Mataram (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Bapemperda akan melakukan evaluasi terhadap implementasi Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Ketua Bapemperda DPRD Provinsi NTB Akhdiansyah, mengatakan evaluasi ini dilakukan mengingat angka perkawinan anak di NTB menunjukkan tren kenaikan, bahkan kondisinya saat ini menempatkan NTB sebagai provinsi dengan kasus perkawinan anak tertinggi secara nasional.
"Upaya ini sebagai respon atas saran dan masukan dari perwakilan kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Lakpesdam PWNU NTB, LPA NTB, Fatayat NU NTB, Islamic Relief serta perwakilan akademisi, saat melakukan audiensi ke DPRD NTB," ujarnya di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB atas inisiatif DPRD telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Di mana keberadaan perda ini diharapkan akan memperkuat dukungan dan upaya pemerintah dalam mencegah praktek perkawinan anak di NTB. Namun faktanya angka perkawinan anak menunjukkan tren kenaikan.
"Kami merespon positif apa yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat sipil," ujarnya.
Baca juga: Menteri PPPA berikan penghargaan kepada Gubernur NTB Zulkieflimansyah
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh teman-teman LSM sangat membantu DPRD dalam melihat dampak dan perkembangan implementasi Perda 05 Tahun 2021. Sebab data-data dan informasi yang disampaikan oleh teman-teman LSM terkait tren kenaikan kasus perkawinan anak menjadi rujukan untuk melakukan evaluasi implementasi perda tersebut, termasuk melakukan penilaian terhadap kinerja eksekutif dalam mendukung penegakan produk-produk legislasi yang telah ditetapkan DPRD.
"Sekitar bulan Juni-Agustus, Bapemperda akan melakukan evaluasi terhadap beberapa perda yang dinilai kurang efektif untuk mendukung kemajuan pembangunan daerah. Dari informasi, masukan dan saran dari teman-teman LSM, kami akan memasukkan Perda 05 tahun 2021 sebagai salah satu perda prioritas yang akan dievaluasi," terang Akhdiansyah.
Politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima ini, menilai perkawinan anak sangat berdampak pada meningkatnya anak putus sekolah, risiko kematian ibu dan anak, bayi lahir prematur, stunting, KDRT, perceraian, dan kemiskinan.
Baca juga: Menteri PPPA mengapresiasi Perda Pencegahan Perkawinan Anak di NTB
Ketua Lakpesdam PWNU NTB Muhammad Jayadi di hadapan Ketua dan anggota Bapemperda DPRD Provinsi NTB, mengaku heran tren perkawinan anak tinggi di wilayah itu. Bahkan menempatkan NTB sebagai provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi se-Indonesia. Padahal, NTB sudah memiliki perda.
"Di tengah usaha penurunan angka perkawinan anak secara nasional hingga 7,5 persen pada tahun 2023, ternyata Indonesia masih dihadapkan pada persoalan perkawinan usia anak," ujarnya.
Ia menyebutkan berdasarkan Susenas BPS, proporsi perkawinan anak di Indonesia, tahun 2023 sebesar 6,92 persen. Ironisnya berdasarkan Susenas tersebut, NTB menempati urutan pertama di Indonesia yaitu 17,32 persen. Angka ini jauh di atas angka rata-rata nasional.
Padahal tahun 2021, Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan Perda 05 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
"Kenapa bisa seperti ini, harus ada evaluasi terhadap implementasi dan penegakan perda ini," katanya.
Baca juga: DPRD NTB mengesahkan Perda Pencegahan dan Perkawinan Anak
Oleh karena itu, menyikapi hal tersebut pihaknya mendorong ada evaluasi Perda Nomor 05 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Sementara itu, anggota LPA Provinsi NTB Sukran Hasan mengatakan, bahwa kenaikan angka perkawinan anak di NTB disebabkan beberapa faktor, di antaranya rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam melihat kasus perkawinan anak sebagai masalah utama daerah, dukungan anggaran yang rendah bahkan nihil, tidak inovatif dan kreatifitas menyusun program/kegiatan serta sinergi dan kolaborasi antar dinas/instansi dalam merespon permasalahan perkawinan anak sangat lemah.
"Kita minta DPRD menggunakan fungsi kontrol dan pengawasannya untuk menilai kinerja dinas/instansi terkait, dalam mengimplementasikan dan menegakkan Perda 05 tahun 2021. Penting bagi DPRD untuk memanggil gubernur dan instansi terkait untuk dimintai penjelasan," katanya.
Hadir saat audiensi perwakilan dari Lakpesdam PWNU NTB, LPA NTB, Islamic Relief, akademisi Unram. Kegiatan ini diterima oleh Ketua Bapemperda Akhdiansyah beserta anggota Raden Rahadian Sujoeno dan Wawan.
