Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota(Polresta) Mataram, Nusa Tenggara Barat(NTB), menangani kasus dugaan penipuan dalam kegiatan jual beli tanah kaveling yang berada di wilayah Duman, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.

Kepala Unit Harta Benda Satreskrim Polresta Mataram Iptu Kadek Angga Nambara di Mataram, Selasa, menjelaskan bahwa pihaknya menangani kasus tersebut berdasarkan laporan enam warga yang mengaku sebagai korban penipuan.

"Laporannya masuk melalui kuasa hukumnya. Laporannya terkait dugaan penipuan bermodus tawarkan tanah," kata Angga.

Dalam keterangan korban, terlapor dalam kasus ini merupakan dua petugas yang mengatasnamakan sebagai pihak pemasaran dari perusahaan pengembang yang menjual tanah dalam bentuk kaveling.

"Tetapi, laporannya ini masih dalam bentuk aduan. Kalau ada nanti ditemukan peristiwa pidananya, kami akan minta pelapor buat laporan resmi," ujarnya.

Baca juga: Polda NTB ungkap kasus penipuan jual beli 2,06 hektare tanah

Untuk itu, Angga mengatakan bahwa dalam upaya melihat peristiwa pidana dalam kasus ini pihaknya akan meminta keterangan dari para pihak, baik pelapor dan terlapor.

Kuasa hukum para korban, Endah Puspitasari, membenarkan dirinya mewakili para korban membuat laporan dugaan penipuan yang masih sebatas aduan ke pihak kepolisian.

"Iya, pagi tadi laporannya," ujar Endah.

Tindak lanjut dari pelaporan aduan tersebut, Endah mengatakan bahwa kliennya sudah memberikan keterangan ke pihak kepolisian. Dirinya turut mendampingi dalam pemberian keterangan tersebut.

Baca juga: Polresta Mataram menangkap terduga kasus penipuan jual beli tanah

Secara singkat, Endah menjelaskan dugaan penipuan ini terjadi ketika kliennya telah menyetorkan uang kepada petugas pemasaran dengan nilai total Rp389 juta.

Uang setoran itu sebagai biaya pembelian tanah kaveling dengan luas rata-rata 2 are. Harga jual yang ditawarkan kepada korban cukup beragam, mulai dari harga Rp50 juta sampai Rp55 juta per are.

Namun, setelah mengecek lokasi, korban kaget melihat status tanah sedang bersengketa. "Waktu korban cek ternyata ada plang di tanah itu sedang bersengketa. Jadi orang-orang yang membeli kaveling ini tidak ada tanah yang bisa dimiliki," ucap Endah.

Padahal dalam proses jual beli tersebut, dua petugas pemasaran itu telah meyakinkan korban dengan menunjukkan surat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) di hadapan notaris.

Namun, dari hasil penelusuran terungkap PPJB yang ditunjukkan kedua petugas pemasaran tersebut palsu.

"PPJB itu ternyata bodong. Jadi, sekarang para korban meminta uang pembayaran tanah sejumlah Rp389 juta itu bisa dikembalikan," kata dia.

 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024