Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Mataram menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan dana kredit usaha rakyat salah satu bank konvensional milik negara.
"Iya, untuk kasus ini penyidik sudah minta ke BPKP melakukan audit kerugian," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun Al Rasyid di Mataram, Rabu.
Dari koordinasi terakhir dengan BPKP, jelas dia, pihaknya sudah menyerahkan sejumlah bukti pendukung untuk menghitung kerugian negara.
"Jadi, sifatnya kami menunggu saja seperti apa hasilnya nanti," ujarnya.
Sembari menunggu hasil audit, lanjut Harun, penyidik masih terus melakukan pemeriksaan. Dia mengatakan masih ada agenda pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, salah satunya dari kalangan penerima dana KUR.
Dengan menyampaikan hal demikian, Harun menegaskan bahwa penyidikan ini belum mengarah pada penetapan tersangka.
"Pada prinsipnya kami tetap mengedepankan kehati-hatian dan tidak terburu-buru terutama dalam penguatan alat bukti," ucap dia.
Kejari Mataram menangani kasus ini berawal dari adanya temuan satuan pengawas internal (SPI) perbankan. Potensi kerugian muncul senilai Rp6 miliar.
Temuan potensi kerugian tersebut datang dari hasil audit pengelolaan dana KUR yang berada di tingkat unit, yakni di wilayah Kebon Roek, Kota Mataram, dan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam perincian, potensi kerugian Rp4 miliar muncul pada kerja di wilayah Kebon Roek dan Rp2 miliar untuk wilayah Gerung.
Potensi kerugian negara merupakan kalkulasi jumlah nasabah penerima dana KUR. Untuk wilayah Kebon Roek sebanyak 112 nasabah dan Gerung, 49 nasabah.
Kemudian, nominal pencairan dana KUR per nasabah berbeda-beda, tergantung dari kategori pengajuan, baik KUR mikro maupun KUR kecil dengan nilai pencairan paling tinggi Rp100 juta.
"Iya, untuk kasus ini penyidik sudah minta ke BPKP melakukan audit kerugian," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun Al Rasyid di Mataram, Rabu.
Dari koordinasi terakhir dengan BPKP, jelas dia, pihaknya sudah menyerahkan sejumlah bukti pendukung untuk menghitung kerugian negara.
"Jadi, sifatnya kami menunggu saja seperti apa hasilnya nanti," ujarnya.
Sembari menunggu hasil audit, lanjut Harun, penyidik masih terus melakukan pemeriksaan. Dia mengatakan masih ada agenda pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, salah satunya dari kalangan penerima dana KUR.
Dengan menyampaikan hal demikian, Harun menegaskan bahwa penyidikan ini belum mengarah pada penetapan tersangka.
"Pada prinsipnya kami tetap mengedepankan kehati-hatian dan tidak terburu-buru terutama dalam penguatan alat bukti," ucap dia.
Kejari Mataram menangani kasus ini berawal dari adanya temuan satuan pengawas internal (SPI) perbankan. Potensi kerugian muncul senilai Rp6 miliar.
Temuan potensi kerugian tersebut datang dari hasil audit pengelolaan dana KUR yang berada di tingkat unit, yakni di wilayah Kebon Roek, Kota Mataram, dan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam perincian, potensi kerugian Rp4 miliar muncul pada kerja di wilayah Kebon Roek dan Rp2 miliar untuk wilayah Gerung.
Potensi kerugian negara merupakan kalkulasi jumlah nasabah penerima dana KUR. Untuk wilayah Kebon Roek sebanyak 112 nasabah dan Gerung, 49 nasabah.
Kemudian, nominal pencairan dana KUR per nasabah berbeda-beda, tergantung dari kategori pengajuan, baik KUR mikro maupun KUR kecil dengan nilai pencairan paling tinggi Rp100 juta.