Ketua Bapemperda DPRD Provinsi NTB Akhdiansyah, mengatakan evaluasi ini dilakukan mengingat angka perkawinan anak di NTB menunjukkan tren kenaikan, bahkan kondisinya saat ini menempatkan NTB sebagai provinsi dengan kasus perkawinan anak tertinggi secara nasional.
"Upaya ini sebagai respon atas saran dan masukan dari perwakilan kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Lakpesdam PWNU NTB, LPA NTB, Fatayat NU NTB, Islamic Relief serta perwakilan akademisi, saat melakukan audiensi ke DPRD NTB," ujarnya di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB atas inisiatif DPRD telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Di mana keberadaan perda ini diharapkan akan memperkuat dukungan dan upaya pemerintah dalam mencegah praktek perkawinan anak di NTB. Namun faktanya angka perkawinan anak menunjukkan tren kenaikan.
"Kami merespon positif apa yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat sipil," ujarnya.
Baca juga: Menteri PPPA berikan penghargaan kepada Gubernur NTB Zulkieflimansyah
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh teman-teman LSM sangat membantu DPRD dalam melihat dampak dan perkembangan implementasi Perda 05 Tahun 2021. Sebab data-data dan informasi yang disampaikan oleh teman-teman LSM terkait tren kenaikan kasus perkawinan anak menjadi rujukan untuk melakukan evaluasi implementasi perda tersebut, termasuk melakukan penilaian terhadap kinerja eksekutif dalam mendukung penegakan produk-produk legislasi yang telah ditetapkan DPRD.
"Sekitar bulan Juni-Agustus, Bapemperda akan melakukan evaluasi terhadap beberapa perda yang dinilai kurang efektif untuk mendukung kemajuan pembangunan daerah. Dari informasi, masukan dan saran dari teman-teman LSM, kami akan memasukkan Perda 05 tahun 2021 sebagai salah satu perda prioritas yang akan dievaluasi," terang Akhdiansyah.
Politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima ini, menilai perkawinan anak sangat berdampak pada meningkatnya anak putus sekolah, risiko kematian ibu dan anak, bayi lahir prematur, stunting, KDRT, perceraian, dan kemiskinan.
Baca juga: Menteri PPPA mengapresiasi Perda Pencegahan Perkawinan Anak di NTB
Ketua Lakpesdam PWNU NTB Muhammad Jayadi di hadapan Ketua dan anggota Bapemperda DPRD Provinsi NTB, mengaku heran tren perkawinan anak tinggi di wilayah itu. Bahkan menempatkan NTB sebagai provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi se-Indonesia. Padahal, NTB sudah memiliki perda.
"Di tengah usaha penurunan angka perkawinan anak secara nasional hingga 7,5 persen pada tahun 2023, ternyata Indonesia masih dihadapkan pada persoalan perkawinan usia anak," ujarnya.
Ia menyebutkan berdasarkan Susenas BPS, proporsi perkawinan anak di Indonesia, tahun 2023 sebesar 6,92 persen. Ironisnya berdasarkan Susenas tersebut, NTB menempati urutan pertama di Indonesia yaitu 17,32 persen. Angka ini jauh di atas angka rata-rata nasional.
Padahal tahun 2021, Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan Perda 05 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
"Kenapa bisa seperti ini, harus ada evaluasi terhadap implementasi dan penegakan perda ini," katanya.
Baca juga: DPRD NTB mengesahkan Perda Pencegahan dan Perkawinan Anak
Oleh karena itu, menyikapi hal tersebut pihaknya mendorong ada evaluasi Perda Nomor 05 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Sementara itu, anggota LPA Provinsi NTB Sukran Hasan mengatakan, bahwa kenaikan angka perkawinan anak di NTB disebabkan beberapa faktor, di antaranya rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam melihat kasus perkawinan anak sebagai masalah utama daerah, dukungan anggaran yang rendah bahkan nihil, tidak inovatif dan kreatifitas menyusun program/kegiatan serta sinergi dan kolaborasi antar dinas/instansi dalam merespon permasalahan perkawinan anak sangat lemah.
"Kita minta DPRD menggunakan fungsi kontrol dan pengawasannya untuk menilai kinerja dinas/instansi terkait, dalam mengimplementasikan dan menegakkan Perda 05 tahun 2021. Penting bagi DPRD untuk memanggil gubernur dan instansi terkait untuk dimintai penjelasan," katanya.
Hadir saat audiensi perwakilan dari Lakpesdam PWNU NTB, LPA NTB, Islamic Relief, akademisi Unram. Kegiatan ini diterima oleh Ketua Bapemperda Akhdiansyah beserta anggota Raden Rahadian Sujoeno dan Wawan.