Mataram (Antara NTB) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong akademisi Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengembangkan industri keuangan syariah di tengah semakin ketatnya persaingan.
"Dukungan riset yang berkualitas diperlukan agar industri keuangan syariah dapat tumbuh lebih cepat, berkelanjutan dan berdaya saing, sehingga dapat berperan dan berkontribusi lebih optimal dalam perekonomian nasional," Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, melalui keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Mataram, Senin.
Terkait hal tersebut, kata dia, OJK bekerja sama dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Universitas Mataram yang ditunjuk sebagai kampus penyelenggara Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) XV.
FREKS XV dengan tema "Mengangkat Keunikan Keuangan Syariah dalam Era Persaingan Industri Jasa Keuangan yang Semakin Ketat", akan digelar di Universitas Mataram pada tanggal 6-8 September 2016.
Kegiatan FREKS XV akan dihadiri oleh Anggota Dewan Komisioner OJK Nelson Tampubolon, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, selaku Ketua Umum IAEI dan Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi.
Rangkaian kegiatan FREKS XV terdiri dari 5 agenda, yaitu Prominent Scholar Lecture on Islamic Finance yang akan disampaikan oleh Prof Mohamad Akram Laldin, Executive Director The International Shari'ah Research Academy for Islamic Finance (ISRA) Malaysia.
Selain itu, kegiatan forum bersama yang dihadiri perwakilan perguruan tinggi yang memiliki program studi/jurusan ekonomi dan keuangan syariah, presentasi finalis "Call for Paper", dan pertemuan Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI).
Sebagai rangkaian kegiatan FREKS XV, lanjut Muliaman, OJK bekerja sama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Ekonomi Kota Mataram akan menyelenggarakan pertemuan perbankan syariah untuk guru atau tenaga pengajar tingkat sekolah menengah atas/sederajat di Kota Mataram.
"Dalam berbagai pertemuan tersebut akan dibahas perkembangan industri jasa keuangan syariah yang terus berkembang," ujarnya.
Perkembangan industri jasa keuangan syariah, kata dia, dilihat dari dari total aset Rp306,23 triliun dan terdiri dari 12 bank usaha syariah, 22 unit usaha syariah dan 165 bank perkreditan rakyat syariah.
Aset perbankan syariah pada semester I/2016 tumbuh sebesar 11,97 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Industri ini mengelola 18,31 juta rekening dana masyarakat, melalui kurang lebih 2.557 jaringan kantor di seluruh Indonesia.
Untuk sektor pasar modal syariah, data per Juli 2016 menunjukkan bahwa jumlah saham syariah mencapai 325 saham atau 61,21 persen dari seluruh saham di pasar modal dengan nilai kapitalisasi mencapai Rp3.172,19 triliun (berdasarkan Indeks Saham Syariah Indonesia).
Adapun, nilai "outstanding" 47 sukuk korporasi saat ini adalah Rp10,76 triliun atau 3,97 persen dari nilai "outstanding" seluruh sukuk dan obligasi korporasi. Selain itu, terdapat 109 reksa dana syariah dengan total NAB mencapai Rp9,93 triliun atau 3,23 persen dari total NAB reksa dana.
Sementara itu, untuk sektor industri keuangan nonbank (INKB) syariah, per Juni 2016 terdapat 121 perusahaan yang menyelenggarakan usaha berdasarkan syariah, terdiri dari 56 perusahaan asuransi syariah atau reasuransi syariah, 40 lembaga pembiayaan syariah, 7 lembaga modal ventura syariah, 6 lembaga jasa keuangan khusus syariah dan 12 lembaga keuangan mikro syariah.
Dari sisi aset, IKNB syariah mengelola aset sebesar Rp78,04 triliun, yang terdiri atas Rp30,61 triliun dari sektor asuransi dan reasuransi syariah, Rp29 triliun dari sektor pembiayaan syariah, Rp1,1 triliun dari sektor modal ventura syariah, Rp17,3 triliun dari sektor jasa keuangan khusus syariah dan Rp60 miliar dari sektor keuangan mikro syariah. (*)
"Dukungan riset yang berkualitas diperlukan agar industri keuangan syariah dapat tumbuh lebih cepat, berkelanjutan dan berdaya saing, sehingga dapat berperan dan berkontribusi lebih optimal dalam perekonomian nasional," Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, melalui keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Mataram, Senin.
