Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia terus mengkaji kemungkinan untuk bergabung dengan aliansi perdagangan BRICS, dan sedang mempelajari keuntungan yang akan diperoleh dari keanggotaan tersebut.
Aliansi perdagangan BRICS adalah aliansi ekonomi yang terdiri dari lima negara berkembang, yaitu Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Iran, dan Ethiopia bergabung dengan BRICS pada 1 Januari, sehingga anggotanya bertambah dari 5 menjadi 10 negara.
Di saat banyak negara-negara berkembang yang mengutarakan keinginan untuk bergabung dengan BRICS, Retno dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, justru mengatakan bahwa Indonesia tidak akan terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan.
"Politik luar negeri kita selalu diperhitungkan dengan matang, tidak ada keputusan yang begitu saja dikeluarkan. Jadi untuk saat ini Indonesia masih terus mempelajari keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan bergabung dalam BRICS," kata Retno.
Baca juga: Perlu sosialisasi masif meredam narasi negatif isu Rohingya
Baca juga: Masyarakat Aceh menolak kedatangan imigran Rohingya
Lebih lanjut, Menlu menuturkan bahwa Indonesia secara prinsip membuka pintu kerja sama dengan semua pihak selama kerja sama tersebut saling menguntungkan. Indonesia, kata dia, juga berhubungan baik dengan negara-negara anggota BRICS, bahkan mencatatkan nilai perdagangan terbesar dengan salah satu anggota, yaitu China.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai perdagangan Indonesia-China pada periode Januari--Oktober 2023 tercatat 104,84 miliar dolar AS.
"Jadi kalau kita belum masuk BRICS, hubungan kita dengan masing-masing negara (anggota) terjaga dengan sangat baik," ucap Retno.
Aliansi perdagangan BRICS adalah aliansi ekonomi yang terdiri dari lima negara berkembang, yaitu Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Iran, dan Ethiopia bergabung dengan BRICS pada 1 Januari, sehingga anggotanya bertambah dari 5 menjadi 10 negara.
Di saat banyak negara-negara berkembang yang mengutarakan keinginan untuk bergabung dengan BRICS, Retno dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, justru mengatakan bahwa Indonesia tidak akan terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan.
"Politik luar negeri kita selalu diperhitungkan dengan matang, tidak ada keputusan yang begitu saja dikeluarkan. Jadi untuk saat ini Indonesia masih terus mempelajari keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan bergabung dalam BRICS," kata Retno.
Baca juga: Perlu sosialisasi masif meredam narasi negatif isu Rohingya
Baca juga: Masyarakat Aceh menolak kedatangan imigran Rohingya
Lebih lanjut, Menlu menuturkan bahwa Indonesia secara prinsip membuka pintu kerja sama dengan semua pihak selama kerja sama tersebut saling menguntungkan. Indonesia, kata dia, juga berhubungan baik dengan negara-negara anggota BRICS, bahkan mencatatkan nilai perdagangan terbesar dengan salah satu anggota, yaitu China.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai perdagangan Indonesia-China pada periode Januari--Oktober 2023 tercatat 104,84 miliar dolar AS.
"Jadi kalau kita belum masuk BRICS, hubungan kita dengan masing-masing negara (anggota) terjaga dengan sangat baik," ucap Retno.