Mataram (ANTARA) - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram menyita 46.828 tablet obat berbahaya atau obat yang tergolong dalam daftar G (Gevaarlijk).
Kepala BBPOM Mataram Yosef Dwi Irwan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis, mengatakan penyitaan puluhan ribu tablet obat berbahaya tersebut merupakan barang bukti hasil pengungkapan periode Januari hingga awal November 2023.
"Barang bukti 46.828 tablet ini disita dari 10 perkara peredaran obat daftar G dengan merek Tramadol, Trihexyphenidil, dan Dextromethorphan," ungkap Yosef.
Dari 10 perkara yang terungkap, jelas dia, tujuh di antaranya telah selesai di tahap penyidikan dan sudah diserahkan ke penuntut umun.
"Sisanya, satu perkara baru dinyatakan lengkap, satu lagi baru tahap satu (pelimpahan berkas ke jaksa peneliti), dan satu lagi masih tahap pemberkasan penyidikan," ujarnya.
Kemudian, dari 10 perkara yang ditangani penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BBPOM Mataram tersebut, lima di antaranya terungkap di wilayah Kota Mataram.
"Lima lainnya, ada di Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, dan Kota Bima. Itu masing-masing terungkap satu perkara," ucap dia.
Menurut analisa BBPOM Mataram tahun 2023, peredaran dan penyalahgunaan obat daftar G di wilayah NTB masih tergolong tinggi.
"Selain permintaan pasar yang cukup tinggi, motif dari peredaran ini rata-rata persoalan kebutuhan ekonomi," katanya.
Dengan analisa demikian, Yosef mengimbau masyarakat NTB untuk menaruh perhatian terhadap keberadaan obat tersebut.
"Bahkan, saat ini target pemasaran bukan hanya untuk kelompok pekerja dan mahasiswa, namun juga sudah merambah ke kelompok pelajar. Tentu, hal ini mengancam kualitas SDM dan menghambat pencapaian Indonesia Emas 2045," ujar Yosef.
Kepala BBPOM Mataram Yosef Dwi Irwan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis, mengatakan penyitaan puluhan ribu tablet obat berbahaya tersebut merupakan barang bukti hasil pengungkapan periode Januari hingga awal November 2023.
"Barang bukti 46.828 tablet ini disita dari 10 perkara peredaran obat daftar G dengan merek Tramadol, Trihexyphenidil, dan Dextromethorphan," ungkap Yosef.
Dari 10 perkara yang terungkap, jelas dia, tujuh di antaranya telah selesai di tahap penyidikan dan sudah diserahkan ke penuntut umun.
"Sisanya, satu perkara baru dinyatakan lengkap, satu lagi baru tahap satu (pelimpahan berkas ke jaksa peneliti), dan satu lagi masih tahap pemberkasan penyidikan," ujarnya.
Kemudian, dari 10 perkara yang ditangani penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BBPOM Mataram tersebut, lima di antaranya terungkap di wilayah Kota Mataram.
"Lima lainnya, ada di Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, dan Kota Bima. Itu masing-masing terungkap satu perkara," ucap dia.
Menurut analisa BBPOM Mataram tahun 2023, peredaran dan penyalahgunaan obat daftar G di wilayah NTB masih tergolong tinggi.
"Selain permintaan pasar yang cukup tinggi, motif dari peredaran ini rata-rata persoalan kebutuhan ekonomi," katanya.
Dengan analisa demikian, Yosef mengimbau masyarakat NTB untuk menaruh perhatian terhadap keberadaan obat tersebut.
"Bahkan, saat ini target pemasaran bukan hanya untuk kelompok pekerja dan mahasiswa, namun juga sudah merambah ke kelompok pelajar. Tentu, hal ini mengancam kualitas SDM dan menghambat pencapaian Indonesia Emas 2045," ujar Yosef.