Mataram (Antara NTB) - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Barat H Suharto mengingatkan pemerintah provinsi agar lebih berhati-hati mengeluarkan izin penambangan atau pengerukan pasir laut di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur yang kini sudah memasuki tahap eksplorasi.
"Kita tahu saat ini izin eksplorasi sudah diberikan. Tetapi untuk penambangan belum. Karena dampaknya terhadap lingkungan sangat berbahaya, lebih baik izin penambangannya tidak diberikan," kata Suharto di Mataram.
Menurut politisi Hanura ini, meski secara ekonomi pengerukan pasir laut di wilayah Lombok Timur dan Lombok Barat itu menguntungkan bagi daerah, karena dapat memberikan nilai tambah bagi PAD, namun di sisi lain dampak jangka panjang dari kegiatan ini merusak lingkungan.
"Ini juga yang perlu dipikirkan. Jangan sampai kita berharap PAD dengan memberikan izin pengerukan, lalu daerah mendapat ruginya," ujarnya.
Untuk itu, ia menyarankan agar rencana pengerukan pasir laut di wilayah Lombok Timur dan Lombok Barat yang kini tengah dalam tahap eksplorasi itu tidak sampai pada pemberian izin penambangan.
Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi juga telah meminta pemerintah provinsi dan pemerintah di dua kabupaten menghentikan rencana pemberian izin pengerukan pasir laut untuk reklamasi Tanjung Benoa, Bali, karena dinilai akan berdampak buruk terhadap lingkungan.
"Adanya undang-undang baru, pemberian izin pertambangan kini ada di provinsi sehingga kabupaten tidak lagi memiliki hak. Karena sekarang ada di provinsi, maka tidak boleh ada izin pengerukan pasir, kalau ada ini harus dihentikan," kata Mori Hanafi.
Ia menuturkan, jika pemberian izin tersebut tetap dipaksakan untuk diberikan, maka bisa dikatakan apa yang dilakukan pemerintah provinsi merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Apalagi, potensi kerusakan lingkungan akibat pengerukan pasir itu lebih besar daripada hasil yang diperoleh daerah.
"Gubernur harus tegas untuk mengatakan tidak setuju pengambilan pasir, apabila ini dilanjutkan maka kerusakan itu tinggal menunggu waktu," ujarnya.
Kata dia, kalau pun nantinya rencana pemberian izin ini diberikan, DPRD, kata Mori, berhak mengajukan interpelasi kepada gubernur, menanyakan apa alasan di balik pemberian izin tersebut.
"Saran kami (pemberian) izin ini dihentikan. Tetapi, kalau ini tetap dipaksakan, maka ini menjadi pelanggaran gubernur. DPRD bisa saja mengusulkan hak interpelasi kepada gubernur," tegasnya. (*)
"Kita tahu saat ini izin eksplorasi sudah diberikan. Tetapi untuk penambangan belum. Karena dampaknya terhadap lingkungan sangat berbahaya, lebih baik izin penambangannya tidak diberikan," kata Suharto di Mataram.
Menurut politisi Hanura ini, meski secara ekonomi pengerukan pasir laut di wilayah Lombok Timur dan Lombok Barat itu menguntungkan bagi daerah, karena dapat memberikan nilai tambah bagi PAD, namun di sisi lain dampak jangka panjang dari kegiatan ini merusak lingkungan.
"Ini juga yang perlu dipikirkan. Jangan sampai kita berharap PAD dengan memberikan izin pengerukan, lalu daerah mendapat ruginya," ujarnya.
Untuk itu, ia menyarankan agar rencana pengerukan pasir laut di wilayah Lombok Timur dan Lombok Barat yang kini tengah dalam tahap eksplorasi itu tidak sampai pada pemberian izin penambangan.
Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi juga telah meminta pemerintah provinsi dan pemerintah di dua kabupaten menghentikan rencana pemberian izin pengerukan pasir laut untuk reklamasi Tanjung Benoa, Bali, karena dinilai akan berdampak buruk terhadap lingkungan.
"Adanya undang-undang baru, pemberian izin pertambangan kini ada di provinsi sehingga kabupaten tidak lagi memiliki hak. Karena sekarang ada di provinsi, maka tidak boleh ada izin pengerukan pasir, kalau ada ini harus dihentikan," kata Mori Hanafi.
Ia menuturkan, jika pemberian izin tersebut tetap dipaksakan untuk diberikan, maka bisa dikatakan apa yang dilakukan pemerintah provinsi merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Apalagi, potensi kerusakan lingkungan akibat pengerukan pasir itu lebih besar daripada hasil yang diperoleh daerah.
"Gubernur harus tegas untuk mengatakan tidak setuju pengambilan pasir, apabila ini dilanjutkan maka kerusakan itu tinggal menunggu waktu," ujarnya.
Kata dia, kalau pun nantinya rencana pemberian izin ini diberikan, DPRD, kata Mori, berhak mengajukan interpelasi kepada gubernur, menanyakan apa alasan di balik pemberian izin tersebut.
"Saran kami (pemberian) izin ini dihentikan. Tetapi, kalau ini tetap dipaksakan, maka ini menjadi pelanggaran gubernur. DPRD bisa saja mengusulkan hak interpelasi kepada gubernur," tegasnya. (*)