Mataram (ANTARA) - Ombudsman Nusa Tenggara Barat meminta kenaikan tarif parkir sebesar Rp5.000 yang dilakukan Pemerintah Kota Mataram diikuti dengan perbaikan tata kelola parkir.
"Kenaikan tarif parkir harus diikuti dengan perbaikan tata kelola parkir, jika tidak maka akan tetap menjadi permasalahan jika tata kelola parkir tidak di benahi," kata
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman NTB, Arya Wiguna di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan jika tidak ada perbaikan tata kelola parkir maka masalah-masalah klasik tetap akan terjadi mulai kebocoran PAD pada sektor parkir, keluhan masyarakat terhadap oknum-oknum petugas parkir dan keberadaan juru parkir ilegal.
"Pungutan parkir ada dua jenis, yakni pajak parkir dan retribusi parkir. Untuk pajak parkir itu biasa kewenangan Dispenda/Bapenda di Kota Mataram namanya BKD, dipungut kepada pihak ke tiga yang punya ijin menyelenggarakan parkir seperti di LEM, RSUD dan lain-lain," terangnya menyikapi banyaknya keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif parkir oleh Pemkot Mataram.
Untuk retribusi kewenangan dari Dinas Perhubungan seperti parkir tepi jalan umum atau tempat parkir, tertentu-nya yang lokasi parkir ditentukan Kepala Daerah biasanya melalui SK.
"Dan Dinas Perhubungan menunjuk petugas/juru parkir yang menarik retribusi parkir," katanya.
Diketahui Pemkot Mataram menaikkan retribusi dan pajak parkir melalui pengesahan dua Peraturan Daerah (Perda) pada Senin (4/9). Kenaikan tarif parkir ini berlaku pada 2024.
Untuk rinciannya kendaraan roda dua naik dari Rp1.000 menjadi Rp2.000. Sementara roda empat dari Rp2.000 naik menjadi Rp5000.
Banyak masyarakat yang mengeluhkan kenaikan tarif parkir tanpa dibarengi dengan tata kelola yang jelas. Misalnya, banyak juru parkir di Kota Mataram yang tidak memberikan karcis pada masyarakat. Ada juga juru parkir yang tidak menggunakan atribut seperti seragam yang jelas. Begitu juga dengan masih banyaknya parkir liar di Mataram.
"Kenaikan tarif parkir harus diikuti dengan perbaikan tata kelola parkir, jika tidak maka akan tetap menjadi permasalahan jika tata kelola parkir tidak di benahi," kata
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman NTB, Arya Wiguna di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan jika tidak ada perbaikan tata kelola parkir maka masalah-masalah klasik tetap akan terjadi mulai kebocoran PAD pada sektor parkir, keluhan masyarakat terhadap oknum-oknum petugas parkir dan keberadaan juru parkir ilegal.
"Pungutan parkir ada dua jenis, yakni pajak parkir dan retribusi parkir. Untuk pajak parkir itu biasa kewenangan Dispenda/Bapenda di Kota Mataram namanya BKD, dipungut kepada pihak ke tiga yang punya ijin menyelenggarakan parkir seperti di LEM, RSUD dan lain-lain," terangnya menyikapi banyaknya keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif parkir oleh Pemkot Mataram.
Untuk retribusi kewenangan dari Dinas Perhubungan seperti parkir tepi jalan umum atau tempat parkir, tertentu-nya yang lokasi parkir ditentukan Kepala Daerah biasanya melalui SK.
"Dan Dinas Perhubungan menunjuk petugas/juru parkir yang menarik retribusi parkir," katanya.
Diketahui Pemkot Mataram menaikkan retribusi dan pajak parkir melalui pengesahan dua Peraturan Daerah (Perda) pada Senin (4/9). Kenaikan tarif parkir ini berlaku pada 2024.
Untuk rinciannya kendaraan roda dua naik dari Rp1.000 menjadi Rp2.000. Sementara roda empat dari Rp2.000 naik menjadi Rp5000.
Banyak masyarakat yang mengeluhkan kenaikan tarif parkir tanpa dibarengi dengan tata kelola yang jelas. Misalnya, banyak juru parkir di Kota Mataram yang tidak memberikan karcis pada masyarakat. Ada juga juru parkir yang tidak menggunakan atribut seperti seragam yang jelas. Begitu juga dengan masih banyaknya parkir liar di Mataram.