Jakarta (ANTARA) - Tanoto Foundation bekerja sama dengan School of Parenting menyelenggarakan studi yang menemukan bahwa tingkat ekonomi dan pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengasuhan anak.
"Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ekonomi orang tua atau pengasuh, cenderung semakin baik pula kualitas pengasuhan terhadap anak," kata ECED Ecosystem Lead Tanoto Foundation Fitriana Herarti dalam keterangan tertulis di Jakarta, belum lama ini.
Studi yang berjudul "Optimizing Child Development Through the First Three Years: The Important of Responsive Parenting and Early Learning Stimulation" tersebut bertujuan untuk mengetahui praktik pengasuhan anak yang responsif dan ketersediaan bahan belajar di sekitar anak pada anak usia 0-3 tahun di Indonesia.
Ia menjelaskan pengasuh dengan pendidikan yang lebih tinggi memberikan permainan yang lebih bervariasi, seperti mainan fisik-motorik, edukatif, dan imajinatif seperti bermain peran, yang memberikan kesempatan anak bermain secara konstruktif.
Baca juga: KemenPPPA koordinasi daerah pastikan pemenuhan hak dua anak
Sebaliknya pengasuh dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih rendah memberikan lebih banyak aktivitas fisik seperti berlari, menarik, dan mendorong yang hanya melatih motorik.
Fitriana juga menekankan usia nol sampai tiga tahun merupakan periode penting bagi pertumbuhan manusia, karena pada masa tersebut perkembangan otak anak mencapai 80 persen ukuran otak manusia dewasa.
"Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal di periode ini, diperlukan pengasuhan yang responsif yaitu tanggap terhadap kebutuhan dasar anak dan tersedianya bahan belajar di sekitar anak," ucapnya.
Namun, menurutnya, praktik pengasuhan anak yang tidak tepat di Indonesia ternyata masih tinggi, sebab berdasarkan laporan anak usia dini Indonesia tahun 2021, empat dari 10 anak usia dini di Indonesia masih menerima pengasuhan yang tidak tepat.
Baca juga: KPAI serukan pentingnya orang tua lindungi anak
Hal tersebut diperkuat dengan temuan masih sedikit orang tua atau pengasuh yang mengenalkan atau membacakan buku pada anak.
"Ditemukan bahwa hanya 21,4 persen dari responden yang membacakan kepada anaknya minimal tiga kali seminggu, sedangkan 56,6 persen orang tua tidak pernah membacakan buku kepada anaknya. Temuan ini juga senada dengan rendahnya tingkat literasi di Indonesia yang juga perlu ditingkatkan," ujar Fitriana.
Sementara itu Perwakilan School of Parenting Dhisty Azlia Firnandy mengemukakan berdasarkan hasil studi, ruangan khusus untuk bermain atau belajar, alat belajar, dan mainan sebagian besar hanya dapat diakses oleh responden yang berdomisili di perkotaan.
"Sedangkan tidak lebih dari 29 persen pengasuh yang tinggal di pedesaan memiliki atau dapat memberikan materi pembelajaran kepada anaknya," katanya.
Baca juga: KPAI sebut masyarakat perlu terlibat awasi pengasuhan dan kekerasan terhadap anak
Selain itu pengetahuan pengasuh menjadi faktor pendukung lain dalam terciptanya pengasuhan yang optimal. "Dari studi tersebut kami temukan 44 persen orang tua kurang memahami pemberian stimulasi sesuai usia anak. Hal ini karena pengetahuan tentang tumbuh kembang dan stimulasi anak yang mereka miliki masih rendah," paparnya.
Untuk itu dengan studi tersebut, baik Tanoto Foundation maupun School of Parenting merasa perlu ada intervensi berbagai pihak baik pemerintah dan swasta untuk mendukung orang tua dan anak, utamanya dari keluarga kurang mampu dalam upaya peningkatan kesadaran dan keterampilan pengasuh, edukasi pengasuhan yang tepat, dan penyediaan materi pembelajaran untuk anak.
Adapun temuan dari studi tersebut dipaparkan dalam acara Asian Conference on Psychology & the Behavioral Sciences (ACP 2024) ke-14 di Tokyo, Jepang, pada Jumat (29/3).
Studi tersebut dilakukan di tiga kota di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Pandeglang, dan Kupang, dengan melibatkan 1.200 orang tua pada bulan Februari hingga Maret 2023, yang menggunakan instrumen pengukuran observasi rumah dan lingkungan atau "home" yang diadaptasi sesuai konteks Indonesia.
