Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menemukan perbuatan melawan hukum dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi aset berupa lahan yang menjadi lokasi pembangunan pusat perbelanjaan di Kabupaten Lombok Barat, yakni Lombok City Center (LCC).
"Pokoknya kalau ada kesalahan, ada mens rea, ada perbuatan melawan hukum, ada kerugian negara, kami lanjutkan. Tetapi, kalau sebaliknya, jangan ditekan. Perkara yang kami tangani saat ini sudah banyak," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Senin.
Penyelidik jaksa Hasan Baseri dengan pendampingan Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera turut menambahkan bahwa bukti adanya perbuatan melawan hukum dalam kasus ini perlu penguatan. Untuk itu, kejaksaan kini sedang berkoordinasi dengan lembaga auditor, dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Dengan PMH (perbuatan melawan hukum) ini, apakah ada kerugian negara, ini yang kami bawa ke BPKP," ujar Hasan.
Dalam penyelidikan kasus ini, kejaksaan telah meminta keterangan sejumlah mantan pejabat yang mengetahui kontrak kerja sama dalam pengelolaan aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat tersebut.
Para pihak yang pernah hadir ke hadapan jaksa antara lain mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony dan mantan Kepala BPKAD Lombok Barat Burhanuddin. Permintaan keterangan terhadap dua mantan pejabat tersebut berlangsung pada Jumat (3/11). Zaini mengaku menyayangkan nasib dari aset yang kini terbengkalai tersebut. Dengan adanya kasus ini, dia berharap lahan yang di atasnya terdapat bangunan bekas pusat perbelanjaan megah tersebut dapat kembali dimanfaatkan dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Kasus aset LCC ini sebelumnya pernah maju sampai ke meja persidangan berdasarkan hasil penyidikan Kejati NTB. Dalam kasus tersebut ada dua pejabat dari Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Lombok Barat, yakni PT Patut Patuh Patju (Tripat) yang terseret pidana.
Keduanya adalah mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak. Untuk Azril Sopandi, hakim menjatuhkan pidana hukuman 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan dan membebankan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp891 juta subsider dua tahun penjara.
Sedangkan, vonis untuk Abdurrazak empat tahun penjara dengan pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Abdurrazak juga turut dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp235 juta subsider satu tahun penjara.
Berdasarkan vonis pidana yang dijatuhkan, kedua dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara. Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014 tersebut.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Daerah Lombok Barat berupa lahan strategis di Jalan Raya Mataram-Sikur, Desa Gerimak, Kecamatan Narmada seluas 8,4 hektare.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC dal hal ini pihak swasta dari PT Bliss. Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, kemudian dijadikan agunan oleh PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar dari Bank Sinar Mas.
Baca juga: Semen Grobogan terungkap pernah beli 7.500 ton pasir besi PT AMG
Baca juga: Auditor mengagendakan turun lapangan hitung kerugian kasus Dishub Dompu
Dalam proses perjanjian kerja sama antara PT Tripat dengan PT Bliss, muncul keterlibatan mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony, yang turut serta membubuhkan tanda tangan perjanjian.
"Pokoknya kalau ada kesalahan, ada mens rea, ada perbuatan melawan hukum, ada kerugian negara, kami lanjutkan. Tetapi, kalau sebaliknya, jangan ditekan. Perkara yang kami tangani saat ini sudah banyak," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Senin.
Penyelidik jaksa Hasan Baseri dengan pendampingan Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera turut menambahkan bahwa bukti adanya perbuatan melawan hukum dalam kasus ini perlu penguatan. Untuk itu, kejaksaan kini sedang berkoordinasi dengan lembaga auditor, dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Dengan PMH (perbuatan melawan hukum) ini, apakah ada kerugian negara, ini yang kami bawa ke BPKP," ujar Hasan.
Dalam penyelidikan kasus ini, kejaksaan telah meminta keterangan sejumlah mantan pejabat yang mengetahui kontrak kerja sama dalam pengelolaan aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat tersebut.
Para pihak yang pernah hadir ke hadapan jaksa antara lain mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony dan mantan Kepala BPKAD Lombok Barat Burhanuddin. Permintaan keterangan terhadap dua mantan pejabat tersebut berlangsung pada Jumat (3/11). Zaini mengaku menyayangkan nasib dari aset yang kini terbengkalai tersebut. Dengan adanya kasus ini, dia berharap lahan yang di atasnya terdapat bangunan bekas pusat perbelanjaan megah tersebut dapat kembali dimanfaatkan dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Kasus aset LCC ini sebelumnya pernah maju sampai ke meja persidangan berdasarkan hasil penyidikan Kejati NTB. Dalam kasus tersebut ada dua pejabat dari Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Lombok Barat, yakni PT Patut Patuh Patju (Tripat) yang terseret pidana.
Keduanya adalah mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak. Untuk Azril Sopandi, hakim menjatuhkan pidana hukuman 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan dan membebankan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp891 juta subsider dua tahun penjara.
Sedangkan, vonis untuk Abdurrazak empat tahun penjara dengan pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Abdurrazak juga turut dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp235 juta subsider satu tahun penjara.
Berdasarkan vonis pidana yang dijatuhkan, kedua dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara. Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014 tersebut.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Daerah Lombok Barat berupa lahan strategis di Jalan Raya Mataram-Sikur, Desa Gerimak, Kecamatan Narmada seluas 8,4 hektare.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC dal hal ini pihak swasta dari PT Bliss. Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, kemudian dijadikan agunan oleh PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar dari Bank Sinar Mas.
Baca juga: Semen Grobogan terungkap pernah beli 7.500 ton pasir besi PT AMG
Baca juga: Auditor mengagendakan turun lapangan hitung kerugian kasus Dishub Dompu
Dalam proses perjanjian kerja sama antara PT Tripat dengan PT Bliss, muncul keterlibatan mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony, yang turut serta membubuhkan tanda tangan perjanjian.