Jakarta (ANTARA) - Yayasan Plan Internasional Indonesia mengatakan akses pendidikan anak, terutama bagi anak perempuan terdampak oleh berbagai bencana iklim, mulai dari kebakaran hutan, banjir, dan kekeringan.
"Akses pendidikan anak perempuan terdampak beragam bencana iklim, mulai dari kebakaran hutan, banjir, kekeringan. Namun dampaknya tidak sama di setiap negara, seperti di Australia, Nepal, Indonesia," kata Influencing Director Plan Indonesia Nazla Mariza dalam webinar di Jakarta, Jumat.
Hal ini merupakan hasil riset perubahan iklim dan dampaknya yang bertajuk "For Our Future" yang diselenggarakan 30 anak muda agen perubahan di Indonesia, Nepal, dan Australia.
Nazia mengatakan di Indonesia, bencana iklim berdampak pada sekolah ditutup sementara dan cukup lama. Kemudian jika dibuka, perjalanan anak ke sekolah tidak bisa dilakukan karena infrastruktur belum memadai.
"Pada 2021, kira-kira 100 ribu anak di Indonesia tidak bisa sekolah karena banjir dan longsor," kata Nazla Mariza.
Baca juga: BMKG : Perubahan iklim sebabkan terganggunya siklus hidrologi
Kemudian sedikitnya 35.300 sekolah di Indonesia terdampak bencana, terutama bencana hidrometeorologis, sejak 2005 hingga 2019.
Hasil riset mengungkap bahwa anak perempuan mengalami beragam kejadian iklim ekstrem secara berkali-kali.
"Kondisi ini sangat berdampak pada aktivitas sekolah mereka karena sekolah terus menerus ditutup," katanya.
Dalam riset tersebut, juga ditemukan bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya pada akses fisik ke sekolah, namun juga pada kualitas pendidikannya.
Para responden mengaku tidak bisa mengakses kurikulum secara efektif dimana bahan ajar dan materi-materi belajar lainnya rusak.
"Mereka frustasi dengan minim-nya sumber daya untuk memastikan mereka bisa terus sekolah. Dampak yang paling sering dirasakan adalah merasa ada penurunan pada performa akademis-nya," kata Nazla Mariza.
Plan Indonesia adalah organisasi pengembangan masyarakat dan kemanusiaan internasional yang berfokus pada pemenuhan hak anak dan kesetaraan anak perempuan di Indonesia.
Baca juga: Perlu payung kebijakan guna mitigasi hadapi krisis iklim
Baca juga: Direktur Eksekutif Walhi sarankan bentuk badan penindak pelanggar hukum lingkungan
Baca juga: Bayang-bayang bencana di balik anomali iklim Indonesia
"Akses pendidikan anak perempuan terdampak beragam bencana iklim, mulai dari kebakaran hutan, banjir, kekeringan. Namun dampaknya tidak sama di setiap negara, seperti di Australia, Nepal, Indonesia," kata Influencing Director Plan Indonesia Nazla Mariza dalam webinar di Jakarta, Jumat.
Hal ini merupakan hasil riset perubahan iklim dan dampaknya yang bertajuk "For Our Future" yang diselenggarakan 30 anak muda agen perubahan di Indonesia, Nepal, dan Australia.
Nazia mengatakan di Indonesia, bencana iklim berdampak pada sekolah ditutup sementara dan cukup lama. Kemudian jika dibuka, perjalanan anak ke sekolah tidak bisa dilakukan karena infrastruktur belum memadai.
"Pada 2021, kira-kira 100 ribu anak di Indonesia tidak bisa sekolah karena banjir dan longsor," kata Nazla Mariza.
Baca juga: BMKG : Perubahan iklim sebabkan terganggunya siklus hidrologi
Kemudian sedikitnya 35.300 sekolah di Indonesia terdampak bencana, terutama bencana hidrometeorologis, sejak 2005 hingga 2019.
Hasil riset mengungkap bahwa anak perempuan mengalami beragam kejadian iklim ekstrem secara berkali-kali.
"Kondisi ini sangat berdampak pada aktivitas sekolah mereka karena sekolah terus menerus ditutup," katanya.
Dalam riset tersebut, juga ditemukan bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya pada akses fisik ke sekolah, namun juga pada kualitas pendidikannya.
Para responden mengaku tidak bisa mengakses kurikulum secara efektif dimana bahan ajar dan materi-materi belajar lainnya rusak.
"Mereka frustasi dengan minim-nya sumber daya untuk memastikan mereka bisa terus sekolah. Dampak yang paling sering dirasakan adalah merasa ada penurunan pada performa akademis-nya," kata Nazla Mariza.
Plan Indonesia adalah organisasi pengembangan masyarakat dan kemanusiaan internasional yang berfokus pada pemenuhan hak anak dan kesetaraan anak perempuan di Indonesia.
Baca juga: Perlu payung kebijakan guna mitigasi hadapi krisis iklim
Baca juga: Direktur Eksekutif Walhi sarankan bentuk badan penindak pelanggar hukum lingkungan
Baca juga: Bayang-bayang bencana di balik anomali iklim Indonesia