Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memandang skema perdagangan karbon mampu mendukung aksi penurunan emisi dan peningkatan serapan gas rumah kaca sektor kehutanan.
Dengan demikian, mekanisme perdagangan karbon turut berkontribusi untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian netralitas karbon secara global. Komitmen Indonesia melalui cetak biru Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 mendorong penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 140 juta ton setara karbon dioksida pada tahun 2030.
"Perdagangan karbon dikembangkan karena dinilai berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca dengan biaya ekonomis," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Drasospolino di Jakarta, Selasa.
Pada 2021, Indonesia telah menerbitkan regulasi mengenai penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk mengendalikan emosi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional. Pasal 3 ayat 4 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 menjelaskan bahwa sektor kehutanan berperan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan carbon net sink.
Drasospolino menjelaskan pembiayaan pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca nasional dapat berasal dari berbagai sumber mulai dari mekanisme pasar maupun non-pasar.
Pembiayaan melalui mekanisme pasar dapat berasal dari perdagangan emisi dan offset emisi. Sedangkan, pembiayaan melalui mekanisme non-pasar dapat berasal dari anggaran pemerintah, donor internasional (bilateral dan multilateral) maupun dari swasta.
Baca juga: Penghargaan Kotabaru usai bangun rumah konsultasi iklim
Baca juga: Pengelolaan perhutanan sosial belum setara gender
Baca juga: Penghargaan Kotabaru usai bangun rumah konsultasi iklim
Baca juga: Pengelolaan perhutanan sosial belum setara gender
Aksi pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dilakukan melalui tiga skema, yaitu mekanisme non pasar result based payment, mekanisme berbasis pasar melalui perdagangan karbon, dan pajak karbon.*