Mataram (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Resor Kota Mataram merampungkan pemeriksaan terhadap 102 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terlibat dalam proyek pengadaan masker untuk penanggulangan penyebaran COVID-19 di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Jadi, agenda pemeriksaan UMKM, itu sudah selesai. Ada 102 pelaku UMKM yang kami periksa, sebenarnya 105, tetapi dua orang meninggal, dan satu orang bermasalah dengan tindak pidana lainnya, makanya jadi 102," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Kompol Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis.
Baca juga: Wabup Sumbawa diagendakan diperiksa polisi kembali terkait kasus masker
Baca juga: Wabup Sumbawa diperiksa polisi terkait pengadaan masker Rp12 miliar
Dia menjelaskan bahwa 102 pelaku UMKM ini tersebar di seluruh kabupaten/kota, baik yang berada di Pulau Lombok maupun Sumbawa.
"Sebenarnya ada lagi UMKM yang akan kami periksa, tetapi ini yang tidak berbadan hukum, mereka pinjam bendera. Ini di luar 102 UMKM yang terdaftar di dinas koperasi," ujarnya.
Namun, dari hasil pemeriksaan 102 pelaku UMKM, penyidik telah menemukan arah pengembangan dari proyek yang diduga bermasalah terkait korupsi tersebut.
"Agenda selanjutnya, kami telusuri transaksi penyaluran anggaran pengadaan. Katanya disalurkan melalui perbankan," ucap dia.
Bank yang terlibat dalam penyaluran anggaran ini adalah PT Bank Central Asia (BCA) dan dan PT Bank Pembangunan Daerah NTB Syariah.
"Dari sana nanti akan kami lihat transaksinya apakah sudah sesuai atau tidak," katanya.
Usai pemeriksaan pihak perbankan, penyidik akan berkoordinasi lebih lanjut dengan auditor, dalam hal ini BPKP Perwakilan NTB.
Proyek pengadaan masker COVID-19 yang diduga bermasalah ini berjalan pada periode 2020. Untuk pengadaan tersebut, pemerintah daerah menyediakan dana APBD senilai Rp12,3 miliar hasil kebijakan refocusing anggaran di masa pandemi.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam proses pengadaan ini dimulai sejak Januari 2023. Polresta Mataram kemudian meningkatkan penanganan ke tahap penyidikan pada medio September 2023.
Polresta Mataram dari hasil penyelidikan telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
"Jadi, agenda pemeriksaan UMKM, itu sudah selesai. Ada 102 pelaku UMKM yang kami periksa, sebenarnya 105, tetapi dua orang meninggal, dan satu orang bermasalah dengan tindak pidana lainnya, makanya jadi 102," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Kompol Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis.
Baca juga: Wabup Sumbawa diagendakan diperiksa polisi kembali terkait kasus masker
Baca juga: Wabup Sumbawa diperiksa polisi terkait pengadaan masker Rp12 miliar
Dia menjelaskan bahwa 102 pelaku UMKM ini tersebar di seluruh kabupaten/kota, baik yang berada di Pulau Lombok maupun Sumbawa.
"Sebenarnya ada lagi UMKM yang akan kami periksa, tetapi ini yang tidak berbadan hukum, mereka pinjam bendera. Ini di luar 102 UMKM yang terdaftar di dinas koperasi," ujarnya.
Namun, dari hasil pemeriksaan 102 pelaku UMKM, penyidik telah menemukan arah pengembangan dari proyek yang diduga bermasalah terkait korupsi tersebut.
"Agenda selanjutnya, kami telusuri transaksi penyaluran anggaran pengadaan. Katanya disalurkan melalui perbankan," ucap dia.
Bank yang terlibat dalam penyaluran anggaran ini adalah PT Bank Central Asia (BCA) dan dan PT Bank Pembangunan Daerah NTB Syariah.
"Dari sana nanti akan kami lihat transaksinya apakah sudah sesuai atau tidak," katanya.
Usai pemeriksaan pihak perbankan, penyidik akan berkoordinasi lebih lanjut dengan auditor, dalam hal ini BPKP Perwakilan NTB.
Proyek pengadaan masker COVID-19 yang diduga bermasalah ini berjalan pada periode 2020. Untuk pengadaan tersebut, pemerintah daerah menyediakan dana APBD senilai Rp12,3 miliar hasil kebijakan refocusing anggaran di masa pandemi.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam proses pengadaan ini dimulai sejak Januari 2023. Polresta Mataram kemudian meningkatkan penanganan ke tahap penyidikan pada medio September 2023.
Polresta Mataram dari hasil penyelidikan telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.