Terkait hal tersebut, kata dia, OJK bekerja sama dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Universitas Mataram yang ditunjuk sebagai kampus penyelenggara Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) XV.
FREKS XV dengan tema "Mengangkat Keunikan Keuangan Syariah dalam Era Persaingan Industri Jasa Keuangan yang Semakin Ketat", akan digelar di Universitas Mataram pada tanggal 6-8 September 2016.
Kegiatan FREKS XV akan dihadiri oleh Anggota Dewan Komisioner OJK Nelson Tampubolon, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, selaku Ketua Umum IAEI dan Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi.
Rangkaian kegiatan FREKS XV terdiri dari 5 agenda, yaitu Prominent Scholar Lecture on Islamic Finance yang akan disampaikan oleh Prof Mohamad Akram Laldin, Executive Director The International Shari'ah Research Academy for Islamic Finance (ISRA) Malaysia.
Selain itu, kegiatan forum bersama yang dihadiri perwakilan perguruan tinggi yang memiliki program studi/jurusan ekonomi dan keuangan syariah, presentasi finalis "Call for Paper", dan pertemuan Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI).
Sebagai rangkaian kegiatan FREKS XV, lanjut Muliaman, OJK bekerja sama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Ekonomi Kota Mataram akan menyelenggarakan pertemuan perbankan syariah untuk guru atau tenaga pengajar tingkat sekolah menengah atas/sederajat di Kota Mataram.
"Dalam berbagai pertemuan tersebut akan dibahas perkembangan industri jasa keuangan syariah yang terus berkembang," ujarnya.
Perkembangan industri jasa keuangan syariah, kata dia, dilihat dari dari total aset Rp306,23 triliun dan terdiri dari 12 bank usaha syariah, 22 unit usaha syariah dan 165 bank perkreditan rakyat syariah.
Aset perbankan syariah pada semester I/2016 tumbuh sebesar 11,97 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Industri ini mengelola 18,31 juta rekening dana masyarakat, melalui kurang lebih 2.557 jaringan kantor di seluruh Indonesia.
Untuk sektor pasar modal syariah, data per Juli 2016 menunjukkan bahwa jumlah saham syariah mencapai 325 saham atau 61,21 persen dari seluruh saham di pasar modal dengan nilai kapitalisasi mencapai Rp3.172,19 triliun (berdasarkan Indeks Saham Syariah Indonesia).
Adapun, nilai "outstanding" 47 sukuk korporasi saat ini adalah Rp10,76 triliun atau 3,97 persen dari nilai "outstanding" seluruh sukuk dan obligasi korporasi. Selain itu, terdapat 109 reksa dana syariah dengan total NAB mencapai Rp9,93 triliun atau 3,23 persen dari total NAB reksa dana.
Sementara itu, untuk sektor industri keuangan nonbank (INKB) syariah, per Juni 2016 terdapat 121 perusahaan yang menyelenggarakan usaha berdasarkan syariah, terdiri dari 56 perusahaan asuransi syariah atau reasuransi syariah, 40 lembaga pembiayaan syariah, 7 lembaga modal ventura syariah, 6 lembaga jasa keuangan khusus syariah dan 12 lembaga keuangan mikro syariah.
Dari sisi aset, IKNB syariah mengelola aset sebesar Rp78,04 triliun, yang terdiri atas Rp30,61 triliun dari sektor asuransi dan reasuransi syariah, Rp29 triliun dari sektor pembiayaan syariah, Rp1,1 triliun dari sektor modal ventura syariah, Rp17,3 triliun dari sektor jasa keuangan khusus syariah dan Rp60 miliar dari sektor keuangan mikro syariah. (*)