Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan cara paling efektif untuk mengurangi lemak trans yang dinilai dapat meningkatkan risiko serangan jantung dalam pasokan pangan adalah melalui regulasi.
Dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa, Dante mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan kajian perintis mengenai sumber makanan asam lemak trans dalam pasokan pangan Indonesia. Menurutnya, peluncuran tersebut bertujuan mendukung penerbitan peraturan pemerintah untuk mengeliminasi lemak trans.
“Di Indonesia harus diakui masih kekurangan data terkait lemak trans pada pangan. Kemenkes sangat mengapresiasi upaya dari WHO Indonesia untuk melakukan kajian kandungan lemak trans pada makanan,” ujarnya.
Dia menuturkan, lemak trans atau asam lemak trans adalah asam lemak tak jenuh yang berasal dari sumber alami atau industri. Konsumsi lemak trans secara signifikan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan berkontribusi terhadap sekitar 500 ribu kematian akibat penyakit jantung koroner secara global setiap tahunnya.
Studi dasar tersebut, ujarnya, melibatkan pengujian laboratorium terhadap 130 produk di empat kategori makanan: minyak dan lemak, margarin dan olesan, makanan kemasan yang terbuat dari lemak (biskuit, kue kering, wafer, kue, roti), serta makanan siap saji seperti mi goreng, nasi goreng, dan roti.
Dia menjelaskan bahwa WHO merekomendasikan kadar lemak trans dalam pangan kurang dari 2 gram per 100 gram total lemak. Namun, hampir 10 persen produk yang disurvei atau sekitar 11 makanan mengandung kadar lemak trans melebihi rekomendasi tersebut.
Kadar lemak trans yang tinggi, katanya, juga terdapat pada produk makanan ringan yang populer dan banyak dikonsumsi, seperti biskuit, wafer, produk roti, dan jajanan kaki lima seperti martabak. Dia menilai, konsentrasi lemak trans tertinggi terdapat pada campuran margarin dan mentega, yaitu 10 kali lebih tinggi dari batas yang direkomendasikan WHO.
Dia mencontohkan, sebanyak 53 Negara Anggota WHO telah mengadopsi kebijakan praktik terbaik eliminasi lemak trans, termasuk Denmark yang menjadi negara pertama yang menerapkan kebijakan tersebut sejak 2003.Sepuluh tahun setelah regulasi diberlakukan, katanya, tanpa intervensi spesifik lainnya, angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah turun 20 persen.
Dante menilai cara paling efektif untuk mengurangi lemak trans dalam pasokan pangan adalah melalui regulasi. Menurutnya, pembatasan lemak trans akan menekan risiko penyakit jantung sekaligus membuat Indonesia berhemat triliunan rupiah. Dia berharap penyusunan regulasi dengan melibatkan lintas sektor dapat menjadikan Indonesia negara berikutnya yang menerapkan regulasi sesuai praktik baik yang disarankan WHO.
Baca juga: IMI kerja sama dengan rumah sakit beri layanan kesehatan
Baca juga: DPMPTSP Kota Mataram siapkan ruang layanan kesehatan di MPP
Dia menyebut bahwa Pemerintah berkomitmen penuh untuk menerapkan regulasi pelarangan penggunaan lemak trans pada industri makanan di Indonesia guna menekan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular. Selain itu, ujarnya, penerapan regulasi lemak trans akan dibarengi dengan edukasi secara masif terutama pada sektor informal seperti pedagang kecil dan menengah.
Dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa, Dante mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan kajian perintis mengenai sumber makanan asam lemak trans dalam pasokan pangan Indonesia. Menurutnya, peluncuran tersebut bertujuan mendukung penerbitan peraturan pemerintah untuk mengeliminasi lemak trans.
“Di Indonesia harus diakui masih kekurangan data terkait lemak trans pada pangan. Kemenkes sangat mengapresiasi upaya dari WHO Indonesia untuk melakukan kajian kandungan lemak trans pada makanan,” ujarnya.
Dia menuturkan, lemak trans atau asam lemak trans adalah asam lemak tak jenuh yang berasal dari sumber alami atau industri. Konsumsi lemak trans secara signifikan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan berkontribusi terhadap sekitar 500 ribu kematian akibat penyakit jantung koroner secara global setiap tahunnya.
Studi dasar tersebut, ujarnya, melibatkan pengujian laboratorium terhadap 130 produk di empat kategori makanan: minyak dan lemak, margarin dan olesan, makanan kemasan yang terbuat dari lemak (biskuit, kue kering, wafer, kue, roti), serta makanan siap saji seperti mi goreng, nasi goreng, dan roti.
Dia menjelaskan bahwa WHO merekomendasikan kadar lemak trans dalam pangan kurang dari 2 gram per 100 gram total lemak. Namun, hampir 10 persen produk yang disurvei atau sekitar 11 makanan mengandung kadar lemak trans melebihi rekomendasi tersebut.
Kadar lemak trans yang tinggi, katanya, juga terdapat pada produk makanan ringan yang populer dan banyak dikonsumsi, seperti biskuit, wafer, produk roti, dan jajanan kaki lima seperti martabak. Dia menilai, konsentrasi lemak trans tertinggi terdapat pada campuran margarin dan mentega, yaitu 10 kali lebih tinggi dari batas yang direkomendasikan WHO.
Dia mencontohkan, sebanyak 53 Negara Anggota WHO telah mengadopsi kebijakan praktik terbaik eliminasi lemak trans, termasuk Denmark yang menjadi negara pertama yang menerapkan kebijakan tersebut sejak 2003.Sepuluh tahun setelah regulasi diberlakukan, katanya, tanpa intervensi spesifik lainnya, angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah turun 20 persen.
Dante menilai cara paling efektif untuk mengurangi lemak trans dalam pasokan pangan adalah melalui regulasi. Menurutnya, pembatasan lemak trans akan menekan risiko penyakit jantung sekaligus membuat Indonesia berhemat triliunan rupiah. Dia berharap penyusunan regulasi dengan melibatkan lintas sektor dapat menjadikan Indonesia negara berikutnya yang menerapkan regulasi sesuai praktik baik yang disarankan WHO.
Baca juga: IMI kerja sama dengan rumah sakit beri layanan kesehatan
Baca juga: DPMPTSP Kota Mataram siapkan ruang layanan kesehatan di MPP
Dia menyebut bahwa Pemerintah berkomitmen penuh untuk menerapkan regulasi pelarangan penggunaan lemak trans pada industri makanan di Indonesia guna menekan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular. Selain itu, ujarnya, penerapan regulasi lemak trans akan dibarengi dengan edukasi secara masif terutama pada sektor informal seperti pedagang kecil dan menengah.