah mengikuti kegiatan magang di Balai Benih Lombok di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, yang merupakan instansi di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kegiatan magang yang berlangsung selama satu minggu dan diikuti 100 orang dari beberapa kabupaten dan kota di NTB tersebut difasilitasi oleh Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan NTB.
"Saya ikut pelatihan pada 2014 lalu, kemudian saya tertarik mempraktikan ilmu budi daya yang saya peroleh, akhirnya saya buat KJA empat petak ukuran 2 x 2," ujar Sahabuddin.
Dana pembuatan KJA berasal dari patungan bersama rekan-rekan pemuda di daerahnya, sedangkan bibit ikan bawal diperoleh dari Balai Benih Lombok, KKP, sebanyak 600 ekor dengan sistem bayar setelah panen.
Setelah berjalan beberapa minggu, Sahabuddin kembali membuat empat KJA dengan ukuran 2 x 2 untuk menampung ikan bawal yang sudah berukuran relatif besar.
"Kami sudah panen dengan tingkat keberhasilan mencapai 80 persen,"tutur pemuda yang juga pemerhati lingkungan perairan laut ini.
Melihat perkembangan yang cukup menjanjikan, Sahabuddin dan rekan-rekannya kembali menambah empat petak KJA untuk menampung bibit 6.000 bibit ikan bawal bintang yang dibeli dari Balai Benih Lombok, KKP, dengan sistem bayar setelah panen.
Namun, hasil panennya hanya 40 persen disebabkan bibit yang dibesarkan kurang bagus dan rentan terkena penyakit.
"Tapi kami tidak menyerah dengan hasil yang didapat, kami malah menambah KJA lagi menjadi 60 unit sekarang ini," katanya.
Tambahan KJA tersebut sebagian berasal dari bantuan KKP melalui Balai Benih Lombok, sebanyak 16 unit sebagai bagian dari upaya menggerakkan sektor kemaritiman dan solusi bagi nelayan yang tidak boleh lagi menangkap benih lobster di bawah ukuran karapas 5 centimeter.
"Kelompok saya merupakan salah satu penerima bantuan dari KKP untuk pengembangan budi daya ikan laut, selain kelompok nelayan di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, yang difokuskan untuk pembesaran benih lobster," ujarnya.
Seluruh KJA yang dimanfaatkan mampu menampung 9.000 benih ikan bawal bintang yang dipasok dari Balai Benih Lombok, di mana setiap petak KJA diisi sebanyak 400 sampai 500 ekor benih.
Dia memperkirakan persentase panen mencapai 70-80 persen, sehingga sekitar 4.000 ekor ikan bawal bintang tersebut rencananya akan dipanen pada Desember 2015, kemudian berlanjut pada Januari hingga Februari 2016.
Ikan-ikan tersebut rencananya akan dibeli pedagang pengumpul yang ada di Pulau Bungin, dengan harga Rp35 ribu per kilogram dan ke beberapa pasar tradisional di Kabupaten Sumbawa.
Sahabaddin mengaku pemasaran hasil produksi memang masih menjadi kendala karena belum memiliki jaringan pasar ke luar daerah, apalagi pasar ekspor.
"Saya belum puas dengan hanya belajar teknik budi daya, makanya akan pelajari bagaimana agar supaya bisa memasarkan hasil produksi yang melimpah," katanya. (*)
Ketua Kelompok Bungin Mandiri Sahabuddin di Mataram, Sabtu, mengaku tertarik budi daya ikan tersebut karena sudah memahami teknik pemeliharaan dan didukung dengan kondisi perairan laut di sekitar tempat tinggalnya.
"Sekarang ini ada 60 unit keramba jaring apung (KJA) untuk budi daya ikan bawal bintang, dulu awal-awalnya hanya empat keramba itu pun jenis kerapu," katanya.
Pemuda tamatan SMA ini mengaku mendapatkan pengetahuan tentang teknik budi daya ikan laut sistem KJA setelah mengikuti kegiatan magang di Balai Benih Lombok di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, yang merupakan instansi di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kegiatan magang yang berlangsung selama satu minggu dan diikuti 100 orang dari beberapa kabupaten dan kota di NTB tersebut difasilitasi oleh Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan NTB.
"Saya ikut pelatihan pada 2014 lalu, kemudian saya tertarik mempraktikan ilmu budi daya yang saya peroleh, akhirnya saya buat KJA empat petak ukuran 2 x 2," ujar Sahabuddin.
Dana pembuatan KJA berasal dari patungan bersama rekan-rekan pemuda di daerahnya, sedangkan bibit ikan bawal diperoleh dari Balai Benih Lombok, KKP, sebanyak 600 ekor dengan sistem bayar setelah panen.
Setelah berjalan beberapa minggu, Sahabuddin kembali membuat empat KJA dengan ukuran 2 x 2 untuk menampung ikan bawal yang sudah berukuran relatif besar.
"Kami sudah panen dengan tingkat keberhasilan mencapai 80 persen,"tutur pemuda yang juga pemerhati lingkungan perairan laut ini.
Melihat perkembangan yang cukup menjanjikan, Sahabuddin dan rekan-rekannya kembali menambah empat petak KJA untuk menampung bibit 6.000 bibit ikan bawal bintang yang dibeli dari Balai Benih Lombok, KKP, dengan sistem bayar setelah panen.
Namun, hasil panennya hanya 40 persen disebabkan bibit yang dibesarkan kurang bagus dan rentan terkena penyakit.
"Tapi kami tidak menyerah dengan hasil yang didapat, kami malah menambah KJA lagi menjadi 60 unit sekarang ini," katanya.
Tambahan KJA tersebut sebagian berasal dari bantuan KKP melalui Balai Benih Lombok, sebanyak 16 unit sebagai bagian dari upaya menggerakkan sektor kemaritiman dan solusi bagi nelayan yang tidak boleh lagi menangkap benih lobster di bawah ukuran karapas 5 centimeter.
"Kelompok saya merupakan salah satu penerima bantuan dari KKP untuk pengembangan budi daya ikan laut, selain kelompok nelayan di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, yang difokuskan untuk pembesaran benih lobster," ujarnya.
Seluruh KJA yang dimanfaatkan mampu menampung 9.000 benih ikan bawal bintang yang dipasok dari Balai Benih Lombok, di mana setiap petak KJA diisi sebanyak 400 sampai 500 ekor benih.
Dia memperkirakan persentase panen mencapai 70-80 persen, sehingga sekitar 4.000 ekor ikan bawal bintang tersebut rencananya akan dipanen pada Desember 2015, kemudian berlanjut pada Januari hingga Februari 2016.
Ikan-ikan tersebut rencananya akan dibeli pedagang pengumpul yang ada di Pulau Bungin, dengan harga Rp35 ribu per kilogram dan ke beberapa pasar tradisional di Kabupaten Sumbawa.
Sahabaddin mengaku pemasaran hasil produksi memang masih menjadi kendala karena belum memiliki jaringan pasar ke luar daerah, apalagi pasar ekspor.
"Saya belum puas dengan hanya belajar teknik budi daya, makanya akan pelajari bagaimana agar supaya bisa memasarkan hasil produksi yang melimpah," katanya. (*)