Mataram (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Polisi Nasrun Pasaribu menyatakan hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan kapal kayu pada Dinas Perhubungan Kabupaten Bima.
"Dalam kasus ini belum ada tersangka kami tetapkan," kata Nasrun di Mataram, Senin.
Dia memastikan penanganan pada tahap penyidikan ini masih dalam penguatan alat bukti. Selain mendalami keterangan saksi, alat bukti juga dikuatkan melalui keterangan ahli pidana maupun audit kerugian negara.
"Jadi, kasusnya masih terus berproses di tahap penyidikan umum. Hasil audit juga masih ditunggu," ujarnya.
Meskipun demikian, Nasrun menegaskan bahwa pihaknya meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan setelah ada temuan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah ke tindak pidana korupsi.
"Dari kementerian sudah memberi keterangan kalau pengadaannya tidak sesuai mekanisme. Ada juga dugaan tidak sesuai volume pekerjaan," ucapnya.
Penyidik Polda NTB menangani kasus dugaan korupsi pengadaan ini terhitung sejak 24 Mei 2022. Penanganan berdasarkan adanya Surat Tugas Ditreskrimsus Polda NTB Nomor: Sp-Gas/12/V/2022/Dit Reskrimsus.
Dalam rangkaian penanganan, pihak kepolisian telah mengambil keterangan dan mengumpulkan data lapangan.
Keterangan dari sejumlah pejabat dinas, pelaksana proyek, dan para pihak yang turut mengetahui proses pekerjaan proyek ini masuk dalam kelengkapan berkas.
Proyek Dinas Perhubungan Kabupaten Bima ini dikerjakan oleh CV Sarana Fiberindo Mandiri dengan surat perjanjian kontrak kerja Nomor: 990.550/100/DISHUB/VIII/2021 tertanggal 05 Agustus 2021.
Periode pelaksanaan proyek berjalan selama 132 hari kalender kerja terhitung sampai 15 Desember 2021. CV Sarana Fiberindo Mandiri mendapatkan kontrak kerja untuk pengerjaan empat unit kapal kayu dengan nilai Rp3,9 miliar.
Meskipun pekerjaan telah dinyatakan rampung, namun pengadaan kapal yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) ini masuk temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.
Dalam temuannya, BPK NTB mencatat ada sejumlah permasalahan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Nominal kerugian yang muncul diduga mencapai ratusan juta rupiah.
"Dalam kasus ini belum ada tersangka kami tetapkan," kata Nasrun di Mataram, Senin.
Dia memastikan penanganan pada tahap penyidikan ini masih dalam penguatan alat bukti. Selain mendalami keterangan saksi, alat bukti juga dikuatkan melalui keterangan ahli pidana maupun audit kerugian negara.
"Jadi, kasusnya masih terus berproses di tahap penyidikan umum. Hasil audit juga masih ditunggu," ujarnya.
Meskipun demikian, Nasrun menegaskan bahwa pihaknya meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan setelah ada temuan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah ke tindak pidana korupsi.
"Dari kementerian sudah memberi keterangan kalau pengadaannya tidak sesuai mekanisme. Ada juga dugaan tidak sesuai volume pekerjaan," ucapnya.
Penyidik Polda NTB menangani kasus dugaan korupsi pengadaan ini terhitung sejak 24 Mei 2022. Penanganan berdasarkan adanya Surat Tugas Ditreskrimsus Polda NTB Nomor: Sp-Gas/12/V/2022/Dit Reskrimsus.
Dalam rangkaian penanganan, pihak kepolisian telah mengambil keterangan dan mengumpulkan data lapangan.
Keterangan dari sejumlah pejabat dinas, pelaksana proyek, dan para pihak yang turut mengetahui proses pekerjaan proyek ini masuk dalam kelengkapan berkas.
Proyek Dinas Perhubungan Kabupaten Bima ini dikerjakan oleh CV Sarana Fiberindo Mandiri dengan surat perjanjian kontrak kerja Nomor: 990.550/100/DISHUB/VIII/2021 tertanggal 05 Agustus 2021.
Periode pelaksanaan proyek berjalan selama 132 hari kalender kerja terhitung sampai 15 Desember 2021. CV Sarana Fiberindo Mandiri mendapatkan kontrak kerja untuk pengerjaan empat unit kapal kayu dengan nilai Rp3,9 miliar.
Meskipun pekerjaan telah dinyatakan rampung, namun pengadaan kapal yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) ini masuk temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.
Dalam temuannya, BPK NTB mencatat ada sejumlah permasalahan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Nominal kerugian yang muncul diduga mencapai ratusan juta rupiah.