Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan merevitalisasi jurusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang sudah tidak terlalu dibutuhkan dunia kerja dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran.
"Kami akan mulai melakukan revitalisasi mulai Januari 2017. Tapi tidak bisa selesai satu atau dua tahun," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Nusa Tenggara Barat H Muhammad Suruji, di Mataram.
Revitalisasi tersebut, kata dia, perlu dilakukan karena pengangguran di NTB sebagian besar berasal dari lulusan SMK.
Badan Pusat Statistik (BPS) NTB merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) penduduk usia 15 tahun ke atas pada Agustus 2016 mencapai 3,84 persen.
Lulusan SMK menempati posisi tertinggi dengan jumlah mencapai 11,28 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode Agustus 2015 sebesar 10,90 persen.
Menurut Suruji, relatif tingginya jumlah pengangguran dari kalangan lulusan SMK sebagai dampak dari belum siapnya sekolah mencetak calon tenaga kerja yang siap pakai.
Sebagian besar SMK tidak memiliki fasilitas pendukung kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, kekurangan tenaga pendidik yang sesuai dengan keahlian yang tersedia di sekolah itu.
Kondisi yang memprihatinkan tersebut tidak hanya terjadi di NTB, tetapi juga secara nasional karena itu adalah kebijakan pemerintah pusat yang cenderung dadakan.
"Kalau cara pengelolaan SMK seperti sekarang, maka SMK itu akan tetap menjadi sumber pengangguran," ujarnya.
Untuk itu, kata mantan Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur ini, revitalisasi jurusan yang sudah tidak dibutuhkan oleh dunia kerja menjadi salah satu solusi.
Misalnya, jurusan administrasi perkantoran. Pihaknya akan membuat regulasi SMK tidak boleh lagi membuka jurusan tersebut.
Suruji menambahkan, upaya lain yang akan dilakukan adalah menyesuaikan jurusan di SMK sesuai dengan kondisi potensi daerah.
Selain itu, membuka klaster supaya sekolah dengan lembaga lain bisa saling memperkuat dalam meningkatkan kemampuan para peserta didik.
"Misalnya di satu kabupaten ada yang membuka program keahlian pariwisata, harus ada hotel dan perusahaan perjalanan wisata yang bisa menjadi mitra sebagai tempat praktik siswa," katanya. (*)
"Kami akan mulai melakukan revitalisasi mulai Januari 2017. Tapi tidak bisa selesai satu atau dua tahun," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Nusa Tenggara Barat H Muhammad Suruji, di Mataram.
Revitalisasi tersebut, kata dia, perlu dilakukan karena pengangguran di NTB sebagian besar berasal dari lulusan SMK.
Badan Pusat Statistik (BPS) NTB merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) penduduk usia 15 tahun ke atas pada Agustus 2016 mencapai 3,84 persen.
Lulusan SMK menempati posisi tertinggi dengan jumlah mencapai 11,28 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode Agustus 2015 sebesar 10,90 persen.
Menurut Suruji, relatif tingginya jumlah pengangguran dari kalangan lulusan SMK sebagai dampak dari belum siapnya sekolah mencetak calon tenaga kerja yang siap pakai.
Sebagian besar SMK tidak memiliki fasilitas pendukung kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, kekurangan tenaga pendidik yang sesuai dengan keahlian yang tersedia di sekolah itu.
Kondisi yang memprihatinkan tersebut tidak hanya terjadi di NTB, tetapi juga secara nasional karena itu adalah kebijakan pemerintah pusat yang cenderung dadakan.
"Kalau cara pengelolaan SMK seperti sekarang, maka SMK itu akan tetap menjadi sumber pengangguran," ujarnya.
Untuk itu, kata mantan Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur ini, revitalisasi jurusan yang sudah tidak dibutuhkan oleh dunia kerja menjadi salah satu solusi.
Misalnya, jurusan administrasi perkantoran. Pihaknya akan membuat regulasi SMK tidak boleh lagi membuka jurusan tersebut.
Suruji menambahkan, upaya lain yang akan dilakukan adalah menyesuaikan jurusan di SMK sesuai dengan kondisi potensi daerah.
Selain itu, membuka klaster supaya sekolah dengan lembaga lain bisa saling memperkuat dalam meningkatkan kemampuan para peserta didik.
"Misalnya di satu kabupaten ada yang membuka program keahlian pariwisata, harus ada hotel dan perusahaan perjalanan wisata yang bisa menjadi mitra sebagai tempat praktik siswa," katanya. (*)