Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menaruh atensi terhadap gejolak yang muncul di tengah masyarakat Desa Mambalan, Kabupaten Lombok Barat, terkait adanya rencana pembangunan kawasan perumahan dari salah satu pengembang swasta di dekat sumber mata air.

"Persoalan yang datang dari aduan masyarakat Desa Mambalan ini kami atensi, dalam waktu dekat tim akan turun lapangan dan mengumpulkan seluruh pihak untuk melihat persoalan yang ada dan utamanya tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis.

Dia mengakui bahwa secara garis besar pihaknya sudah mendengar persoalan yang muncul di Desa Mambalan. Hal itu didapatkan dari hasil pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Desa Mambalan.

"Jadi, dari koordinasi, ada rencana dari pihak desa akan kembali melakukan sosialisasi terkait rencana pembangunan perumahan ini. Dari sana nanti akan kami lihat apa yang menjadi titik permasalahan sehingga muncul adanya intimidasi dan adu domba seperti yang disampaikan pihak pemerintah desa," ujarnya.

Kepala Desa Mambalan Sayid Abdollah Alkaff yang ditemui usai pertemuan dengan pejabat Polresta Mataram mengatakan bahwa pihaknya berharap kepolisian bisa membantu menyelesaikan gejolak yang muncul dalam persoalan pembangunan perumahan di dekat sumber mata air tersebut.

"Kami datang untuk meminta polres terjun langsung menangani dugaan upaya adu domba dan intimidasi, serta hasutan yang dilakukan sejumlah oknum dari kalangan masyarakat," kata Abdollah.

Dia menyampaikan bahwa kondisi tersebut mulai terjadi pasca adanya aksi unjuk rasa dari sejumlah warga yang menolak pembangunan perumahan di sekitar kawasan tanah wakaf seorang tokoh agama atau kiai di Desa Mambalan seluas 70 are.

Namun, Desa Mambalan tidak dapat berbuat banyak, mengingat pihak pengembang telah mengantongi seluruh perizinan dari Dinas PU Lombok Barat.

Abdollah menegaskan bahwa Pemdes Mambalan sebenarnya memiliki pandangan yang sama dengan aksi massa, yakni menolak adanya pembangunan perumahan yang juga berada di sekitar kawasan tanah wakaf tersebut.

"Jadi, sebenarnya tuntutan kami sama. Sama-sama menolak pembangunan perumahan. Tetapi, berdasarkan UU Cipta Kerja, desa tidak lagi yang mengeluarkan izin, melainkan izin itu ada di dinas PU," ucap dia.

Namun, Abdollah menilai tuntutan massa dalam aksi unjuk rasa di Kantor Desa Mambalan pada pekan lalu tersebut sudah menyimpang dari tujuan penolakan dengan meminta dirinya mundur dari jabatan kepala desa.

"Saya diminta menjadi penjamin jika terjadi pembangunan. 'Kan tidak masuk akal, saya tidak pernah menandatangani apapun tapi disuruh bertanggung jawab," ujarnya.

Bahkan, Abdollah mengatakan ada juga intimidasi terhadap stafnya yang diminta mundur dari jabatan oleh sejumlah oknum dari kalangan masyarakat karena dinilai mendukung pemerintah desa yang menyetujui pembangunan perumahan tersebut.

Dengan menyampaikan hal demikian, Abdollah berharap pihak kepolisian menaruh atensi terhadap persoalan di Desa Mambalan agar keamanan dan kenyamanan masyarakat tetap terjaga tanpa ada gangguan dari sejumlah pihak.

"Kami berharap ada pelindung hukum kami di desa, karena kami tidak tenang bekerja dengan adanya adu domba dan intimidasi seperti ini," ungkapnya.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024