Baca juga: Pola asuh buruk jadi salah satu penyebab perundungan anak
"Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ekonomi orang tua atau pengasuh, cenderung semakin baik pula kualitas pengasuhan terhadap anak," kata ECED Ecosystem Lead Tanoto Foundation Fitriana Herarti dalam keterangan tertulis di Jakarta, belum lama ini.
Studi yang berjudul "Optimizing Child Development Through the First Three Years: The Important of Responsive Parenting and Early Learning Stimulation" tersebut bertujuan untuk mengetahui praktik pengasuhan anak yang responsif dan ketersediaan bahan belajar di sekitar anak pada anak usia 0-3 tahun di Indonesia.
Ia menjelaskan pengasuh dengan pendidikan yang lebih tinggi memberikan permainan yang lebih bervariasi, seperti mainan fisik-motorik, edukatif, dan imajinatif seperti bermain peran, yang memberikan kesempatan anak bermain secara konstruktif.
Baca juga: KemenPPPA koordinasi daerah pastikan pemenuhan hak dua anak
Sebaliknya pengasuh dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih rendah memberikan lebih banyak aktivitas fisik seperti berlari, menarik, dan mendorong yang hanya melatih motorik.
Fitriana juga menekankan usia nol sampai tiga tahun merupakan periode penting bagi pertumbuhan manusia, karena pada masa tersebut perkembangan otak anak mencapai 80 persen ukuran otak manusia dewasa.
"Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal di periode ini, diperlukan pengasuhan yang responsif yaitu tanggap terhadap kebutuhan dasar anak dan tersedianya bahan belajar di sekitar anak," ucapnya.
Namun, menurutnya, praktik pengasuhan anak yang tidak tepat di Indonesia ternyata masih tinggi, sebab berdasarkan laporan anak usia dini Indonesia tahun 2021, empat dari 10 anak usia dini di Indonesia masih menerima pengasuhan yang tidak tepat.
Baca juga: KPAI serukan pentingnya orang tua lindungi anak
Hal tersebut diperkuat dengan temuan masih sedikit orang tua atau pengasuh yang mengenalkan atau membacakan buku pada anak.
"Ditemukan bahwa hanya 21,4 persen dari responden yang membacakan kepada anaknya minimal tiga kali seminggu, sedangkan 56,6 persen orang tua tidak pernah membacakan buku kepada anaknya. Temuan ini juga senada dengan rendahnya tingkat literasi di Indonesia yang juga perlu ditingkatkan," ujar Fitriana.
Sementara itu Perwakilan School of Parenting Dhisty Azlia Firnandy mengemukakan berdasarkan hasil studi, ruangan khusus untuk bermain atau belajar, alat belajar, dan mainan sebagian besar hanya dapat diakses oleh responden yang berdomisili di perkotaan.
"Sedangkan tidak lebih dari 29 persen pengasuh yang tinggal di pedesaan memiliki atau dapat memberikan materi pembelajaran kepada anaknya," katanya.
Baca juga: KPAI sebut masyarakat perlu terlibat awasi pengasuhan dan kekerasan terhadap anak
Selain itu pengetahuan pengasuh menjadi faktor pendukung lain dalam terciptanya pengasuhan yang optimal. "Dari studi tersebut kami temukan 44 persen orang tua kurang memahami pemberian stimulasi sesuai usia anak. Hal ini karena pengetahuan tentang tumbuh kembang dan stimulasi anak yang mereka miliki masih rendah," paparnya.
Untuk itu dengan studi tersebut, baik Tanoto Foundation maupun School of Parenting merasa perlu ada intervensi berbagai pihak baik pemerintah dan swasta untuk mendukung orang tua dan anak, utamanya dari keluarga kurang mampu dalam upaya peningkatan kesadaran dan keterampilan pengasuh, edukasi pengasuhan yang tepat, dan penyediaan materi pembelajaran untuk anak.
Adapun temuan dari studi tersebut dipaparkan dalam acara Asian Conference on Psychology & the Behavioral Sciences (ACP 2024) ke-14 di Tokyo, Jepang, pada Jumat (29/3).
Studi tersebut dilakukan di tiga kota di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Pandeglang, dan Kupang, dengan melibatkan 1.200 orang tua pada bulan Februari hingga Maret 2023, yang menggunakan instrumen pengukuran observasi rumah dan lingkungan atau "home" yang diadaptasi sesuai konteks Indonesia.
Baca juga: Pola asuh buruk jadi salah satu penyebab perundungan anak